36. Sebenarnya...

1K 103 1
                                    

“Sayang ? kok gelap sih. Lampu rumah mati ya ?” Gara berteriak memanggil Arun.

Ia dikagetkan dengan suasana gelap di dalam rumah. Padahal seluruh kompleks yang ia lewati sepulang dari masjid dalam keadaan terang benderang.

“Arun ? kamu dimana ?” tanya Gara. Ia mengunci pintu rumah dan berjalan masuk sambil meraba-raba serta mengingat tata letak perabotan agar tidak tersandung.

“Astaga. Kamu ngapain jaga lilin disitu ?” tanya Gara heran melihat tingkah Arun.

“Sini. Duduk dulu.” Arun menarik suaminya dan mempersilahkan Gara untuk duduk di kursi tempat makan yang sudah ia siapkan.

Arun mengambil beberapa hidangan yang sudah dimasaknya dari meja dapur, lalu menatanya di hadapan Gara.

“Kamu lagi bikin acara apa ?”

Candle light dinner ala istri idaman.” jawab Arun sambil tersenyum.

“Ya Allah. Kalau kamu pengen kan bisa bilang aku, kita bisa cari restoran di luar sana”

“Nggak. Aku pengennya nyiapin sendiri. Pokoknya mas Gara harus makan masakan aku, bukan masakan orang lain” ujar Arun posesif.

“Iya sayang, kamu bikin aku jadi makin sayang aja”

Beberapa menu mewah terhidang di atas meja makan. Arun memasak banyak lauk. Ada sambal udang balado, rica-rica ayam, tumis kangkung, acar mentimun, telur gulung ala korea, dan lainnya tapi yang pasti harus ada nasi putih yang tidak boleh terlewatkan.

“Enak banget. Kamu nyiapin semua ini dari jam berapa ?” tanya Gara setelah menelan beberapa suapan.

“Sejak tadi siang”

“Kok habis maghrib tadi aku lapar nggak kamu bolehin makan ? katanya belum matang”

“Hehe...ya maap. Kan aku pengennya romantis gini. Habis isya’ bisa lebih lama”

“Tumben banget masak banyak. Ada perayaan apa ?”

“Ada deh pokoknya” Arun tak mau menjawab.

Gara tidak terlalu memikirkan hal itu. Ia sudah sangat bahagia menikmati hidangan yang dimasak Arun. Tak perlu alasan lain karena semua sajian yang ia nikmati terasa enak dan cocok dengan selerenya sebagai penggila masakan cabai. Ia bersyukur menemukan istri yang juga satu selera dengannya.

“Mas mau kemana ?” tanya Arun sedikit khawatir melihat Gara bangkit dari kursinya.

“Ngambil nasi. Aku masih pengen nambah” jawab Gara.

“Sini aku ambilin” Arun merebut piring yang dibawa Gara dan menuju ke dapur dimana rice cooker berada.

“Ini mas. Silahkan dilanjutkan” ucap Arun manis dengan menyodorkan piring.

“Kamu kok pelit. Kurang dong sayang” Gara tak terima dengan sekepal nasi yang ada dipiringnya.

“Jangan makan banyak-banyak mas. Masih ada hidangan penutupnya” ujar Arun.

“Hidangan penutup ? masih ada lagi ?”

“Iya. Pokoknya nanti harus mas Gara habisin”

“Tau gitu aku nggak jadi nambah. Kenapa nggak bilang”

“Nggak papa. Aku yakin lambung mas Gara masih muat”

“Astagaaah. Sebenarnya ada peringatan apa ? atau kamu lagi syukuran karena lulus sidang skripsi ?”

“Boleh juga. Yaa anggap saja begitu” jawab Arun membuat Gara semakin penasaran.

Arun membereskan semua piring dan lauk yang tersisa. Ia memaksa Gara untuk tetap duduk disana saat Gara ingin membantunya. Gara yakin ada yang Arun sembunyikan di dapur. Tapi ia memilih untuk sabar, menunggu kejutan yang akan Arun berikan.

Sailing With You [END]Where stories live. Discover now