47. Sebentar Lagi

915 89 0
                                    

Beberapa pelayan butik perhiasan terlihat kewalahan bernegosiasi kepada dua pelanggan yang tengah berebut hendak membeli sebuah kalung indah yang tadi dilihat Ary. Mereka saling ngotot tidak ada yang mau mengalah.

"Saya sudah pesan ini dua bulan yang lalu, jadi ini hak saya" ucap seorang pemuda.

"Tapi saya sudah bayar cash, saya nggak mau uang dikembalikan, saya maunya itu" ucap wanita rentang usia 35 tahun sambil menunjuk ke etalase dimana kalung yang dimaksud masih terpajang.

Ary datang mendekati mereka. "Mohon maaf, benar kata mas ini. Kalung tersebut dibuat khusus karena sudah dipesan olehnya" ucap Ary sopan membela sang pemuda.

"Kalau udah dipesan kenapa uang saya diterima dan dikasih resi" jawab wanita sambil menunjukkan resi pada Ary.

Ary mengeceknya, lantas melihat nama kasir yang tertera di resi tersebut. Jihan.

"Dimana Jihan ?" tanya Ary pada pelayan.

"Hari ini dia libur mbak, baru masuk besok shift malam" jawab Faris.

Ary menggaruk kepalanya bingung. Baru kali ini terjadi kesalahan, dimana barang pesanan pelanggan yang dibuat khusus dibeli oleh pelanggan lain. Seharusnya hal itu tidak terjadi.

"Sebentar ya, saya coba klarifikasi dulu" bujuk Ary pada pelanggan yang berselisih tersebut untuk menunggu dengan tenang.

Ary meminta Faris untuk menghubungi Jihan. Untungnya dia dapat dihubungi.

"Halo ?" sapa suara diseberang.

"Jihan ? kamu kemaren melayani pelanggan atas nama nona Sheryl ?" tanya Ary. Dia sengaja memberikan honorific nona pada pelanggan wanita tersebut takut tersinggung jika dipanggil bu.

"Maaf mbak ? yang mana ya ? barang apa yang dibeli ?"

"Itu, kalung 49 days pesanan pelanggan saudara Reno" jelas Ary.

"Oh, iya mbak. Kata nona Sheryl kalung tersebut akan diambil hari ini"

"Kenapa kamu layani kalau sudah tahu barang tersebut adalah pesanan. Seharusnya kamu tolak sejak awal"

"Kemaren kalung tersebut dipajang di etalase samping, bukankah semua barang pesanan tidak ada yang di pajang kecuali dibuat ganda ?" tanya Mira pada Ary.

Ary memijat keningnya yang sedikit pening. Jadi siapa yang salah disini ? siapa yang majang kalung itu kemarin ? Tadi aja Faris baru ngambil dari dalam.

"Ya udah, besok kamu masuk shift pagi. Ada yang harus kita urus bareng" ucap Ary.

"Iya mbak"

Ary menghela napas panjang. Dia menemui kedua pelanggan itu lantas mengajak berdiskusi. Pelanggan wanita tersebut tampak kecewa karena kalung yang ia inginkan tetap dimiliki oleh si pemuda. Namun Ary memberikan penawaran khusus yaitu diskon 20% jika memang pelanggan itu masih ingin memiliki kalung dengan model serupa, hanya saja harus tetap menunggu sampai kalung tersebut selesai dibuat. Tawaran yang cukup menggiurkan namun berdampak kerugian pada pihak penjual. Kepuasan pelanggan adalah nomor satu. Sesuai dengan motto butik itu. Para pegawai menerapkan tujan Pelanggan masuk, pulang harus beli.

Mbak Ary kerja disini ? Wow jadi atasan. Kirain tadi mampir karena ngambil barang atau beli sesuatu. Ternyata.

Arun memperhatikan Ary yang begitu profesional dalam menghadapi pelanggan. Berani mengambil resiko meski mengalami kerugian demi tidak kehilangan kepercayaan pembeli, sosok Ary dibalik penampilan sederhananya itu sangat memukau bagi Arun. Hebat banget mbak Ary.

###

Gara dibuat bingung karena Arun tidak kunjung pulang. Meski sudah dikabari oleh Ary bahwa mereka pergi bersama, justru hal itu membuatnya tambah was-was kalau Arun menjadi mangsa Ary. Gara tahu betul perangai kakaknya apalagi saat bertemu dengan orang baru. Dia ingin mencari Arun, namun ada hal lain yang tengah diurusnya saat ini. Apalagi kalau bukan pergi bersama Adi untuk mengawasi proses stevedoring¹.

