3. Horse Power

2.1K 160 2
                                    

Keheningan kali ini terasa berbeda. Bukan karena khusuk sedang menikmati makanan, tapi karena masih terbayang jelas kejadian beberapa saat lalu. Biasanya Gara akan menanyakan kuliah ataupun kesibukan Arun agar semakin dekat dan tidak canggung. Tapi sejak tadi belum ada sepatah katapun terucap. Sesekali Gara melirik Arun, tapi entah mengapa fokusnya langsung tertuju pada bibirnya. Membuat dia semakin bingung bagaimana memecah kesunyian ini.

Apa dia marah ? Pikiran Gara menjadi tidak tenang. Dia tidak bisa menikmati makannya sama sekali. Meskipun dia tahu kalau itu hal yang wajar mencium istrinya sendiri. Tapi dulu dia sudah berjanji. Tidak akan menyentuh Arun sebelum mereka saling mencintai. Karena mereka sama-sama tahu pernikahan yang mereka jalani tanpa ada unsur perasaan. Semua demi memenuhi wasiat orang tua mereka. Permintaan dari Amira untuk Arun. Dan janji Gara pada ayahnya. Tidak bisa begini.

"Maaf" lirih Gara.

Arun mendongak. Gara sudah menyambut tatapannya. Sejak tadi Arun berusaha menghindari kontak mata itu. Tanpa bisa dikendalikan, jantungnya terpacu lagi. Seperti piston yang bergerak cepat dalam satuan Horse Power (HP)¹.

"Maaf. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu. Aku hanya ingin jahil sedikit mengagetkanmu. Tapi ternyata yang terjadi-" jelas Gara terpotong. Terlintas lagi kejadian tadi. Pikirannya masih belum jernih sepenuhnya.

Arun semakin canggung seolah diingatkan lagi. Dia tidak mampu menjawab Gara. Dia hanya memberikan anggukan kecil.

"Kamu marah ?" tanya Gara was-was.

Marah ? Sama sekali tidak terlintas dipikirannya. Dia juga tahu kalau yang terjadi tadi murni kecelakaan. Tapi jika memang disengaja apakah dirinya akan menerimanya ?

"Arun ? Kamu marah ya ?" ulang Gara karena Arun belum menanggapi.

Tidak ada orang lain yang memanggilnya Arun, seperti panggilan sayang mamanya. Kini setelah mamanya pergi, Gara melakukan itu. Meski awalnya dia keberatan. Namun Gara masih tetap refleks memanggilnya begitu. Pada akhirnya dia menjadi terbiasa.

"Run ?" panggil Gara lagi.

"Enggak kok" dengan cepat Arun menjawab sambil menggeleng.

Huffft. Begitu lega perasaan Gara.

***

Arun sudah mengurus ijin sakit selama dua hari ke depan untuk tidak mengikuti matkul (mata kuliah). Dia berpesan pada Shofi untuk bersedia memberinya informasi apabila ada tugas dari dosen. Dia juga berjanji akan memberinya oleh-oleh dari kampung halamannya.

Sesuai wasiat mamanya, Arun pulang kampung menjelang ulang tahunnya ke 21. Sebenarnya dia agak keberatan harus meliburkan diri tapi mau bagaimana lagi, semua demi mamanya. Hari itu adalah Kamis. Arun sudah siap menyambut tamu yang tidak dikenalnya sepanjang hari. Salma sudah menemaninya sejak pagi. Hingga menjelang sore disusul Ardi yang baru pulang sekolah SMA.

"Bun. Nggak masak ya hari ini ?" protes Ardi yang kelaparan sepulang sekolah.

Rumah Arun dan Salma berjejer hanya terpisah jarak lima langkah. Selama ini Salma yang selalu menyempatkan diri untuk datang dan membantu membersihkan rumah itu karena kosong.

"Ganti seragam dulu kek" sahut Arun dari dalam.

"Lhoh mbak Arun pulang ? Libur kuliahnya ?" tanya Ardi sambil menyalami Arun, kakak sepupunya.

