Toxic [21]

6.6K 678 99
                                    

Mark dan Lia.

Mereka sebenarnya sudah saling mengenal sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Keduanya berada dalam satu kelas, yang mana membuat intensitas pertemuan mereka makin sering. Pun mereka bahkan sering mengikuti event sekolah bersama-sama pula. Pergi ke toko buku setelah jam sekolah berakhir, atau bahkan melipir menuju pinggir kota untuk melihat matahari terbenam bersama pula.

Sejujurnya pun, Mark memang sudah memendam rasa untuk Lia.

Lia itu gemulai. Lemah lembut, sopan, ramah terhadap siapapun. Mark jatuh hati tentu saja.

Inginnya, kembali bersama pada jenjang SMA. Namun sayang sekali saat itu Lia harus mengikuti perintah ibu nya. Lia pindah, dan harapan untuk kembali bersama dengan Mark di SMA pun sirna. Sehingga pada saat itu Mark bertemu Rachel, dan terpesona, kemudian dengan gampang mengajak gadis itu berpacaran.

Lalu saat tahun kedua di SMA, Lia kembali. Ia dan ibu nya kembali ke kota ini, sehingga Lia buru-buru mencari tahu dimana Mark bersekolah. Ia pun segera menyusul dimana Mark berada. Berharap mereka dapat kembali seperti dulu, seakrab dulu, sedekat dulu bagai tanpa sekat.

Namun, satu fakta menghantam nya kuat. Mark sudah memiliki kekasih. Mark telah memiliki tambatan hati setelah sebelumnya berjanji padanya  jikalau Mark akan selalu menunggu nya agar mereka kembali bersama. Mark... ingkar.

Maka dari itu, ia kembali mendekati Mark. Dan, oh sungguh ia sangat beruntung. Mark menerima dan bahkan tak pernah menolaknya sama sekali. Ia tentu selalu berusaha keras menjaga Mark agar tetap berada di dekatnya, dan jauh dari Rachel sang pacar.

Mark memang tak bisa menolak. Lagipula, siapa yang tidak senang saat dambaan hatinya kembali setelah sekian lama? Tak ada. Mark tidak munafik, ia merindukan Lia, pun ingin selalu bersama Lia, ingin selalu berada di sisi Lia, menjaga Lia dari kejinya sang ibu.

Iya, ibu Lia.

Perempuan paruh baya itu memiliki agensi yang bisa dibilang cukup besar. Agensi yang menampung puluhan atau bahkan sudah mencapai ratusan perempuan untuk bekerja dibawah perintah nya. Semacam menjual diri, menjual harga diri. Namun semua pekerja nya itu tak keberatan sama sekali. Bahkan malah terlihat begitu senang, mengingat gaji yang ia beri pun cukup besar.

Ia juga selalu menjaga kebersihan dan kesehatan para pekerja. Rutin melakukan check-up  kesehatan, selalu menyediakan stok kontrasepsi agar pekerja nya mendapat keamanan dalam berhubungan.

Ia terkadang memberi harga beda, dengan menjual gadis-gadis muda seumuran sang anak. Pun kadang menjual dirinya sendiri karena tergiur dengan nominal ber-nol banyak itu. Bahkan berniat menjual sang anak juga, karena dirinya pernah mendapati seorang pembeli menanyakan perihal harga sang anak saat Lia berkunjung ke kantor agensi nya.

Dan ya, itulah alasan mengapa Mark ingin menjaga Lia dari sang ibu. Mark tak ingin Lia bernasib seperti itu. Mark tak ingin Lia mengalami hal-hal buruk yang dapat terjadi kapan saja. Lia masih sangat muda, masih memiliki jembatan panjang untuk menuju kesuksesan.

Ia ingin selalu berada di sisi Lia, tanpa sadar jika apa yang ia perbuat itu telah menyakiti seorang gadis rapuh lain nya.

"Mark, kamu yakin sama semua ini?"

Yang dipanggil menatap sang lawan, lalu merengkuh tubuh kecil itu dalam pelukan eratnya. Ia menghujani pucuk kepala gadis itu dengan sayang. "Yakin, kenapa emang?"

Gadis lawan bicara Mark menghela napas. Berusaha melepaskan diri dari pelukan Mark yang membuatnya sesak napas, ia lalu membenahi selimut yang menutupi tubuh polosnya.

