58. The Captain

1.1K 90 0
                                    

Tidak seperti keberangkatan, Gara dan Arun menaiki gerbong kereta kelas eksekutif untuk pulang. Berharap mendapatkan istirahat yang berkualitas dalam perjalanan panjangnya. Hari ini banyak cerita yang terungkap. Otaknya menampung semua cerita itu dan menghubungkannya dengan cerita-cerita lain yang pernah ia dengar dari Setya, Amira, Salma dan apa yang pernah ia alami sendiri.

Arun merasa bersimpati dengan apa yang dialami oleh mama, papa serta ayah mertuanya. Semua berawal dari keegoisan dan keraguan yang membuat mereka masuk dalam lingkaran kesalahpahaman yang tak berujung. Segala kemungkinan yang terbesit dalam pikirannya, ia coba untuk telaah dan uraikan.

Jika Amira dan Graha bersatu, mereka tidak mungkin punya keturunan. Bila yang menimpa Nita tetap sama maka bisa saja Amira dan Graha mengadopsi Gara dan Arunika tidak akan pernah ada di dunia.

Jika Amira dan Setya tetap menikah, lantas bercerai. Amira kembali bersama Graha. Kemungkinan Nita tetap sama. Maka Arun dan Gara akan menjadi saudara.

Jika Amira dan Setya menikah dan tidak ada masalah. Lalu Graha menikahi Nita. Kehadiran Gara dan Arunika tetap ada, tapi mungkinkah mereka berdua menikah ?

Kepala Arun mulai pening membolak-balikkan variabel yang sama dengan perhitungan yang berbeda. Daripada memikirkan semua yang tidak mungkin, Arun beralih untuk mencerna lebih dalam apa yang sebenarnya telah terjadi. Ia membuka tas slempang di pangkuannya dan mencari sesuatu di dompet. Selembar kertas yang selama ini selalu ia bawa kemanapun. Surat wasiat Amira. Beberapa kali ia membaca surat itu. Surat yang di dalamnya berisi perihal perjodohannya dengan Gara. Dibacanya lagi dengan seksama paragraf pertama.

Arun sayang, maaf ya mama egois ninggalin kamu. Mama percaya kamu bisa melewati semuanya dengan baik karena kamu anak yang mandiri dan kuat. Kalau kamu kangen mama, sering-sering pulang dan temenin tante kamu ya. Ada tante Salma yang akan selalu ada buat kamu. Maaf kalau mama pergi duluan walau mama sebenarnya tidak mau.

Arun teringat dengan keanehan yang pernah diucapkan Setya, sebab apa yang menjalari Amira menulis wasiat. Tidak mungkin Amira merasakan firasat kepergiannya jauh-jauh hari bahkan beberapa tahun sebelumnya kecuali ia sakit parah atau ada suatu kemustahilan yang tidak bisa dilogika (ramalan misalnya). Dan lagi, dari kalimat itu seolah-olah Amira mengetahui kesulitan yang Arun alami atas kepergiannya

Arun meneruskan membaca hingga terakhir. Tidak ada keanehan lain. Dengan kepala tersandar sebisa mungkin Arun mencoba mengingat apapun. Tapi nihil. Diliriknya Gara yang masih asik menikmati ponselnya.

"Lihat apa mas ? serius banget" Arun merapatkan dirinya hingga bersandar ke lengan Gara.

"Ini loh, ada kejadian yang lagi viral saat ini" Gara menengahkan ponsel yang ia pegang agar Arun bisa ikut melihat. Sebelah handsfree earphone, Gara pasang ke telinga Arun.

"Kejadian apa sih ?" Arun kepo.

"Jadi, orang ini sempat hilang beberapa jam di kampusnya. Akhirnya ketemu dan bisa balik lagi" jelas Gara.

"Hilang ?"

"Hilang secara misterius. Aneh gitulah. Nih..nih lihat" Gara antusias menyimak.

Layar menampilkan dua rekaman CCTV yang bersebelahan terputar bersama. Terlihat seorang mahasiswi berlari menyusul seorang pria. Hingga akhirnya mereka berjalan menuju pintu keluar. Arun merasa tidak ada yang aneh. Dia hanya melihat dua orang berjalan pergi meninggalkan sebuah ruangan yang sepertinya adalah auditorium.

"Gimana ? aku aja sampe merinding" ujar Gara.

"Ha ? normal-normal aja gitu. Apa aku yang nggak paham ?" Arun malah bertanya.

Sailing With You [END]Where stories live. Discover now