38 - Kania

605 141 22
                                    

38 


Kania duduk termenung, satu tangan di dagu, memandangi jalanan berliku Ansburgh. Seminggu sudah berlalu semenjak hari pertama ia melatih Zahlnya bersama Ignatius. Hari-harinya diisi dengan beragam berbagai latihan mental dan fisik, membuat Kania seketika ambruk di kasurnya malam hari. Membobardirnya dengan banyak pengetahuan baru mengenai kekuatannya, penemuan-penemuan luar biasa yang Kania tidak tahu mampu dirinya lakukan. Seakan-akan Ignatius berharap Kania mampu terjun ke peperangan yang dimaksudnya dalam waktu sekejap.

Pernah suatu hari Kania bertanya apakah Ignatius melatih Reagan seperti ini dan pendeta tua itu menjawab bahwa Zahlnya spesial. Setiap pengguna Zahl memiliki cara tersendiri dalam mengasah senjata mereka. Zahl Ofensif menekankan pada fisik penggunanya; kelincahan, ketangkasan, serta kekuatannya. Zahl Penyembuhan menitikberatkan pada kehidupan penggunanya, memerlukan emosi tenang dan mampu melewati tekanan. Sementara itu Zahl Kehancuran memangsa pikiran pengguna, semakin tajam pikiran seseorang, maka kian masif kekuatannya.

Hanya saja, mengandalkan pikiran belaka membuat pengguna Zahl Kehancuran rentan terhadap serangan jarak dekat. Ignatius berpendapat Kania perlu tahu cara membela dirinya sendiri, tetap memusatkan fokus sekalipun berada satu tarikan napas dari bahaya. Sehingga atas perintah pendeta tersebut, Ajax akan melatih tinju dan kuda-kuda Kania begitu sore datang, yang mana merupakan kelemahan terpendam Kania. Langkahmu seperti penari, bukan petarung, dengus Ajax—sebelum dengan satu sentakan tangannya, Kania menjungkirbalikkan pria besar itu ke atas permadani rumput, menekankan pedang kayu ke tenggorokannya.

Setelahnya Ajax tidak lagi bercanda mengenai langkahnya.

Tetapi, sesuatu terasa tidak tepat di satu sudut pikirannya. Tidak ubahnya potongan teka-teki yang dipaksa melengkapi gambaran lebih besar. Kendati konflik petani di Birgham berhasil dikendalikan, Reagan dan Dorian kini tengah terjun langsung menangani permasalahan waduk di Reburn. Kania menyakinkan Reagan untuk pergi supaya penduduk Reburn tahu bahwa sang Kaisar bukan entitas tidak tergapai yang duduk di singgasana, melainkan juga sesosok manusia seperti sepenjuru rakyat Dyre. Reagan akan kembali tepat waktu menyambut Reibeart di Dyre—dan entah bagaimana, pergolakan di Dresden memuncak seiring detik-detik kedatangan Reibeart. Seolah penduduk Dresden menunggu saat sempurna menahbiskan Katarina sebagai pemimpin baru mereka. Mengerahkan seluruh propaganda kubu oposisi kelak.

Kami menginginkan Dyre Baru. Kania menyadari, sekalipun mereka memadamkan bara api, semangat itu lebih kekal dari yang ia kira.

Pertanyaannya adalah bagaimana menegosiasi masalah ini dengan Katarina. Keluarganya tengah berlayar entah di laut mana dan mustahil merpati pembawa surat mampu menemukan mereka.

"Mata di buku, Yang Mulia." Manik hijau Ignatius mengintip dari balik kacamatanya. Duduk tepat di seberang Kania, ia kembali menggores pena bulu ke kertas. "Mata di buku."

Kania melirik judul halaman yang tengah ia baca, Seni Dimensi. "Bukankah ini mantra yang berbahaya, Pendeta? Aku yakin bahkan ibuku sangat berhati-hati saat melafalkannya."

"Berbahaya, ya," ujar Ignatius, "seseorang mungkin saja terjebak di dalam pintu dimensi yang diciptakannya. Tetapi, lagi, semua kekuatan memiliki bayarannya. Konsekuensi. Sekalipun Anda hanya melayangkan sebatang pensil."

Kania mengembalikan perhatian pada buku di hadapannya. Huruf-huruf kuno Dyre yang kian ia baca semakin tidak masuk akal. Hari ini dengan awan gelap menggantung di seantero Ansburgh, Ignatius mengurungnya di ruang kerjanya mempelajari buku-buku tebal mengenai Zahl Kehancuran. Bahkan Kania sendiri memiliki batas toleransi atas pelajaran yang mampu diterimanya. Terutama dengan konflik di Dyre kini. Ia mendongak, "Kau sudah hidup delapan puluh tahun. Kau melihat berbagai kaisar naik dan turun dari takhta Dyre. Apa kau berpikir sang Kaisar mampu mempertahankan takhtanya, Ignatius?"

"Sepanjang pengetahuanku, menguasai sebuah kerajaan dan mempertahankan kekuasaan  adalah dua hal berbeda. Apa sang Kaisar dapat mempertahankan kekuasannya itu tergantung bagaimana ia mengatasi masalah tersebut."

