2. Lines Between Perpendicular

2.6K 196 1
                                    

Semester genap sudah umum dengan praktikum dan tugas gambar yang menyiksa. Karena pada semester ganjil lebih ditekankan untuk mempelajari teori sebelum praktek. Arun saat ini adalah mahasiswi semester 6 sekaligus pengantin baru yang telah menikah saat liburan semester 5 lalu.

"Ka ? Gimana ? Udah fix data lo. Udah nentuin main dimensions² nya ?"tanya Shofi.

"Udah. Semalem udah nyicil bikin linesplan juga tapi belum kelar" jawab Arun dibalik buku tebal Multi-Hull Ship karya Victor Dubrovsky.

"Whooot !!!! Gile lo. Gue aja belum dapet ukuran sama sekali. Masih bingung cari nama yang pas. Lo udah gercep aja bikin linesplan." ucap Shofi ngegas.

"Sssstttt...." peringat Arun agar tidak berisik di perpus.

"Eeh ..sorry refleks" kata Shofi dengan nada berbisik.

Arun dan Shofi bersahabat sejak maba (mahasisa baru) saat OSPEK. Arun yang terkenal pendiam dan rajin sangat berkebalikan dengan sifat Shofi yang barbar dan kemrusuh (tukang rame). Entah apa yang menjalari kedekatan mereka. Sampai sekarang pun masih lengket seperti lem dan perangko.

"Nama urus belakanganlah. Cari ukurannya dulu. Dihitung dirancang dulu. Baru dikasih nama."

"No !!! Nggak bisa gituu. Bagi gue kapal itu udah kaya anak. Jadi ya kasih nama dulu baru dirawat dan dibesarkan sepenuh hati" terang Shofi.

"Ya kan sebelum anak lahir lo harus bikin dulu. Ngidam dulu. Lahiran dulu. Baru dikasih nama"

"Hmmmm....begitu ya" Shofi manggut-manggut membenarkan perkataan Arun.

"Eiiiits....bentar-bentar. Bikin dulu ?! Ngidam dulu ?!" Ulang Shofi.

"Tumben lo ikutan gak jelas nanggepin metafora gue" heran Shofi.

Arun tersadar. Mengalihkan pandangannya dari buku dan menatap lurus Shofi di depannya.

"Iya juga." jawabnya singkat dan meneruskan kembali bacaannya dengan cuek.

Shofi merasa aneh sejak awal semester 6 tepatnya sebulan yang lalu. Sebelumnya Arun selalu terlihat lelah dengan mata pandanya karena kerja sambilan dan sering begadang. Arun memang tipe orang pendiam tak banyak bicara.

Namun kini yang Shofi lihat Arun agak berubah. Arun menjadi lebih segar, sering tersenyum, mau menanggapi hal absurd yang dia lontarkan. Dia ikut lega karena perubahan baik itu terjadi pada sahabatnya.

"Lo ada kabar baik apa Ka ?" Shofi penasaran.

"Maksudnya ?"

"Ya gak pa-pa. Gue seneng aja liat lo bahagia. Lo jadi berubah. It's okay asalkan perubahan yang baik."

"Gue berubah ? Apanya ?" Arun tak paham.

"Adalah pokoknya. Nggak usah dijelasin. Gue nggak mau lo jadi pemurung lagi kayak yang kemarin. Udah berapa kali gue bilang ke lo, kalau lo ada masalah nggak usah ragu cerita sama gue. Kalau lo nggak bisa cerita, nangis di depan gue aja juga gak papa asal lo lega. Jangan terus-terusan simpen masalah lo sendiri. Ada gue"

Arun diam. Shofi selama ini menganggapnya sebagai sahabat. Tapi Arun masih ragu untuk berbagi cerita apalagi rahasia pada Shofi walaupun Shofi sering sekali melakukan itu pada Arun. Perannya hanya sebagai pendengar.

"Gue gak keberatan jadi tempat berbagi masalah lo. Tapi gue lebih seneng kalau lo bahagia dan gue jadi orang pertama yang tau." tambah Shofi.

"Thanks. Akan gue coba" balas Arun.

###

Tampak dua orang yang tengah sibuk tidak menikmati liburan mereka sama sekali. Di meja makan yang cukup luas, Arun dan Gara telah di temani tumpukan buku, laptop, dan beberapa kertas coretan.

Sailing With You [END]Where stories live. Discover now