Toxic [51]

3.8K 436 51
                                    

Rachel berjalan di koridor sendirian sebab Yeji telah lebih dulu pulang. Sobatnya itu memang tega sekali meninggalkan ia dan memilih pulang dengan Jeno. Menyedihkan.

Namun sebenarnya tak apa juga sih. Rachel tak sebegitu sedihnya hanya karena di tinggalkan oleh Yeji. Lagipula ia bisa pulang sendiri. Meskipun harus menaiki bus, sebab di jam ini Ayahnya belum pulang dari kantor.

Mata sayu nya memicing kala melihat kehadiran Lia dan Mark di depan sana. Kedua remaja itu berjalan beriringan, dengan Mark yang merangkul bahu Lia. Sedangkan Lia sendiri tengah  mengetik sesuatu di ponselnya.

Rachel menaikkan sebelah alisnya ketika Mark mendongak dan pandangan mereka bersinggungan. Langkah kaki ia hentikan, memilih menunggu hingga mereka berpapasan untuk melihat apa yang hendak Mark lakukan. Sebelum-sebelumnya, Mark pasti selalu menahan ia. Maka dari itu, ia menunggu bagaimana sikapnya ketika Mark tengah bersama Lia. Berbeda atau tetap sama saja?

Senyuman miring lantas ia sungging kan saat Mark menghentikan langkah. Tepat dua langkah di depannya. Lia yang tadinya sibuk pun kini ikut memberikan atensi pada Rachel. Pandangan mereka berdua tertuju pada garis melintang di lengan. Adalah bekas luka beberapa hari lalu yang telah mengering dan kini hanya meninggalkan bekas saja. Tetapi dengan kulitnya yang berwarna kuning langsat, bekas luka itu nampak menonjol meski dilihat dari jauh sekalipun.

Merasakan tensi kecanggungan yang begitu tinggi, Lia pun berdehem. Bibir berbentuk hati nya tersenyum tipis, "hai, Rachel."

"Hm," Balasnya singkat. Kaki nya yang sebenarnya terasa sangat lemas (serangan lemas ini telah ia rasakan sejak pagi tadi, sejujurnya) ia bawa untuk kembali melangkah. Cih, muak betul ketika melihat dua insan ini.

Tetapi sepertinya tak mudah baginya untuk pergi. Sebab baru hendak bergerak, sebuah suara menghentikannya.

"Tangan lo... usah sembuh?" Mark bertanya. Rangkulan di bahu Lia telah ia lepaskan demi menunjuk pada lengan Rachel. Air mukanya nampak sekali tengah khawatir, tetapi sekali lagi... semua itu tertutupi oleh sikapnya pada Rachel di masa lalu. Menyebabkan Rachel gagal menaruh rasa hormat, seperti apa yang ia tekankan pada diri sendiri untuk terus menghormati orang lain terlebih laki-laki.

Hidungnya berkerut, bibirnya menyunggingkan senyuman palsu. "Maaf, tapi gue rasa itu bukan urusan lo deh... Karena kita kan emang nggak sedeket itu buat gue ngasih tau keadaan gue ke lo. Ya kan?" Ejeknya dengan menekan setiap kata yang terucap.

Senyumannya berhasil membuat Mark mengepalkan tangan. Mark merasa tengah di ejek habis-habisan atas hal itu. Rangkulan di bahu Lia lantas di lepaskan olehnya. Ia menautkan kedua alis, "nggak sedeket itu lo bilang?"

"Ya, gue nggak merasa pernah sedeket itu sama lo sih." Rachel melirik Lia kemudian menaikkan sebelah alisnya. Ia sudah dapat menebak jawaban Mark atas ucapannya barusan. Ia yakin Mark pasti akan mengungkit apa yang telah mereka lalui dulu.

"Seriously, Rachel? We're have been together for 3 years!"

Rachel memegang dadanya sembari pasang muka dramatis mendengar seruan Mark. Lia di samping pemuda itu bahkan sampai tersentak. Astaga kasihan sekali....

"I'm so pity on you, Mark," Rachel mendengus kan tawa, lalu menunjuk Lia menggunakan dagunya. "Sama lo juga sih,"

"Kemana aja lo selama ini? Gue sama lo udah hampir tiga tahun barengan, tapi lo malah nyibukin diri sama cewek ini. Jangan pura-pura lupa, Mark. Dari dulu, lo sendiri yang bertingkah seolah pengen jauh dari gue." Ujar Rachel ketus.

Mark seketika mematung di tempat. Benar... apa yang barusan ia dengar adalah sepenuhnya benar. Tetapi ia tidak paham dengan dirinya sendiri, sungguh. Ia menginginkan Rachel, pun juga menginginkan Lia untuk tetap ada di sisinya.

Toxic [ Mark Lee ] (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang