6. Already In Love

1.7K 155 0
                                    

"Mas..." panggil Arun.

"Iya, kenapa sayang ?" jawab Gara sambil menikmati sambal goreng ati dan telur gulung sebagai menu makan malam mereka.

Sayang. Begitulah Gara sering memanggilnya. Terdengar romantis namun masih belum terbiasa di telinga Arun.

"Aku semester depan udah magang" cerita Arun.

Gara lega. Sedikit demi sedikit Arun mulai terbuka. Sebenarnya Gara ingin Arun menceritakan hal yang lebih pribadi karena selama ini baru hal-hal umum saja yang Arun bicarakan. Tapi tak masalah. Semuanya butuh proses.

"O iya ? Dimana ? Udah nemu tempatnya belum ?"

Arun mengangguk. "Di PT. BBA" jawabnya.

Mata Gara melebar mendengar nama perusahaan tempat ia bekerja disebut Arun. Apakah itu sengaja ? Apakah Arun sedang berusaha untuk terus dekat dengannya ?

"Waaah bakal sekantor dong" kata Gara bersemangat.

"Aku sama temenku nglamar bagian QA/QC (Quality Assurance/Quality Control)" jelas Arun.

"Tapi kan prodi kamu desain kok nggak ke divisi desain aja ?" Gara kecewa karena Arun tidak sekantor dengan dirinya.

"Soalnya pengen sering ke lapangan daripada di kantor aja"

"Lhooh kata siapa staff desain nggak ke lapangan ? Sama aja kok."

"Tapi kata kating (kakak tingkat) di desain sering gabut gak ada kerjaan. Katanya, anak magang nggak dipercaya buat ngerjain gambar" cerita Arun.

"Ya nggak gitu juga. Malahan sebenarnya butuh anak magang yang bisa bantuin ngedrafting. Bantuin cek ke lapangan sambil bikin sketsanya di tempat. Banyak kok job yang seru di desain. Nggak monoton harus ngadepin komputer terus" jelas Gara.

"Gitu ya ? Beda orang beda cerita"

"Kok nggak tanya aku dulu." sesal Gara.

"Waktu itu kan aku masih belum ketemu mas Gara. Aku sama temen-temen udah apply tempat magang sejak awal semester 5"

"Hah ? Cepet amat. Setahun yang lalu dong ?!"

"Iya"

"Kalian itu terlalu rajin atau gimana" Gara geleng-geleng. Arun tersenyum sambil melanjutkan makannya. Tapi entah kenapa perasaan Gara sedikit tidak enak. Seperti ada sesuatu yang penting terlupakan.

"Mas.." panggil Arun lagi.

Gara mendongak, sudah siap mendengarkan. Dia senang melihat Arun yang mulai banyak bicara.

"Aku kan sekarang udah liburan semester. Boleh nggak kalau aku pulang ?" tanya Arun ragu.

"Pulang ? Ini kan rumah kamu juga. Mau pulang kemana ?" Gara belum paham maksud Arun.

"Maksud aku pulang kampung. Aku tiap liburan semester pasti mudik buat bantuin tante ngurus butiknya."

"Kamu libur berapa lama ?"

"Sebulan. Soalnya Bulan depan udah mulai magang"

Sebulan ?! Arun mau pulkam selama sebulan ninggalin aku sendirian ? Dalam hati, Gara merasa keberatan. Mana mungkin senang harus berpisah dengan orang yang disayanginya itu. Baginya sebulan itu tidaklah sebentar. Arun menyadari perubahan ekspresi Gara. Dia jadi ikut khawatir.

"Kalau mas Gara keberatan nggak papa kok. Aku bakal disini aja. Aku juga bisa nerusin freelance di tempat penjilidan deket kampus" ucap Arun cepat.

"Bukan begitu. Menurut aku sebulan itu lama lhooh kalau nggak ketemu kamu. Aku bakal kesepian dong" goda Gara.

Arun bersemu karena gombalan Gara. Namun dia masih bisa mengontrol ekspresinya.

Sailing With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang