54 - Kania

520 141 45
                                    

54

Mereka menerjang pertarungan bagai dua kuasa yang tidak dapat dipisahkan. Melengkapi satu sama lainnya. Sebagaimana Kania menyapu lawan dari kejauhan dan Reagan melindungi punggungnya, setiap titik buta yang mustahil dirinya raih. Selayaknya terang kepada kegelapan. Bulan terhadap matahari. Surga dan neraka. Kania tidak mampu mendeskripsikan gejolak yang meletup di dalam pembuluhnya. Anomali abstrak dalam diri Kania. Mereka seakan menghidupi kembali dansa pertama mereka di Reibeart. Sempurna, hampir magis.

Kendati demikian, Kania tidak tahu sejauh apa kekuatannya dapat menghalau gelombang demi gelombang lawan yang berdatangan. Reagan tampak tidak goyah—seakan ia mampu menghadapi ribuan prajurit sekaligus. Namun, Kania paham bahwa mereka tidak dapat membiarkan diri mereka di tengah-tengah medan perang, dikepung terus menerus dari seluruh arah mata angin. Tujuan mereka William. Mereka harus melangkah maju.

Berapa banyak pasukan Zahl William, Kania bahkan tidak lagi peduli berhitung. Apa yang berputar di benaknya kini hanya dua hal. Satu, William jelas telah mempersiapkan perang ini dari lama dengan siasat buruk Malakha di balik tirai. Berapa banyak prajurit yang dijadikan percobaan kegilaan ini—Kania tidak berani bertanya. Sekalipun para Usha mengusahakan segala cara menahan para prajurit Waisen itu, mereka berdatangan dari hutan tidak ubahnya air bah. Membabi buta membawa kematian tidak peduli tangan buntung atau luka menganga. Mayat hidup.

Dua, Kania menyadari dari sebersit lirikannya bahwa William mengendalikan prajuritnya dengan pedangnya. Ayunan yang menyerupai bagaimana Kania menggunakan Zahlnya. Dari bayang-bayang, dari kegelapan tempatnya bersemayam, kekuatan sang Malaikat mengendalikan kehendak para prajurit malang itu. Kania tahu. Sebab, ia mampu merasakan kekuatan serupa miliknya bersumber dari pedang serba hitam di tangan William.

Itu hanya berarti satu hal. Apabila sang Malaikat mampu mengendalikan prajurit-prajurit ini, tidak memungkiri kemungkinan bahwa Kania pun dapat mengendalikannya.

Jangan coba-coba. Suara sang Malaikat bergetar langsung ke dalam benaknya. Kania mampu menerka kebenaran dari asumsinya.

Punggung Kania menemui milik Reagan. Pria itu berujar, "Mereka seakan tidak ada habisnya."

Kania memindai medan pertarungan. Sesungguhnya, adalah hal baik menarik perhatian para prajurit ber-Zahl ke arah mereka. Petra dan yang lainnya dapat memfokuskan perhatian ke sekutu Waisenburg lain yang tidak kalah banyak. Czian, Brauv, Fhraeron, dan Erohac. Dari ujung matanya ia mendapati Petra menebas leher seorang Erohac sebelum Ajax menikam prajurit Brauv yang mengincar punggung kakaknya.

"Kita tidak bisa terus membunuh seperti ini."

Langkah ringan Reagan mengelak dari sabetan seorang prajurit. "Apa kau punya ide lainnya?"

"Aku memiliki ide lainnya—" Dengan sentakan tangannya, Kania menumbuhkan akar menjalar, menahan pergerakan prajurit tersebut, "tetapi aku tidak yakin apa aku sanggup melakukannya."

Reagan cekatan menikam prajurit itu, kemudian mengayunkan pedang ke tiga prajurit lainnya. Punggung pria itu kembali menyentuh belakang gaun Kania. "Bila itu dirimu—aku percaya kau dapat membuatku terkejut."

Kania tidak mampu menyembunyikan senyumannya. Segera saja Kania menciptakan lebih banyak akar menjalar, menahan beberapa lapisan pertama prajurit Waisen. Cukup untuk menghalau prajurit lain di bagian belakang. Memberikan sedikit ruang bagi Kania dan Reagan bernapas. Suara pertarungan meredam. Dunianya menyusut ke dirinya seorang.

Memejamkan mata, Kania memusatkan perhatiannya pada untaian tipis benang yang membentuk materi di sekitarnya. Alam: pohon, tanah, angin. Bukan. Kania menjelajah lebih jauh, benang lain yang membangun anatomi manusia. Benang merah yang dihancurkannya tiap kali meremukkan jantung prajurit di hadapannya. Namun, jantung mereka tidak lagi berdetak. Eksperimen yang dilakukan Waisenburg terhadap mereka, sesungguhnya, telah merenggut jiwa mereka. Kania menghirup napasnya tajam, melanjutkan perjalanannya. Ia menelusuri—menemukan satu wilayah dalam jaringan otak mereka, dibentengi oleh kabut keunguan.

KANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang