42. Janggal

1K 91 0
                                    

"Sayang, gunting di dapur mana kok nggak ada ?" Gara kesulitan membuka bungkus makanan yang di beli Arun.

"Di kamar belajar, tadi lupa nggak dibalikin habis kupakai" jawab Arun sambil menyiapkan piring sendok di meja makan.

Gara mencari gunting di kamar belajar. Sekali pandang ke arah meja, sudah terlihat gunting disana. Gara mengerutkan keningnya ketika melihat beberapa lembar foto jadul di meja yang sama. Kenapa Arun punya foto ini ? Gara yakin pernah melihat foto tersebut di rumahnya, bagaimana mungkin foto tersebut ada disini sementara ia tak pernah membawanya. Lantas ia mengangkut foto itu bersama dengan gunting.

"Ketemu ?" tanya Arun begitu Gara keluar kamar.

"Sayang, kamu kok punya foto ini ?"

"Oh. Ituu.." Arun berpikir sejenak. Apakah mas Gara perlu tahu ?

***

Beberapa bulan silam di kediaman Setya.

"Ini apa, pa ?" Arun menerima sebuah kotak dari papanya.

"Itu salah satu alasan papa meninggalkan kalian. Kamu dan Amira" buka Setya sambil menyesap teh hangat dalam duduknya di kursi roda.

Senja yang begitu teduh dengan sinar keemasan yang hendak tenggelam, menemani Setya mengenang masa lalu yang menjadi kesalahan terbesarnya. Arun membuka kotak itu. Terdapat beberapa lembar foto dan surat tulisan tangan yang sudah usang.

"Maksud papa ?"

"Setelah kecelakan kerja, papa menjadi orang yang emosian."

Arun mendengarkan Setya, ia juga ingat masa-masa kelam itu yang menjadi awal kepergian papanya.

"Maaf." ucap Setya lirih.

"Papa yang terlahir sebagi orang normal, tiba-tiba saja menjadi orang cacat. Tentu saja hal itu membuat frustasi" lanjut Setya.

Cacat ? ya. Setya mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan kehilangan beberapa jari di tangan kanannya. Hal itu terjadi karena kesalahan pengoperasian mesin potong yang tersetting tidak tepat oleh rekan kerjanya. Meski mendapatkan asuransi dan biaya lain yang cukup besar, itu tidak bisa menggantikan potongan tubuhnya yang sudah hancur.

"Papa sadar, tidak bisa terus-terusan terpuruk. Kamu dan Amira membutuhkan papa. Tentu saja papa sadar. Tapi.." jelas Setya terpotong.

Arun menyimak dan mendengarkan penjelasan Setya tanpa memotongnya.

"Ketika papa ingin berubah dan memperbaiki semua kesalahan papa. Salma memberikan itu. Kenangan masa lalu Amira dengan mantan kekasihnya"

Arun mengamati sebuah foto yang terdapat segerombolan orang dengan raut bahagia karena berhasil mendaki puncak gunung. Dia melihat foto masa muda mamanya dan satu wajah yang ia rasa pernah ia temui. Seorang pria yang menjenguk ke rumah sakit, sehari sebelum Amira meninggal.

"Salma bilang, beberapa hari sebelum pernikahan kami, pria itu datang dan ingin meminta Amira kembali. Namun Amira terlanjur berjanji dan menerima lamaran papa. Amira menolak pria itu, meski dia masih sangat mencintainya"

"Tentu saja papa terkejut, selama ini Amira tidak pernah menceritakannya." tambah Setya.

Apakah semua ini berawal dari kesalahan mama ? Arun bimbang. Saat itu dia terlalu muda untuk bisa memahami urusan rumah tangga orang tuanya.

"Itu hari terberat dan terburuk untuk papa. Dimana pada hari itu juga papa menerima hasil laboratorium dan terdiagnosa menderita tumor otak."

Arun kaget mendengarkan penjelasan Setya. Andai saat itu aku sudah dewasa, apakah aku mampu mencegah semua yang sudah terjadi ?

Sailing With You [END]Where stories live. Discover now