38. Pillow-Talk

1.1K 95 0
                                    

Sepasang sejoli itu telah merebahkan dirinya bersiap tidur dalam kegelapan. Namun mata Arun masih sangat bening karena siang tadi terlalu lama tidur, lebih tepatnya ketiduran setelah menyetrika gunungan baju yang entah sudah ditimbun berapa lama.

"Tadi kakek telepon, katanya kangen sama cucu menantunya"

"Hehe, kakek bisa aja" Arun nyengir meski tak kelihatan oleh Gara.

"Libur akhir tahun main kesana ya, nanti kalau lebaran Hari Raya gantian pulang ke rumah kamu. Gimana ?" usul Gara.

"Iya mas. Aku nurut mas aja" pasrah Arun tanpa keberatan.

"Oiya, tadi dapet salam juga dari mbak Ary" Gara baru teringat amanahnya.

"Hoho, dulu aku insecure banget lho waktu ketemu mbak Ary di pernikahan kita" aku Arun.

"Insecure ? kenapa ?"

"Secara, mbak Ary itu cantik banget, langsing, kinclong, mulus, bening. Sedangkan aku masih ABG labil yang nggak kenal skincare sama sekali"

"Langsing, kinclong, mulus, bening." ulang Gara. "Kamu lagi ndeskripsiin gelas kaca ?" tanya Gara disertai tawa kecil.

Arun berdecak. "Sekali lihat aja udah kelihatan banget kalau mbak Ary itu sosok wanita yang sangat anggun dan kalem. Pasti mbak Ary banyak dikerjar-kejar cowok keren."

'Wanita yang sangat anggun dan kalem' Gara hampir saja terbahak mendengar kalimat itu. Belum tahu dia.

"Dulu mas Gara gimana, ngadepin mantan-mantannya mbak Ary ?" Arun penasaran.

"Gimana, gimana ?"

"Ya gimana kek ? punya kakak perempuan yang secantik itu, biasanya kan sebagai saudara cowok, mas pasti punya naluri nggak rela atau melindungi gitu"

"Oh. Nggak tuh. Biasa aja" jawab Gara santai.

Melindungi mbak Ary ? boro-boro melindungi, pengen nendang ke kolam lele baru iya.

"Kalau mas orang lain, pasti mas Gara langsung klepek-klepek sama mbak Ary. Aku yang sebagai cewek aja, mau kok jadi pacarnya kalau memang hubungan kayak itu wajar"

"Masa sih. Nggak juga, aku biasa aja sama dia. Aku udah terlanjur klepek-klepek sama kamu. Dan stop bicarain mbak Ary. Kenapa nggak bicarain kita aja" jurus ganjen Gara keluar.

"Bicarain kita apa ?" Arun merasa tak ada topik yang perlu dibicarakan.

"Ya misalnya seputar anak gitu. Kamu nanti pengen punya anak berapa ? biar aku bisa kira-kira juga" Gara memeluk Arun semakin erat sambil mencium keningnya.

"A-anak ?" Arun gagap. Dia menelan ludahnya gugup.

"Kenapa ? kamu nggak kepikiran pengen punya anak ?"

"Mas serius nanya ?"

"Iya sayang. Aku nggak lagi bercanda. Sesekali kita juga perlu bicara serius soal masa depan kita. Nggak usah sungkan, ungkapin aja apa yang sedang kamu pikirin"

"Aa-ku mau. Tapi.."

"Tapi apa ? masih belum siap bikin ? ya nggak harus sekarang sayang, aku pengen tahu aja rencana kamu kedepannya"

"Bukan itu, aku masih belum siap jadi ibu. Dulu aku punya target menikah umur 25 tahun. Kerja dulu setelah lulus kuliah, bahagiain diri dan keluarga dulu. Tapi ternyata Yang Maha Merencanakan sudah punya skenario terbaik-Nya"

Gara mendengarkan penuturan Arun. "Kamu menyesal menikah dini ?"

"Enggak kok." Arun menggeleng cepat.

"Awalnya sih emang nggak siap, apalagi sama orang asing yang belum kenal sama sekali. Tapi akhirnya aku lega dan bersyukur banget"

"Kenapa ?"

