6 - Kania

800 179 58
                                    

6

Pertanyaan pertama yang terbersit di benak Kania adalah bagaimana. Bagaimana Kekaisaran Dyre mampu menerobos perbatasan Reibeart? Pelabuhan sudah lama ditutup sejak musim dingin lalu dan teritori laut Reibeart dijaga ketat oleh armada kerajaan. Akses melalui darat juga sudah ditutup, menolak kunjungan politik maupun dagang dari negara lain. Dinding Reibeart, hingga detik ini, sukar ditembus. Orang-orang tidak keluar masuk kapanpun hati mereka mau. Dan mengingat reputasi buruk Kekaisaran Dyre—Kania tidak akan terkejut apabila mendapati mereka memaksa masuk, meninggalkan darah sepanjang lautan dan jalanan ibukota. Kania menggigil ngeri.

Pertanyaan kedua adalah apa yang dilakukan Kekaisaran Dyre di tanah Reibeart. Kedua kerajaan telah saling memutus hubungan kerja sama di berbagai bidang kehidupan berabad-abad yang lalu. Reibeart yang menjunjung tinggi harga diri tidak dapat menerima kebudayaan poligami kekaisaran. Jikalau ada satu hal yang kekaisaran dapat tawarkan kepada Reibeart, setelah berabad-abad perang dingin, maka Kania meyakini hal tersebut sebagai negoisasi.

Perang akan meletus cepat atau lambat, kabar itu merambat seperti kilat ke sepenjuru dunia. Kekaisaran tidak mungkin membiarkan Waisenburg memperoleh kemenangan tanpa perlawanan. Sebab, bagaimanapun, Kekaisaran Dyre adalah poros kekuatan di Dunia Lama sebelum runtuh menjadi legenda belaka. Untuk mengembalikan kejayaan tersebut, mereka harus merenggut kekuasaan itu dari Waisenburg. Dan, Kania menyadari, Reibeart—mantan kepercayaan Waisenburg—adalah pilihan yang tepat. Lebih dari kerajaan manapun, Reibeart mengenali taktik dan strategi Waisenburg, senjata yang diperlukan untuk menjatuhkan kekuasaan kerajaan adidaya tersebut.

Namun, pemikiran itu membawa benak Kania ke pertanyaan ketiga: negoisasi macam apa yang hendak dilakukan Dyre? Sebab, apapun itu, Reibeart pasti kesulitan menyetujuinya.

Mengiringi jalannya menuju pintu kembar ruang takhta adalah dua gugus prajurit berzirah hitam merah, menggenggam panji-panji hitam pekat. Lambang Kekaisaran Dyre tercetak merah pada permukaan bendera; dua serigala kembar yang mengawal perisai dengan matahari semerah darah, simbol keluarga kekaisaran yang keturunannya tidak pernah putus dari kaisar pertama mereka. Kekuasaan kuno serta absolut, darah yang ditumpahkan untuk dan dari singgasananya.

Ketukan tegas langkah kaki Raphael menarik perhatian para prajurit Dyre. Tubuh-tubuh kekar berbalik dan tata krama tidak pernah menjadi kualitas utama warga kekaisaran—mereka memandangi Kania dengan ketertarikan yang tidak repot-repot mereka sembunyikan. Kania menegakkan punggungnya, mengangkat dagunya menantang seluruh perhatian barbar itu. Kania dapat membayangkannya, Rosalind atau wanita lainnya tidak akan bertahan barang sedetik pun berjalan di antara sekumpulan pria yang memandanginya seperti santapan malam.

Mereka saling melempar bisik dari satu orang kepada lainnya dalam Bahasa Dyre yang terkesan kasar bagi telinga yang tidak pernah mendengarnya. Raphael menggeram di samping Kania, seolah siap menyalak dan menerjang siapapun yang berani menyentuhnya. Namun, Kania tahu lebih baik—setelah dua tahun lamanya bersikeras mempelajari bahasa Dyre—bahwa mereka tidak memiliki maksud buruk. Mereka mendengungkan sejumlah kata sifat yang mengarah pada pujian meskipun terdengar tengah menyumpah serapah.

Pintu kembar di hadapan Kania terbuka, mengupas pemandangan ruang takhta yang berkebalikan dengan suasana gaduh di luar. Di ujung ruangan, seorang pria jangkung berambut cokelat sewarna karamel sedang berbincang dengan Caiden. Ia mengenakan jubah merah marun dengan tepian emas, sementara hitam lambang Kekaisaran Dyre terbentang gagah di punggungnya. Raut kusut kakaknya jelas tidak menikmati pembicaraan tersebut, duduk gelisah di atas seluruh kemewahan itu. Ibu berwajah pucat berdiri di sisi Caiden, tangannya tersampir di sebelah pundak Caiden sebagai pilarnya berdiri tegak. Jenderal Schiffer, ayah Raphael, dan paman Kania, Gideon Reyes, berdiri menjaga singgasana. Esther dan Katarina berdiri bersisian dengan dinding ruangan, memperhatikan diskusi dari kejauhan.

KANIAOnde histórias criam vida. Descubra agora