26. Eavesdropping

1.1K 103 0
                                    

Gedung tiga lantai yang terdapat puluhan ruang di dalamnya itu dipenuhi oleh ratusan mahasiswa berpakaian hitam putih formal yang terlihat begitu tegang dengan keringat dingin yang mengucur deras. Disinilah perjuangan terakhir mereka demi mendapatkan kata LULUS dari beberapa dosen penguji yang sudah memancarkan aura membunuh ketika para peserta termasuk Arun, baru melangkahkan kaki memasuki ruangan yang menjadi arena laga.

Dalam waktu 15 menit, Arun diberi kesempatan untuk mempresentasikan topik pembahasan yang dia angkat ke dalam skripsinya lalu berlanjut pada sesi tanya jawab dari masing-masing dosen penguji yang tak ragu untuk menyudutkannya dan membolak-balikkan fakta agar Arun meragukan jawabannya sendiri. Meski sempat kelabakan dan menemui jalan buntu karena tak satupun dosen penguji itu adalah dosen yang membimbingnya, Arun berusaha tenang dan bersikap rasional dalam menjawab setiap pertanyaan sulit yang terlontar.

Dengan wajah sumringah akhirnya Arun keluar dari arena laga, setelah para dosen penguji berdiskusi sebentar dan menyerahkan selembar kertas berisi poin-poin yang harus ia tambahkan dan perbaiki dalam laporannya nanti. Tidak masalah sebanyak apapun poin tersebut yang penting dia mendapatkan stempel LULUS meskipun DENGAN REVISI. Arun berlari menuju ruang lain dimana Shofi di adili.

“Gimana ?” tanya Arun begitu melihat Shofi dengan wajah murung yang mencurigakan. Shofi mendekat dan memeluk Arun.

“Gue lulus. Akhirnya !!!! Ya Alloh gue lulus.” teriak Shofi.

Mereka berdua lompat-lompat girang sambil berpelukan. Jika saja bawahan mereka tidak berwarna hitam pasti sudah dikira pocong kembar siam. Arun dan Shofi lega telah terbebas dari tekanan psikologis itu. Beberapa junior satu UKM dan adik tingkat yang Arun kenal, turut datang menyelamati dengan membawa bingkisan jajan, kado, bahkan buket bunga. Arun berterimakasih atas itu, padahal masih sidang tapi rasanya sudah seperti habis wisuda. Mereka kabur dari hiruk pikuk keramaian gedung tersebut dan memilih istirahat di BPK setelah menyempatkan diri untuk berswafoto dengan yang lainnya.

“Lo langsung pulang beb ?” tanya Shofi pada Arun.

“Nggak tahu, di rumah juga sepi. Yang biasanya ditunggu, pulangnya masih besok” jelas Arun.

Shofi tahu keadaan Arun yang ditinggal suaminya dinas ke luar kota dalam keadaan ini. Dia berusaha menyemangati Arun. Mereka berdua melanjutkan foto-foto sampai puas. Arun berniat mengirimkan salah satu hasil jepretan tersebut pada Gara, namun ia mengurungkan niatnya dan malah mengirimkan pada Salma. Tak berselang lama, Arun menerima panggilan masuk dari tantenya.

“Halo te”

“Gimana hasilnya ?” tanya Salma antusias.

“Alhamdulillah te, lulus tapi masih harus revisi banyak”

“Alhamdulillah. Gak pa-pa, pokonya yang semangat, harus dituntasin sekalian”

Shofi berbisik pada Arun yang masih bertelepon. Shofi menitipkan tas yang ia bawa dan berniat ke kamar mandi memenuhi hasratnya.

###

Kebiasaan deh tiap kali grogi bawaannya pasti mules. Shofi menuju kamar mandi terdekat tapi ternyata ramai. Dia naik ke lantai dua dimana terdapat kamar mandi di dekat laboratorium bahasa. Pasti disana sepi. Shofi senang bukan kepalang karena tebakannya benar. Dengan buru-buru dia memasuki kamar mandi dan menikmati momen buang hajatnya dengan khidmat.

“Whiiih, ada kehebohan baru dari fakultas sebelah”

“Sebelah mana ?”

“Ya biasalah”

“Lo ngomong yang jelas”

Shofi mendengar beberapa suara yang dikenalnya sedang mengobrol saling bersahutan di luar. Ngapain rombongan itu lewat sini ? dia heran mendengar beberapa teman seangkatannya itu melintas di gedung yang sama dengannya.

Sailing With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang