28 - Reagan

670 154 29
                                    

28 - Reagan

Sembari mengelilingi gelap perimeter terluar lumbung gandum, mata Reagan cergas memindai pasukan bersenjata dekat pintu masuk. Kejanggalan menyentak pemikirannya. Untuk ukuran markas pemberontakan, mereka mengalokasikan sedikit penjaga di depan. Tiga—empat orang? Pasukan yang dibawanya jelas menang jumlah. Reagan mengedarkan pandangannya ke hutan sekitar, mengantisipasi serangan mendadak dari para pemberontak yang bersembunyi di balik kegelapan. Mencari setitik saja berkas pedang dan hawa membunuh. Nihil.

Suasana senyap hutan membangkitkan kesiagaannya. Insting yang ditempa dari bertahun-tahun pertarungan, memberikan rasa resah di sudut benaknya. Seakan-akan sesosok hantu menodong punggungnya dengan pisau, namun sebesar apapun usahanya, ia tidak mampu menangkap dari mana hantu tersebut berasal. Mata Reagan kembali beralih pada lumbung gandum di hadapannya yang dari celah jendelanya, remang lilin menyesap keluar. Sinar jingganya menarik Reagan selayaknya kunang-kunang terhadap cahaya.

Apapun kegelisahannya, bagaimanapun keresahannya—Reagan meyakini bangunan di hadapannya menyimpan rahasia yang dibutuhkannya. Sehingga, ia mempercepat langkah, menyamai temponya dengan prajurit pengintai di paling depan. Prajurit itu berheti di bagian belakang bangunan, beberapa peti kayu ditumpuk sehingga memungkinkan mereka memanjat, masuk dari celah jendela lantai dua. Tangan Reagan menghentikan tindakan prajurit itu memanjat peti ketika genderang telinganya mendengar kedatangan dua pemberontak dari balik hutan. Seusai buang air kecil.

"Aku bersama dua orang lainnya akan masuk. Kau urus mereka dan amankan hutan sekitar," pinta Reagan. Lalu, ia beralih kepada prajurit lainnya, "Kau, jaga di sini. Bersiap memberi Ajax aba-aba."

Dengan anggukan cepat, mereka menghambur megikuti perintahnya. Reagan mulai memanjat. Di puncak peti, Reagan memberikan isyarat kepada dua prajuritnya untuk diam di tempat mereka berada. Ia segera merapatkan punggung pada dinding kayu lumbung, menyamarkan diri dalam bayang-bayang sementara matanya mengintip ke dalam lumbung, memetakan denah bangunan tersebut.

Lantai dua lumbung menyerupai balkon yang menempel pada setiap sisi bangunan. Sejauh penglihatan Reagan, ia menangkap empat penjaga mengitari lantai dua, masing-masing membawa bayonet. Senjata paling ampuh digunakan untuk menjaga tawanan serta menjaga jarak dalam pertarungan. Melengkapi genggamannya dengan belati, Reagan melompat masuk ke dalam lumbung. Segera membaur di balik tumpukan gandum dekat jendela. Menanti salah seorang penjaga masuk ke dalam jangkauannya.

Pandangan pertama pada ujung sebuah bayonet, Reagan menarik moncong senapannya hingga penjaga tersebut hilang keseimbangan, oleng ke arahnya. Membekap mulut penjaga tersebut, Reagan dengan cepat merobek pembuluhnya. Kemudian, menyembunyikan jasadnya di balik tumpukan gandum. Reagan memberikan aba-aba bagi dua prajuritnya lanjut memanjat, memerintahkan mereka untuk mengamankan sayap kiri lumbung.

Seperti tercipta dari asap dan kegelapan, Reagan melenggang pergi. Ia merenggut leher penjaga di sayap kanan, memberikannya sabetan bersih kematian sebelum ia sempat berseru. Reagan mendongakkan kepala ke seberang, mendapati kedua prajuritnya berhasil mengamankan sayap kiri. Sembari mengelap darah dari belatinya, Reagan berhati-hati meniti tepi lantai dua, mengamati lantai di bawahnya. Ada sesuatu yang tidak tepat. Di samping sembilan tawanan, hanya ada tiga pasukan bersenjata yang berjaga. Reagan bahkan meyakini bahwa penghuni markas malam itu tidak lebih dari dua puluh orang. Di mana kepala dari segala pemberontakan ini?

Tepat saat itu, Ajax melancarkan serangan. Seorang pria mendobrak pintu lumbung, menyerukan bahaya, lalu berbalik ke pertarungan di depan. Ketiga penjaga langsung bersiap, berderap keluar mengabaikan tawanan mereka. Reagan segera meraih bayonet berlari menuruni tangga dan menyabet mati penjaga di hadapannya, membangkitkan kesadaran dua penjaga lainnya. Mereka sontak membidik Reagan, namun sebelum sempat meletuskan peluru, nyawa mereka melayang di tangan kedua prajuritnya.

KANIAWhere stories live. Discover now