Kebisingan khas di dermaga yang sudah lama tak ia dengar, kini terasa familiar lagi. Sejak kecil Gara selalu mengekor kakeknya dan ikut menyelundup kesana. Di kawasan yang seharusnya anak kecil tidak diperbolehkan untuk masuk sembarangan bahkan tidak boleh sama sekali. Gara mengamati perpindahan tiap-tiap kotak besar yang beraneka warna dengan ukuran yang seragam. Kalau tidak 40 ft ya 20 ft. Apalagi kalau bukan peti kemas yang biasanya orang awam lihat selalu berkeliaran di jalan yang terangkut oleh truk tronton besar. Gara dibuat takjub oleh pergerakan gantry crane, mesin raksasa yang sangat terstruktur memindahkan muatan dari container ship dan hebatnya lagi dioperasikan oleh manusia yang terlihat begitu kecil jika dibandingkan mesin itu sendiri. Gara tidak pernah bosan untuk selalu terkesan melihat pemandangan tersebut.

"Kapan kamu mau berhenti ?" tanya Adi di tengah kebisingan.

"Berhenti apa ?"

"Berhenti kerja, kakek sudah tua. Pengen pensiun, nimang buyut. Punya cucu laki satu kok nggak bisa diandalkan" gerutunya.

"Kenapa aku berhenti kerja ? kakek masih sehat wal afiat gitu kok minta pensiun"

"Kamu ini. Diajak serius dikit pasti mancing emosi" Adi menjewer Gara.

"Aduh kek, Gara udah segini masih aja dijewer" ia mengusap-usap telinganya yang panas.

Bagi Adi, sebesar atau setua apapun Gara, dia akan selalu menjadi cucu kecilnya yang dulu pernah menggemaskan. Ya, dulu. Kalau sekarang jangan ditanya lagi.

"Kenapa aku ? nggak ayah aja. Biar ayah nggak perlu pergi-pergi lagi" ucap Gara.

"Kamu tahu sendiri dia gimana. Mana mungkin Dika betah disini ngurusin pekerjaan kayak gini" jawab Adi.

"Papa Danu ?"

"Dia udah ketularan Dewi. Jadi ikutan seneng di dapur. Nggak tau ngapain. Seneng masak atau seneng yang lain" ucap Adi ambigu membuat kening Gara berkerut.

"Mbak Ary ?"

"Dia udah ngurus usahanya sendiri. Biarin dia menekuni bidang kesukaannya"

"Pantesan kakek ngotot. Menjadi pilihan terkahir itu nggak enak, pasti dipaksain" Gara sedikit menyindir Adi.

"Kakek nggak maksa. Sejak dulu kakek udah lihat kamu antusias tiap berkunjung kesini. Kamu perasa, mudah kagum akan hal-hal yang mungkin dianggap sepele bagi orang lain. Karena perasaan itulah kakek jadi yakin, kamu mampu menjaga hal-hal yang kamu kagumi dan akan terus memeliharanya"

"Gara udah nyaman disana. Membangun keluarga secara mandiri, meski sekarang masih menikmati waktu berdua"

"Iya, kamu nyaman. Gimana Arun ? kakek yakin banyak hal yang belum kamu ceritain ke dia. Jangan sampai karena kamu terlambat cerita, hal itu akan menjadi bumerang kamu sendiri. Seperti yang dialami Dika. Kamu pahamkan ?"

Gara mengangguk ragu. Karena disetiap permulaan selalu diawali dengan perkenalan maka penyesalan akan selalu datang diakhir. Dan pada tahap permulaan itu, Gara belum sepenuhnya memperkenalkan Arun dengan keluarganya. Kenangan buruk dan trauma masa kecilnya yang sangat ingin ia hapus dari kepalanya, harus ia ingat kembali jika ingin menceritakannya ke Arun.  Gara takut jika Arun mengetahui semuanya, diakhir nanti Arun menyesal karena telah bersama Gara selama ini.

"Sebentar lagi kek. Beri Gara waktu. Gara akan coba terbuka dengan Arun" jawab Gara dengan wajah memucat.

Glossary :

Stevedoring¹ : proses membongkar muatan (peti kemas) dari kapal ke dermaga atau langsung diangkut oleh truk.

Sailing With You [END]Where stories live. Discover now