"Kamu yakin kalau apa yang kamu lakukan ini, bukan pelampiasan dari masalah kamu sama Rachel?"

Giliran Mark kini yang menghela napas. Ia menarik wajah gadis itu untuk ia kecup dahinya pelan, "sorry."

"Tapi alasanku nggak cuma itu aja, Lia. Aku juga sayang ke kamu, lebih dari yang orang-orang lihat bahkan. Kamu juga sama sayangnya kan?" Lanjutnya.

Lia menganggukkan kepala, setuju atas apa yang Mark tanyakan. Ia memejamkan matanya yang terasa panas. Ia merasa berdosa sekali kali ini. Ia dan Mark, telah melakukan hal yang seharusnya tak mereka lakukan. Ya, tidak seharusnya karena ia dan Mark bukanlah apa-apa. Hanya teman, dan teman tak seharusnya melakukan hal seperti ini.

Tidak mau berlagak munafik, Lia pun sebenarnya sama sayangnya dengan Mark. Ingin menjadikan Mark miliknya, ia ingin dimiliki oleh Mark. Namun mendengar alasan Mark, membuatnya kembali berpikir. Akankah Mark mau bertanggung jawab, jikalau terjadi sesuatu diluar kendali mereka? Karena Lia yakin, jika sebenarnya Rachel lah yang masih menjadi gadis nomor satu di hati Mark.

"Mark, kamu sadar nggak sih? Kita nggak pake pengaman. Kalo aku hamil gimana?" Tanya nya lemah.

Mark tertawa pelan, lalu mengecup bibir Lia selama beberapa saat. "Lia, kamu selalu suntik kontrasepsi dan minum pil untuk jaga-jaga kalau Mama kamu kelepasan ngasih kamu ke pembeli kan? Jadi, apa yang perlu kamu khawatirin, hm?"

Mark kembali merengkuh Lia ke dalam pelukan. Lagi-lagi mengecup puncak kepala sang gadis dengan sayang. Merambat menuju pipi, lalu mengecup bibirnya lama.

Andai Mark tahu jika Lia bahkan melupakan tenggat waktu suntik kontrasepsi tersebut.

***

Rachel sepertinya harus mengatakan jika hari ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Kedua orang tuanya, sudah berada di rumah saat ia pulang sekolah. Kedua orang berumur kepala tiga itu berpakaian rapi, lalu menyuruh Rachel untuk buru-buru bersiap karena mereka akan makan malam di luar, sekaligus jalan-jalan.

Bunda bilang sih, hitung-hitung refreshing karena Senin besok Rachel sudah melakukan ujian sekolah alias ujian kelulusan.

"Rachel, mau kemana lagi?" Itu Ayah yang bertanya, menggandeng Bunda, berjalan berdua menghampiri Rachel yang baru keluar dari kamar mandi.

Bahkan ini kali pertama Rachel melihat mereka berdua bergandengan.

"Um, Rachel udah capek. Kalo Ayah sama Bunda mau kemana lagi?"

Rachel tak bisa menahan senyuman saat menanyakan hal itu. Akhirnya, apa yang selama ini hanya bisa ia impikan dapat terwujud secara nyata di depan matanya. Meski sedikit canggung, tapi sungguh! Rachel bersumpah berani mengganti apapun untuk dapat merasakan hal seperti ini lagi nanti. Ia, Ayah, dan Bunda. Bertiga berjalan beriringan, seperti keluarga kecil bahagia pada umumnya.

"Bunda juga udah capek, sih. Kita makan aja gimana? Bunda dapet rekomendasi dari temen, katanya ada restoran jepang baru buka disini. Kita coba, yuk?" Bunda menyahut, memberi solusi.

Ayah mengangguk setuju, diikuti oleh Rachel yang juga mengangguk dengan lucu. Tak tertahankan, Ayah pun mengacak surai Rachel pelan sembari tertawa.

Rachel lagi-lagi tak dapat menahan senyuman miliknya kala merasakan tangan besar Ayah menggenggam tangan kanan nya. Juga telapak lembut milik Bunda yang menggandeng tangan kirinya. Rachel merasa seperti menjadi manusia paling bahagia kali ini.

Diam-diam dalam hati memanjat doa, berharap ia dapat merasakan hal ini untuk esok dan seterusnya.

Toxic [ Mark Lee ] (✔)Where stories live. Discover now