9 - Ragnar / Reagan

788 175 50
                                    

9

Republik Whiteford
Pangkalan Militer Waisenburg—

              Gonggongan anjing penjaga di pintu masuk markas selalu berhasil melempar benak Duke ke memori dua puluh tahun lalu. Ia jarang menampakkan ekspresi pada raut mukanya, memasang wajah kaku untuk sebagian besar waktu. Permukaan beku yang sukar ditembus orang-orang. Bukan karena ia pria penuh emosi, menyembunyikannya di balik persona dinginnya. Hanya saja—ia terlampau mati rasa untuk merasakan satu hal pun, seakan-akan hatinya melumpuh.

              Tetapi, berdiri di menara markas, memandangi empat anjing hitam menyalak galak pada seorang pembawa pesan seketika mencuri seluruh udara dalam paru-parunya. Tangannya mencengkeram bingkai jendela lebih keras dan, jika bukan karena kemahirannya mengendalikan diri, genggamannya dipastikan dapat mematahkan kayu tersebut. Ia menghirup napas dalam-dalam, berusaha menjinakkan gelora amarahnya yang mengetuk pintu merah Zahlnya.

              Dari sekian banyak hal di dunia, gonggongan anjing satu-satunya yang mampu membangkitkan sosok tujuh tahunnya, bertangan mungil serta tidak berdaya. Duke memejamkan mata dan di sana ia, di ruang takhta Kastil Dresden, berdiri dengan pedang seorang prajurit di batang lehernya, dipaksa menyaksikan kematian adik perempuannya. Mimpi buruk yang berkali-kali menyerbu tidurnya hingga ia mengingat persis setiap detail peristiwa hari itu.

              Genggaman sang Kaisar kasar menahan lengan ramping ibunya, Siora, memaksa wanita malang itu menonton detik-detik kematian anak perempuannya. Cyrilla meronta dan memberontak melihat langkah pelan kelima anjing haus darah di hadapannya menghapus jarak—memberikan pertunjukan yang diinginkan penghuni kastil. Adik perempuannya menyeret dirinya menjauh, belenggu di kedua kakinya menggesek lantai marbel kastil. Namun, Cyrilla bukan lagi manusia dengan kehendak bebasnya; hidupnya kala itu dikendalikan oleh rantai kekang algojo kekaisaran, Hawke.

              Duke mampu mendengarnya, taring tajam kelima anjing itu mengoyak jaringan kulit adiknya. Aroma menyengat darah menguap di udara ruang takhta. Jeritan kesakitan Cyrilla meminta tolong dibalas tawa membahana penghuni kastil, selir-selir Kaisar, para menteri korup, serta putra Kaisar lainnya. Bagi mereka, nyawa adik perempuannya tidak berharga. Siora meraung, merangsek maju dari cengkeraman sang Kaisar hanya untuk diinjak selayaknya binatang di bawah kaki sang Kaisar.

              Di sisinya, Reagan menggeliat dan menangis amat kencang, ditahan seorang prajurit berbadan besar. Duke, tidak pernah pergi tanpa perlawanan, menendang dan menggigit, berusaha lolos dari kungkungan prajurit di balik punggungnya. Duke merentangkan tangan sepanjang mungkin, meraih tangan berdarah Cyrilla yang telah kehilangan segala harapan. Tidak lagi meminta diselamatkan, hanya meminta Duke mengakhiri penderitannya. Jeritan adiknya memelan—musnah setelah ratusan gigitan.

Siora tidak sampai hati memandangi daging dan tulang yang semula anak perempuannya, meringkuk gemetar dekat singgasana. Tangan brutal sang Kaisar menjambak helai platina Siora, berkata dengan kepelanan yang disengaja supaya setiap nyawa di ruang takhta itu mampu mendengar:

"Anggap ini sebagai pelajaran, sebagai pengingat ketika kau berniat menjadi jalang pria lainnya," ujar sang Kaisar, lalu meludahinya. "Kau pikir kau dapat mengelabuiku? Aku akan membunuh, memburu semua anak harammu."

Seminggu kemudian, Siora ditemukan Reagan menggantung diri dari jendela kamarnya. 

Ketukan tegas pada pintu memenuhi ruangan. Seorang prajurit Waisen menampakkan kehadirannya, memberikan salut sempurnanya. "Pesan, Yang Mulia Raja, dari Reibeart."

William Wahrforce Waisenburg mengibaskan tangan kirinya, membubarkan tiga orang dokter Whiteford yang mengitari tangan buntungnya seperti semut mengelilingi gula. "Apa kali ini?"

KANIAWhere stories live. Discover now