40 - Ragnar

572 144 57
                                    

40

Cahaya pertama pagi hari menyelip masuk dari tirai jendela. Duke membuka mata—bukan berarti ia bangun dari lelapnya. Semenjak berada di bawah kendali tangan Raja William, Duke tidak pernah benar-benar tertidur. Tubuhnya kerap menolak untuk beristirahat, menganggap sekelilingnya sebagai medan perang di mana ia harus terus terjaga. Ia, bagaimanapun, menyusup masuk ke dalam ranah musuh dan, oleh karenanya, harus berhati-hati membawa dirinya.

Empat belas tahun lalu, meskipun William tampak puas dengan kepala pengkhianat yang dipeluk Duke sepanjang pelayaran dari Cardinia menuju Waisenburg, pada mulanya, pria itu sukar percaya kepadanya. Siapa ia—bocah Dyre yang kebetulan memercikkan bakat bertarung dan menggorok leher salah seorang pengkhianatnya bersama Stravos? Bahkan Duke sendiri harus berpikir dua kali menerima sosok misterius seperti dirinya. Tetapi, otak pintar William tahu bahwa hari itu di ruang singgasananya, Duke tidak akan cuma-cuma mengumbar rahasianya.

William kemudian menempatkan Duke bersama sekumpulan bocah berbakat lainnya, terdiri dari yatim piatu dan anak terbuang di Waisenburg. Mereka dibesarkan, dimaksudkan untuk menjadi tangan kanan William kelak. Tidak ada hari yang mereka lalui tanpa latihan kejam serta penyiksaan; semua yang dibutuhkan sebagai pembunuh berdarah dingin, anjing sang Raja. Entah berapa kali tulang Duke patah, wajah memar-memar, atau harus menjahit sendiri luka di sekujur tubuhnya—Duke memahaminya sebagai sebuah kompetisi. Di mana supaya menjadi pemenang di ruang bawah tanah kelam itu, ia harus mengalahkan sembilan anak lainnya. Tidak setetes pun air mata keluar dari pelupuknya. Tujuan besar membutuhkan pengorbanan besar.

Ia menjadi yang terunggul, terkejam, dan terkuat. Demi menghilangkan kecurigaan William terhadapnya, Duke menunjukkan apa yang William inginkan. Bocah yang berhasil dicuci otaknya, setia hanya kepada tujuan terkutuk sang Raja. Tiga dari temannya mati dibunuh Duke atas perintah William, dibuang dari kompetisi sekejap mata. Prajurit Waisenburg tidak lagi menganggapnya manusia. Sementara di mata William, Duke adalah maha karyanya. Keberadaan Duke menjadikan William tidak ubahnya dewa, menciptakan mesin pembunuh yang melebihi segala ekspektasinya.

Dengan kepercayaan William terhadapnya, tiada misi yang gagal Duke laksanakan. Ia teringat akan satu misinya di usia delapan belas tahun. Misi yang menyadarkan kepadanya sudah terlambat baginya bermimpi indah, bahwasanya ia tidak memiliki waktu tersisa untuk hal trivial seperti cinta. Ia memiliki satu tujuan dalam hidupnya dan dengan senang hati membayarnya melalui darah.

Kala itu Waisenburg baru saja menciptakan hubungan kerja sama dengan Czian secara diam-diam. Czian mengirim Ling sebagai delegasi mereka, wanita yang tujuh tahun lebih tua dari Duke, tampak manis dan polos. Tipikal wanita yang senantiasa tersenyum mendengarkan lelucon konyolmu. Menjerat pria di sekelilingnya dengan pancaran lembut pembawaannya. Perintah William lugas; mengakrabkan diri dengannya, mengorek informasi apakah Czian betul setia kepada Waisenburg, lalu bunuh. Mudah, pikir Duke.

Dari pengamatannya, Duke berasumsi bahwa Ling juga memiliki misi yang sama. Para Czian berniat mengorek informasi krusial Waisenburg melalui Duke—kepercayaan sang Raja. Mereka saling menarik satu sama lainnya sembari menyimpan pedang masing-masing di balik persembunyian. Mereka menjalin kedekatan selayaknya sepasang kekasih kendati saling tahu bahwa mereka berniat membunuh satu sama lainnya. Ketika tiada satu mata pun mampu mengintip, telinga yang dapat mendengar, gairah meledak bagai meriam peperangan.

Malam terakhir Ling mengembuskan napasnya, wanita itu menyandarkan kepala pada dada Duke. "Bagaimana jika kita pergi, meninggalkan ini semua, menciptakan identitas baru?"

Sekujur tubuh Duke membatu. Untuk sepersekian detik singkat pertimbangan itu terdengar masuk akal. Hatinya membuka kendati sempit. Hanya untuk Ling. Tetapi, ia delapan belas tahun. Ling dua puluh lima—dan wanita itu jelas tahu bagaimana memesona pria-pria muda. Mereka kembali bercinta, uap menerpa jendela malam musim gugur.

KANIAWhere stories live. Discover now