41 - Prioritas

209K 20.3K 1.6K
                                    

Tanpa menunggu lama, chapter ini kuserahkan pada kalian.

Selamat membaca❤️

*****

Sarah Annara

Gimana rasanya lihat doi online tapi chat kamu belum di-read sama sekali?

Kesel? Iya.

Nyesek? Banget.

Aku jadi mikir lagi, sepertinya aku bukan prioritas Pak Gian saat ini.

Pesanku sudah terkirim sejak semalam, dan hari telah berganti. Ini sudah pagi, jam sepuluh lebih tepatnya. Tapi pesanku hanya ceklis dua tanpa centang biru. Jangan harap aku akan menelepon Pak Gian, karena jujur aja, aku tidak berani.

Atau mungkin Pak Gian lagi sibuk kali ya? Makanya gak bisa balas chat aku.

Tunggu.

Berarti bener kan, aku bukanlah prioritasnya. Memangnya aku siapanya ya? Aku cuman mahasiswi akhir yang beruntung jadi pacarnya Pak Gian.

Mendadak aku jadi insecure kalau mengingat latar belakang Pak Gian. Mulai dari latar pendidikan, keluarga, juga pekerjaan. Aku hanya butiran debu deh kalau disandingkan dengan pria perfect seperti Pak Gian. Huhhh.

Aku menyandarkan kepalaku di atas meja belajar sambil menatap layar chat WhatsApp ku dengan Pak Gian, menunggu dan berharap akan ada pesan berbalas atau setidaknya ada kabar.

"Lagi nungguin doi ya? Cie cie."

"Gak ada," bantahku dan aku langsung mematikan ponselku agar Hana tidak melihat chat ku.

"Sabar ya, Ra. Orang sabar disayang Tuhan."

"Diem deh, Han."

"Akhirnya Nara merasakan gimana nunggu kabar doi yang gak kunjung membalas chat. Dulu aja sok ngatain gue, sekarang tiba saatnya pembalasan."

"Dulu lo sering gini gak Han waktu pacaran?" tanyaku mulai serius.

"Pacar gue, maksudnya mantan gue kan super sibuk, jadi wajar aja sih dia lama balas chat gue, dan gue juga fine-fine aja. Pak Gian gak ngasih kabar ya?"

"Belum di-read."

"Mungkin lagi sibuk, Ra."

"Mungkin. Tapi Han, WhatsApp nya online. Gimana dong?"

"Ummm mungkin chat lo tertimpa sama chat lain. Positive thinking dong, Ra. Udah coba hubungin belum?"

"Kagak berani gue."

"Boleh gak sih gebukin anak orang. Udah gatal nih tangan gue."

"Yee, jangan dong."

"Hubungin kek, Ra."

"Takut," ucapku dan Hana malah memutar bola matanya.

"Takut kenapa? Situ pacarnya bukan, sih?"

"Mmm gue segan, Han. Nanti Pak Gian malah keganggu lagi. Mungkin dia lagi sibuk kali ya." Aku mencoba meyakinkan pikiranku sendiri, tapi tak berhasil saat kata prioritas selalu melintas di otakku.

"Coba aja dulu."

"Cepet, Ra!"

Ini kenapa jadi Hana yang semangat ya.

"Gak usah takut, Ra. Pak Gian itu manusia."

Tarik napas......buang.....

Tarik napas......buang.....

Dosen Bucin (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang