25 - Reagan / Kania

748 162 45
                                    

   25           


Suatu kala pengalamannya mempertaruhkan nyawa di Koloseum Dresden, Reagan dan empat pria lainnya pernah dijebloskan ke kandang singa. Satu ekor singa perkasa, sengaja didatangkan dari Erohac, untuk masing-masing petarung. Salah satu pertarungannya yang tak hanya membekas di benak Reagan, tetapi juga brutal. Tangannya gemetar diantar menuju kandang singa, entah karena ketakutan teramat sangat atau adrenalin yang menggila melihat deretan taring serta cakar tajam kelima singa. Pada akhirnya, meskipun luka-luka, babak belur, dan patah tulang, Reagan menjadi pemenang tunggal tahun itu.

Ketika Kania menyebut nama lengkapnya, gigil dingin yang sama menjalari tulang punggungnya. Ia telah melakukan kesalahan besar, terjun sukarela ke kandang singa.

Bukan berarti Reagan asing terhadap amarah wanita. Guru sejarahnya dahulu adalah wanita tua bergaris mulut tegas, tidak pelit memecut telapak tangannya dengan tongkat. Pipinya juga pernah ditampar kekasih pertamanya, kecewa karena Reagan tidak dapat memberikan selamanya seperti yang diharapkannya. Ia tidak ahli menghadapi wanita, bermulut manis untuk menyenangkan hati mereka, makhluk pelik satu itu.

Namun, amarah Kania meranggaskan sesuatu dalam dirinya, seakan-akan seketika ia kesulitan bernapas, satu organnya diterkam singa. Bahkan tidak Valentina sekalipun pernah menyebut lengkap namanya. Menyaksikan pedih tatapan Kania membuat jantung Reagan berdecit sama. Raut wajahnya berubah kaku, sudut bibirnya terpahat dari marmer paling dingin. Kania tidak perlu mengangkat barang satu jari pun untuk menyadarkan Reagan bahwa ia telah melakukan kesalahan besar.

Saat punggung elok Kania meninggalkan ruangan, suara bedebam pintu kian mengukuhkan kesalahan Reagan.

Ajax bersiul. "Luar biasa," sahutnya.

Tatapan Reagan mencatuk wajah Ajax, seketika menyesali keputusannya menyelamatkan nyawa pria itu sembilan tahun lalu di koloseum. "Itu bukan urusanmu."

Dorian menimpali, "Saya tahu masalah ini di luar andil saya, tetapi saya merasa sebaiknya Anda meminta maaf kepada sang Ratu, Yang Mulia."

"Kau juga?"

"Sekalipun aku tidak selalu sependapat dengan Dorian," Ajax mengangkat kedua bahunya tidak acuh, "kali ini aku setuju. Kau harus meminta maaf kepadanya. Kania wanita yang menyenangkan, kau tahu."

Hal terakhir yang diinginkan Reagan adalah mendengar kalimat itu keluar dari mulut Ajax. Kania wanita yang menyenangkan, kau tahu—seolah-olah Reagan tidak menyadarinya terlebih dahulu. Suasana hatinya memburuk, terjun dengan cepat ke sebuah palung tidak bernama mengingat senyum manis yang Kania lemparkan kepada Ajax. Sementara sikap wanita itu terhadapnya bagai seorang jenderal yang siap meniup terompet perang.

"... misalnya, bunga, perhiasan, atau gaun. Wanita selalu menyukai hadiah. Itu apa yang Anda sarankan kepada saya, Yang Mulia—"

Reagan cepat memotong kalimat Dorian. "Mari," ia menarik napasnya panjang, "kita selesaikan urusan di hadapan kita terlebih dahulu." Itu benar. Lagipula, ia sudah terbiasa dengan amarah wanita. Sekalipun di benaknya terus berkelebat kepedihan di wajah Kania—tiada yang dapat diselesaikan dengan beban kerja segunung.

Keesokan paginya, ia mendapati dirinya dibantu tukang kebun memetik bunga mawar. Ia menyerahkan seikat bunga itu kepada Tonya mengetahui Kania sengaja menghindarinya. Esoknya, sekotak pensil sketsa, sebab dari jendela ruang kerjanya, Reagan kerap menangkap Kania menggambar di waktu luangnya. Selanjutnya, kalung bertakhtakan berlian sepekat rambut Kania, yang dipesannya langsung dari wilayah utara Dyre. Wanita selalu menyukai hadiah. Seharusnya, segala hadiah itu berarti banyak dibandingkan setangkai gulali yang Reagan belikan dua tahun lalu.

KANIAWhere stories live. Discover now