Mereka berdua mengobrol dan bercanda. Arun memang terkenal pemalu dan pendiam dikalangan teman-temannya. Tapi jika sudah berkumpul dengan keluarga dan orang terdekat, sudah lain cerita. Dia bisa menjadi sosok yang riang, sangat usil bahkan ke level bar-bar.

Sebuah ojek berhenti di depan rumah Arun. Sosok pemuda yang sedang turun dan membayar ongkos pada driver ojek, langsung mencuri perhatian ketiga orang di dalam ruang tamu.

"Permisi, Assalamualaikum" salam pemuda itu.

"Waalaikumsalam" jawab mereka bertiga.

"Maaf, apa benar disini alamat rumah Bu Amira ?"

"Iya, benar. Silahkan masuk" ajak Salma.

Ternyata tamu yang ditunggu sejak pagi itu baru datang sekitar pukul 5 sore.

"Saya Salma tantenya Arunika, dan ini Ardi anak saya" Salma mengenalkan diri sambil menunjuk Arun dan Ardi.

"Gara tante" ucap Gara sambil tersenyum menyembunyikan kekhawatiran. Bingung tak tahu harus bagaimana menjelaskan maksudnya datang kesana.

Setelah berbasa-basi mengobrol. Akhirnya Salma memancing Gara.

"Jadi ? Bagaimana nak Gara ? Apakah mau pendekatan dulu dengan Nika ?" goda Salma.

Gara kelabakan begitupun Arun.

Pendekatan ? Maksudnya tante pacaran ? Dengan orang yang baru ditemuinya beberapa menit yang lalu itu ? Arun tak habis pikir dengan sikap Salma yang over blak-blakan.

"Saya rasa tidak perlu" sahut Gara membuat raut wajah Salma berubah seketika.

Yes ! Sorak Arun dalam hati.

"Saya percaya dengan pilihan ayah saya. Saya siap jika langsung menikahi Arunika." terang Gara.

What !!! Arun hanya mengerjap. Tak percaya dengan apa yang baru didengarnya.

"Menikah ?" Salma pun sama terkejutnya sedangkan Ardi hanya ber-WOW ria.

"Saya rasa tidak perlu membuang-buang waktu. Saya sudah bekerja dan 4 tahun lebih tua dari Arunika. Saya yakin mampu menjaga dan menafkahinya"

"Tu-tunggu dulu. Saya masih kuliah. Saya tidak mau menikah secepat itu. Saya masih 21. Saya belum siap jadi ibu rumah tangga" Arun membela diri.

Menggemaskan sekali. Gara tersenyum.

"Tante aku nggak mau" rengek Arun pada Salma.

Salma bingung. Di saat penting seperti ini justru suaminya sedang dinas ke luar kota. Tidak ada yang menjadi penengah. Siapa sangka yang dikiranya hanya bertamu perkenalan biasa kini malah langsung menjadi lamaran.

"Kamu masuk dulu ya, biar tante ngobrol sebentar dengan nak Gara." Ucap Salma pada Arun.

"Ardi, ajak kakakmu masuk" pinta Salma dengan nada serius.

"Iya, bund"

Di dalam kamar, Arun merasa sangat was-was dan khawatir.

"Apa yang mau tante obrolin ya ?"

"Apalagi kalau nggak tanggal akad nikah" jawab Ardi.

"Apa ! Ngawur aja. Kamu pikir mbak bakalan setuju ?!"

"Lhoh kenapa nggak setuju ? Orangnya cakep gitu lhoh mbak. Udah berpenghasilan pula." goda Ardi.

"Ya tapikan mbak nggak kenal. Nggak tau sifat aslinya"

"Halaah. Gampang. Nanti juga kenal sendiri kalau udah serumah"

Dan sebuah bantal melayang tepat di muka Ardi.

Glossary

¹Horse Power : satuan untuk membandingkan performa antara mesin uap dengan kemampuan tarikan kuda (draft horse). Digunakan untuk mengukur daya keluaran dari piston, turbin, motor listrik, dan mesin lainnya.

Sailing With You [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora