17. akhir (tak) bahagia

22.8K 2.2K 15
                                    

semoga suka 🦋✨

happy reading !!

***

RHETA POV

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

RHETA POV

Mba Riri di kebumikan tepat pukul 10 pagi. Awan yang biasanya cerah, dari kemarin malam terus menurunkan hujan rintik-rintiknya. Seolah ikut berduka dengan kami.

Lengkap dengan pakaian serba hitam, aku berdiri di belakang Arumi dan Alya sambil memegangi payung agar mereka tidak ke hujanan.

Arumi terus menangis di depan gunukan tanah milik mba Riri itu. Dia memeluk erat batu nisannya. Belum rela kalau harus hidup sendirian mulai hari ini.

Diam-diam air mataku menetes lagi. Sedih banget dan rasa sedihnya ga hilang-hilang.

"Mi, udah yuk. Kita pulang dulu. Hujannya makin deres." Alya berkata setelah kami kode-kodean lewat mata.

"K-kalian aja yang pulang."

Tapi dia butuh istirahat. Aku yakin badan Arumi pasti sudah sangat lelah. Dari kemarin dia nangis terus.

"Besok kita bisa dateng ke sini lagi Mi. Gue sama Rheta pasti temenin kok."

Alya berusaha membujuk Arumi. Tapi tidak mempan. Akhirnya aku ikutan berjongkok. Mulai kasih pengertian ke dia.

"Mi, kita harus pulang. Ada dedek bayi yang nunggu di rumah sakit. Kalo lo maksa hujan-hujanan di sini, terus lo drop, nanti siapa yang mau rawat dedek bayinya?"

"Mba Riri udah percayain anaknya sama elo."

Air mata Arumi menetes semakin deras tanpa suara. Bahkan pita suaranya udah ga bersuara lagi, kecapekan kemarin dia banyak meraung-raung terus.

Jangan sampai deh dia beneran sakit karena terlalu larut dalam kesedihannya.

"Mau ya?" tanyaku lagi.

Arumi pun mengangguk meski pelan, tak rela.

"M-mba, Umi pulang dulu ya... Maaf ga bisa nemenin di sini. Hiks."

"A-ada ponakan Umi yang harus Umi jaga."

Sial. Air mataku meluncur satu, saat dengar ucapan Arumi barusan.

"U-umi pamit mba." Arumi bergerak mencium batu nisan itu untuk beberapa saat.

"Sini gue bantu." Alya yang mempapah Arumi.

Sementara aku tetap memegang payung untuk mereka. Tidak peduli jika justru pundakku sendiri yang kebasahan. Kami bertiga jalan keluar area pemakaman yang sepi itu.

***

Sampai di rumah Arumi. Tidak seperti kebanyakan rumah duka, yang akan banyak orang yang melayat. Rumah Arumi nampak sepi-sepi aja. Tanpa ada sanak saudara atau tetangga yang berbela sungkawa.

Pak LinggarWhere stories live. Discover now