"Aku mendengar dari Dorian bahwa mereka memilih Reagan. Cerita mengenai pahlawan yang bangkit dari panti asuhan, memanjat tangga sosial dan menjadi kepercayaan Kaisar Cicero. Reagan memiliki seluruh dukungan itu—dan kini mereka seakan tengah menjilat ludah sendiri."

"Banyak kaum bangsawan tidak menyukai cara sang Kaisar memimpin, Yang Mulia. Beberapa masih mengharapkan pemimpin boneka seperti Kaisar Cicero. Dan, seperti yang Anda ketahui, para bangsawan masih memiliki pengaruh kuat terhadap wilayah yang mereka kuasai. Mudah bagi mereka menggiring opini rakyat jelata."

"Namun, Cincin Dyre ada di tangan sang Kaisar. Mengukuhkan kekuasan sang Kaisar. Satu-satunya warisan Xerxes yang diperebutkan hingga sekarang. Lambang pemimpin yang sah."

"Cincin," Ignatius mendengus. "Terkadang, aku bertanya-tanya apakah cincin itu pertanda kekuatan atau keruntuhan. Dyre jatuh bangun memperebutkan cincin itu, Yang Mulia. Bagaimana menurut Anda?"

Kania menghirup napasnya. "Aku berpikir seharusnya cincin itu tidak menjadi penentu kekuasaan seseorang, Pendeta. Bukan kelahiran atau benda warisan yang menjadikan seorang penguasa berhak atas takhtanya. Cincin itu seharusnya tiada."

Senyum berkelebat pada bibir tipis Ignatius, di balik janggut putihnya. "Kalau begitu, Yang Mulia, Anda tahu apa yang harus Anda lakukan." Ia kembali melirik buku di hadapan Kania.

Kania juga mempelajari bahwa Cincin Dyre merupakan satu dari tiga instrumen untuk membangkitkan Malakha. Cincin yang dihadiahkan sang Malaikat kepada Xerxes sebagai simbol atas kontrak dan perjanjian mereka. Di mana sang Malaikat berjanji mempersembahkan tanah luas nan makmur kepada Cicero dan sebagai gantinya menjadikan keturunan keluarga Kekaisaran wadah bagi sang Malaikat memanifestasikan dirinya. Tanpa tubuh, kekuatan sang Malaikat tidak mencapai titik sempurna.

Itu hanya berarti jalan bagi Kania adalah mengikuti perang. Martir untuk menghentikan pertarungan ini selamanya. Dan Kania tidak sama sekali keberatan, ia tahu sedari lama kekuatannya tidak dimaksudkan memiliki tempat di dunia yang dikenalnya. Ia tahu, detik kala William memandanginya sebagai ancaman, bahwa Kania satu-satunya yang mampu menghentikan rencananya. Tapi, apa kata Reagan? Kania sendiri tidak yakin pria itu akan mengizinkannya terjun ke peperangan, sesiap apapun dirinya.

Pandangan Kania kemudian jatuh pada potret kecil terpajang pada rak buku Ignatius. Berbingkai apa yang tampak seperti bingkai buatan sendiri. Dari ranting kayu, bunga, dan kupu-kupu yang diawetkan. Tampak Ignatius kerap membersihkan kaca tersebut secara berkala, sehingga Kania mampu melihat jelas tiga bocah laki-laki yang tersenyum ke arah pelukis.

Kania mengenali salah satunya, kerlingan nakal yang berhasil sang pelukis gambarkan pada kedua mata abu-abunya. Reagan, tampak jauh lebih muda dengan tungkai-tungkai pendek dan pakaian kusut seusai berlari. Di sampingnya, bertubuh pendek dibandingkan dua bocah lainnya adalah Dorian, menyembunyikan setengah badannya ke balik punggung Reagan. Alisnya melengkung sedemikian rupa seakan tidak senang dilukis. Sepasang maniknya malu-malu membalas sang pelukis.

Bocah terakhir membawa dirinya seperti remaja tiga hingga empat tahun lebih tua dari laki-laki lain di potret itu. Ia tersenyum sopan, sebelah tangannya melingkar seputar bahu Reagan. Dominicus Ragnar, benak Kania menjawab, kakak kembar Reagan. Nyaris sulit dibedakan jika bukan karena sepasang manik hitamnya.

"Ragnar—" mulai Kania, "—kakak kembar sang Kaisar. Apa dia sudah meninggal?"

Tatapan Ignatius menemui milik Kania. Kasih sayang meruap beberapa detik sebelum pengendalian diri mengambil alih. Namun, Kania mengerti ada setitik rasa penyesalan di balik permukaan matanya. "Tidak," ucapnya. "Tetapi, kini ia memihak Waisenburg. Dan itu sama saja seperti meninggal bagi sang Kaisar."

"Sekarang, Yang Mulia," dengan pena bulunya, Ignatius menunjuk buku di hadapan Kania, "adalah waktunya belajar." []

Percakapan dan percakapan lagi :') Di sini Kania mempelajari kalo Ragnar ternyata ga mati yah

aku akan upload lanjutannya sesegera mungkinn! 

KANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang