46. di waktu yang singkat ini

20K 1.8K 21
                                    

RHETA POV

Sebelum membahas semua permasalahan di antara kita, pak Linggar menyuruhku untuk makan dan mandi terlebih dulu. Ternyata dia udah nyiapin semua keperluanku. Ga tau kapan dia belinya. Tau-tau pas selesai mandi dia kasih aku paper bag yang isinya lengkap dari ujung rambut sampe ujung kaki. Pembalut aja sampe dia siapin juga. Aberwarnahaha.

Berasa de javu waktu kita di kapal pesiar. Di sana juga kan dia yang bayarin semua keperluanku.

Cklek.

Aku langsung menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Pak Linggar muncul dengan kostum santainya. Sekedar kaos putih dan celana chinos berwarna hitam.

"Bapak abis ini ada agenda apa? Masih ada meeting atau kerjaan ga?" todongku padanya yang masih berjalan mendekat.

"Tidak. Besok pagi baru ada."

Aku pun mengangguk lalu menepuk bagian sofa yang kosong di sampingku, agar dia duduk. Dia menurut tanpa komentar. Setelahnya kita sama-sama terdiam. Hanya suara tadi tv yang mengisi kekosongan yang ada. His. Aku ga suka keadaan yang kaya gini.

Pelan-pelan aku pun menggeser posisi dudukku, mepet ke sisinya. Pak Linggar tetep cuek nonton tv.

"Pak..." panggilku sedikit merengek. Abis dia asik banget nonton tv, aku dicuekin terus.

"Apa?" jawabnya singkat. Ck.

"Ka-lo kita bahas semuanya sekarang, bapak akan terbebani ga?"

Pertanyaan itu sukses membuatnya menoleh.

"Maksud aku, bapak kan besok pagi ada meeting. Nah bapak bakalan ke distract ga? Masalah kita rumit lho pak."

"Kamu yang bikin rumit."

Jleb.

Satu kalimat pendeknya sangat mengena di hati bunda-bundaa... Apa sebodoh itu aku? Semuanya kacau gara-gara aku sendiri.

"Jadi...?" tanyaku lagi seolah perkatannya tadi tidak mengusikku sama sekali.

"Ceritakan semuanya sekarang."

Seulas senyum bahagia muncul di bibirku. Aku semakin gencar mendekatinya. Kini aku memeluk lengannya yang terasa dingin habis mandi.

Bukannya langsung ngomong, aku malah sibuk nyiumin lengan bisep pak Linggar.

Hemmm. Wangi!

"Cerita Rheta," tegur pak Linggar datar, mengandung penekanan.

"Bentar... Aku kangen banget sama wanginya bapak. Tau ga, waktu kita jarang ketemu rasanya aku ingin banget beli parfum yang sama, sama bapak pake. Buat ngobatin kangen. Tapi ga tau mereknya apa ehehe."

Aku merasa ditatap dia. Waktu dongak, beneran dong!! Buru-buru aku menunduk lagi, menyembunyikan wajahku yang panas karena salah tingkah di lengannya.

"Maafin aku pak, aku banyak salah," ungkapku tulus. "Selama ini aku terlalu kekanak-kanakan."

Selang sedetik mataku berkaca-kaca. Aku menangis di posisi yang sama. Pak Linggar kaya ga ada niatan ingin menjauhkan wajahku dari lengannya.

"Maaf udah ingkar janji, kalo marah ga akan diem aja bahkan menjauh."

Hiks.

"Aku ga mau kehilangan bapak..."

Tangisku semakin menjadi-jadi saat dia membawa masuk tubuhku ke pelukannya. Ini rasa yang selama ini aku rindukan.

"Maaf saya cuekin kamu seharian ini."

"Huaaaaa!! Iya bapak kejam banget cuekin aku terus!"

Pak Linggar terdengar terkekeh, lalu dia mengecup puncak kepalaku tanpa aku duga. Aku semakin mengeratkan pelukan ini. Tapi ga lama, karena setelahnya aku menarik diri menjauh.

Pak LinggarWhere stories live. Discover now