19 - Reagan

701 169 45
                                    

19

Setelah sekian lama memegang kendali, Reagan kembali menyadari serapuh apa dirinya tanpa tali kekang dalam genggamannya. Ia seakan mewujud jadi sosok kecilnya lagi, bergelayutan di pohon dengan tungkai-tungkai mungil, berusaha mempertahankan nyawanya dari segerombolan anjing pembunuh Hawke. Tidak hanya sekali dua kali Reagan berandai jikalau ia melepaskan genggamannya hari itu, mungkin ia tak perlu menjadi penonton menyedihkan dari kehidupan tragisnya.

Ia mengingatkan dirinya sendiri—berkutat dengan dokumen kenegaraan di tangannya, menanti untuk disahkan—bahwa ia tidak kehilangan kendali; ia seorang kaisar, pemimpin dari jutaan keluarga dan kekuasaan tertinggi di Dyre. Bukankah ini yang ia inginkan setelah kematian Valentina? Namun kemudian, ia mengenali kendali bagai mencicipi candu, di mana dalam memperoleh rasa aman, segala kekuasaan itu tiada lagi cukup melengkapi hasratnya. Ia menginginkan kendali atas dunia. Kendali atas hidupnya sendiri.

Biasanya, siang dan malam ia menyisiri ibukota. Beragam wajah ia kenakan dengan satu tujuan: melacak di mana sumber para pembunuh yang berkeliaran bebas di kota. Hari ini berbeda. Ajax telah menarik kelebihan pasukan dari wilayah-wilayah yang ditaklukannya, beralih mematroli ibukota dan memperketat penjagaan kastil. Ajax berusaha meyakinkan Reagan untuk memercayainya dengan keamanan kota. Kepercayaan bukan sesuatu yang mudah Reagan berikan sepanjang hidupnya. Sehingga, alih-alih atas nama kepercayaan, Reagan memutuskan tinggal di kastil terkutuk itu demi berada di dekat Kania.

Itu adalah akar dari semua keresahannya. Memikirkan kenyataan bahwa seseorang yang mengacaukan kendalinya juga seseorang yang harus ia lindungi segenap napasnya. Bagaimanapun dunia memandangnya, Reibeart tidak boleh lepas dari genggamannya. Kania adalah satu-satunya jaminan dukungan Reibeart menghadapi Waisenburg. Dan kini, lawannya telah merayap lebih jauh dari perkiraannya.

Sebuah ketukan berkumandang melintasi ruang kerjanya. Reagan menemui kerut keheranan Ajax. "Apa itu benar?" tanya komandan perangnya.

Sebelah alis Reagan terangkat. "Tergantung dari apa yang hendak kau tanyakan."

Ajax memindahkan bobot tubuhnya dari satu tungkai ke lainnya, tidak nyaman. "Bahwa kau menemukan siapa pemilik racun itu dan akan membawanya ke ruang pengadilan untuk dihakimi."

Reagan membawa tatapan Ajax mengamati dokumen di hadapannya. "Apa aku tampak seakan memiliki waktu menyibukkan diriku dengan hal lainnya?"

"Tidak," ujar Ajax. "Tetapi—"

Dalam keheningan singkat, pikiran Reagan berputar cepat. Reagan berhenti mencampuri masalah tersebut semalam. Kepalanya sontak mendongak, disambut kesadaran yang sama pada air muka Ajax. Kania.

Sejurus kemudian Reagan berangkat dari duduk, meraih pedang di samping meja kerja. Langkah panjangnya menelan ruangan dan sebelum melalui pintu, ia berseru kepada Ajax, "Pastikan tidak seorang pun keluar dari istana!"

Mengikuti ke mana arah para penghuni kastil bermuara, Reagan mendapati dirinya terjebak dalam arus padat manusia menuju ruang pengadilan. Tidak mungkin. Reagan tahu Kania memiliki segala kecerdasan yang terpancar dari cara wanita itu membawa diri serta tekad baja. Tetapi, ia tidak menyangka Kania mampu menemukan ujung dari benang kusut semudah membalikkan tangan. Atau mungkin, alih-alih menemukannya, Kania menarik sendiri targetnya dengan membisikkan penemuan tersebut dari satu telinga ke telinga lainnya. Sang Kaisar telah menemukan pelakunya. Sang Kaisar akan menggelar pengadilan menghakimi pelakunya. Itu sangat mungkin dilakukan Kania mengingat wanita itu nekat bersembunyi demi menemukan Reagan.

Ruang pengadilan dipenuhi para bangsawan marah. Mengacung-acungkan telunjuk dan cemoohan kepada Kania, berdiri setegak pion ratu dalam papan catur mana pun, melipat tangan di depan dada. Mengabaikan segala umpatan yang keluar dari mulut busuk para bangsawan. Sikap tubuhnya tenang seakan-akan ia tengah mempersiapkan diri untuk berdansa, bukan menghadapi kekacauan di sekelilingnya. Satu-satunya ketenangan di antara kecamuk badai.

KANIAWhere stories live. Discover now