14. Badmood

1.1K 109 0
                                    

“Whiiiih banyak banget cemilan. Lo ulang tahun ?” tanya Wawan pada Samar saat terlihat banyak bungkus makanan yang tersaji di meja umum biro perencanaan. Meja itu selalu penuh bila ada yang habis mudik memberi oleh-oleh atau saat ada acara tertentu dari rekan kerjanya.

“Nggak lah.” jawab Samar sambil mengeluarkan beberapa jajanan dari bungkus kresek.

“Habis pulang kampung ?” tanya Gara.

“Nggak juga”

“Lamaran ? eh lupa ente kan jones” ucap Heri sambil ngakak.

“Terus acara apa ? sunatan ?” tanya Wawan.

“Yaaaah sunatan. Potong bambu dong udah keras bukan rebung lagi.” Heri semakin menjadi.

“Bangke lo !” hujat Samar.

“Gue nggak percaya kalau lo dengan niat tulus dari hati beli ini semua pake uang sendiri. Mau caper sama anak magang ?” selidik Gara membuat Heri langsung ngeh dengan kecurigaan itu.

“Enak aja. Ngapain gue caper. Akutuh pengennya dicaperin.” ucap Samar ala waria kota.

“Najis !” ucap mereka serempak.

“Ini semua dari temen gue. Kemarin ada anak baru yang pindah ke kontrakan. Ya ini bawa banyak banget makanan.” Jelas Samar.

“Bukannya di kontrakan lo banyak orang. Ngapa bawa kesini semua” ujar Wawan.

“Di kontrakan masih banyak. Ini aja nggak ada seperempatnya”

“Buseeet. Tuh orang jualan atau emang anak sultan” sahut Gara.

“Kayaknya sih anak sultan. Gayanya aja tajir melintir. Gue juga heran, ngapain pindah ke kontrakan gue. Nggak nyewa apartemen aja”

“Bosen jadi orang kaya. Lagi pengen membumi. Berkumpul dengan kaum jelata seperti ente”

“Anjir. Gue jelata tapi nggak jelalalalatan kayak lo pada” hardik Samar.

“Semangat amat. Pagi-pagi udah pada ngegas aja.” ucap Vivi yang baru masuk area perencanaan sambil menguap.

###

Arun antri membayar setelah makan siang di kantin bersama Shofi. Pemilik stand makanan itu masih melayani pembeli yang berdesakan. Mau tak mau Arun dan Shofi harus menunggu.

“Halo ?” Shofi mengangkat panggilan masuk di ponselnya. Kebisingan di kantin membuat Shofi tidak mendengar begitu jelas apa yang sedang dibicarakan orang di seberang sana.

“Ka, gue tunggu di luar ya. Disini rame banget. Bayarin dulu ntar gue ganti” ijin Shofi.

“Iya gampang” jawab Arun diikuti kepergian Shofi.

Kini Arun antri sendirian di antara para pekerja yang lain. Hingga suara yang pernah ia kenal datang menyapa.

“Nika ? kebetulan banget ketemu disini”

“Mas Jefri.” sapa Arun kecut. Dia mengenal Jefri staff bagian kualitas karena sempat magang seminggu di bagian QA/QC. Dan selama itu Jefri selalu alay menggombali Arun. Mencoba mendekatinya mengajak ngobrol membahas hal gak jelas yang sangat nggak penting.

“Sendirian ? mau beli makanan juga ?”

“Nggak kok mas, tadi udah makan bareng Shofi. Ini antri mau bayar” jelas Arun cuek.

“Oh temen lo yang itu. Tenang aja biar gue bayarin sekalian”

“Nggak usah mas. Nggak perlu” tolak Arun.

Sailing With You [END]Where stories live. Discover now