"Karena aku nikahnya sama mas Gara. Nggak tahu deh kalau misal rencanaku terjadi, apa aku bakal tetep jadi istri mas, mungkin mas udah sama yang lain"

"Kalau kamu memang tulang rusukku, apapun yang terjadi pasti kita akan bersatu"

"Aku masih pengen kerja dulu, aku belum siap jadi ibu rumah tangga, mas. Mungkin umur 25 ke atas, aku masih pengen manja sama mas Gara tanpa ada gangguan bocil-bocil"

Gara tersenyum mendengar alasan Arun. "Walau kamu nanti udah tua, kamu tetep boleh manja kok. Tenang aja. Tadi kamu bilang bocil-bocil ? emangnya kamu pengen punya anak berapa sih ?" Gara menarik hidung istrinya gemas.

"Hm....berapa ya ? Dua ? cowok cewek. Tiga juga boleh. Apa empat aja ya, cowok dua cewek dua"

"Eebuusyeet empat ? aku harus bekerja keras lebih giat lagi mulai sekarang"

"Hehe...kalau mas Gara gimana ? pengen berapa ?"

"Aku ? dua aja cukup. Tapi sunnah rasul tiga. Bolehlah"

"Lebih suka cewek apa cowok ?"

"Sama aja, rejeki nggak boleh ditolak. Cewek atau cowok nggak masalah yang penting kita harus mendidiknya dengan baik"

Arun manggut-manggut. "Tapi aku takut. Denger-denger melahirkan normal kan sakit banget, tapi kalau operasi efeknya jangka panjang, dan nanti ada bekas bedahan di perut."

"Itu sudah menjadi amanah mulia seorang wanita, pasti kamu bisa. Aku yakin kamu bisa."

"Kalau amanah pria apa ?" tanya Arun bercanda.

"Kamu nggak tahu ? beneran pengen tahu ?"

"Apa coba ?"

"Amanah pria yang paling penting yaitu berbakti pada orang tua khususnya ibu. Dan..." Gara tak melanjutkan kalimatnya.

"Dan ?" ulang Arun penuh tanda tanya.

Gara sedikit mengangkat kepalanya dari bantal. Mendekatkan bibirnya ke telinga Arun, lantas berbisik.

"Dan memuaskan istrinya. Mau coba ?"

Gara sengaja menggoda. Dia bahkan mengecup dan menggigit daun telinga indah milik Arun, lalu menghambuskan napas hangatnya disana. Seketika Arun merinding dibuatnya.

"Nggak deh, makasih. Jangan dulu." jawab Arun sambil menarik Gara agar tidur kembali.

"Aku tahu lhoh, tadi kamu nemu harta karun di lemariku" selidik Gara.

"Eh. Harta karun apa ?" tanya Arun bersemu.

"Nggak usah pura-pura"

"Hehe... itu mas Gara sengaja koleksi atau emang hobi menimbun"

"Mana ada aku koleksi itu. Pengennya segera dipakai"

"Kok banyak banget. Ada berapa dus tadi ?" Arun mencoba mengingat.

"Aku cuma beli satu. Yang lainnya kado dari temen nggak ada akhlak"

"Siapa ?"

"Siapa lagi kalau bukan Heri"

"Sebanyak itu ?"

"Heri cuma dua. Sisanya dari yang lain. Mereka langsung ngasih amplop sama itu waktu tau kalau ternyata aku udah nikah sejak sidang internal dulu." jelas Gara.

"WOW. Bisa kompak gitu ya nggak ada akhlaknya. Sebanyak itu bisa buat stok bertahun-tahun. Apa nggak kadaluarsa?"

"Bertahun-tahun ? kayaknya nggak mungkin. Itu sebulan bisa habis kok bahkan kurang"

"WHAT !!! sebulan !" Arun tak bisa membayangkan. Selelah apa dirinya nanti jika Gara benar-benar melakukannya.

"Cowok emang manusia super" heran Arun.

"Iya dong. Jelas itu" Gara bangga.

"SUPER MESUM" tambah Arun membuat Gara tak berkutik.

Sailing With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang