08. malaikat tanpa sayap

27.9K 2.8K 10
                                    

haloooooo aku kembaliii

udah lama banget ga update ya. mianhae 😭🙌

semoga chapter ini bisa ngobatin rasa kangen kalian. hiyah *pede aja dulu 😂

happy reading !!

***

RHETA POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

RHETA POV

Ucapan pak Linggar tempo hari masih terus berputar jelas di otakku. Kaya kaset rusak yang mengganggu.

Sial. Aku jadi tidak napsu makan, entah ini jam makanku yang keberapa. Perutku kosong hanya terisi air putih.

"Sekarang orangnya malah ngilang kaya ditelen bumi."

"Emang dasarnya watados."

Aku mendengus seraya mendorong meja makan rumah sakit agar menjauh. Aku terdiam menatap dinding kosong.

Cklek.

"Siang Nona Rheta."

Membuyarkan lamunanku, aku menoleh. Ternyata suster yang biasa merawatku datang. Dia tersenyum.

"Waktunya latihan jalan lagi ya Nona. Anda sudah siap?"

Aku mengangguk. Kemarin sudah sempat melaksanakan latihan jalan juga. Tapi masih pecencoran gitu jalannya. Mengingat kakiku yang digips hampir seminggu.

"Mari saya bantu Nona."

Aku menurut. Suster itu mendorong kursi rodaku keluar kamar.

Sama seperti kemarin, aku hanya ditemani sama Suster. Arumi, Alya sibuk kelas di kampus sementara Mamah masih di German.

Ga tau deh kapan pulang. Harusnya hari ini udah di Indonesia tapi sampai siang gini, belum ada tanda-tanda kerempongannya.

Sampai di ruang latihan jalan, aku tidak asing lagi dengan suasananya yang cukup ramai. Karena ruangan ini sangat luas, macam aula. Berbagai usia pasien, dari anak-anak sampe paruh baya, ada di sini. 

Oh iya cerita tentang latihanku yang pertama kali, gila capek banget cuy! Mana kaki kan gemeteran banget gara-gara jarang digerakin.

Huh. Jaraknya emang engga jauh, tapi rasanya udah kaya ngelilingin se-GBK.

Njy alay banget gue. Haha.

Aku berharap sih kalau latihan hari ini jauh lebih baik.

"Mari Nona."

Aku pun mulai berdiri diantara besi yang memanjang di sisi kanan-kiri. Tanganku meremat kuat besi-besi itu sebagai penopang kehidupan. Ups.

Pliss jangan gemeter lagii.

"Kita mulai ya Nona."

Aku perlahan ambil selangkah demi selangkah. Huh hah. Huh hah. Setiap selesai jalan aku mengatur napasku biar tetep rileks.

Pak LinggarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang