Toxic [43]

4.5K 474 28
                                    

Jika kalian bertanya pada Yuta, bagaimana perasaannya sekarang? Maka jawabannya adalah gugup, sampai rasanya mau menangis saja. Bagaimana tidak? Sejak mereka berdua tiba di tempat yang sama seperti saat keduanya bertemu, Rachel belum juga membuka suara. Sudah lewat hampir sepuluh menit, tetapi Rachel hanya diam.

Yuta menghela napas, berinisiatif untuk memulai obrolan mereka. "Jadi, lo mau ngomongin apa, Chel?"

Kepala Rachel menoleh pada Yuta, ia menaikkan alisnya begitu mendengar pertanyaan itu dari mulut si lawan bicara. Ia menyemburkan tawanya pelan, "menurut lo?" Rachel menyahut dengan sinis.

Ia melanjutkan, "Setelah sikap lo ke gue beberapa hari terakhir ini, menurut lo gue bakal ngomongin apa?"

Yuta membuang muka, ia menggumamkan umpatannya dengan begitu pelan. Harap-harap cemas semoga tak terdengar oleh Rachel. Jujur saja, ia tak dapat menjawab pertanyaan- yang sebenarnya retoris- dari Rachel tersebut. Atau bisa dibilang, ia tak bisa lagi membelot atas fakta yang baru saja Rachel beberkan.

"Kenapa sih, Yut? Lo confess ke gue, tapi lo juga yang ngehindar. Lo cuma mau main-main apa gimana?" Rachel menautkan alis. Tak tahan betul ingin mengungkapkan ini, menanyakan tentang mengapa Yuta menjauh. Jika apa yang ia tanyakan tadi memang benar, maka sudah cukup. Ia tak akan mau lagi mengenal manusia bernama Yuta. Cukup pesakitan dari Mark saja yang ia rasa, jangan pula ditambah oleh beban yang baru.

"Eh, bukan gitu!" Yuta tanpa sada berseru. Ia berdecak, kemudian mengusak rambutnya hingga berantakan.

Yuta menelan ludah dengan gugup, "Chel, bukan gitu... Gue, cuma malu aja sama lo."

"Malu kenapa?"

"Gue malu, karena gue pikir lo nggak suka. Sama apa yang udah gue omongin, tentang gue yang suka lo, sama kelakuan gue ke lo dulu-dulu. Gue baru sadar kemarin setelah gue bilang itu. Dan gue takut lo nggak suka sama sikap gue selama ini. Gue," Yuta menghela napas, "takut lo risih sama gue, Chel."

Benar, Yuta baru menyadarinya kemarin setelah melihat bagaimana respon Rachel. Yakni, hanya terdiam tanpa mengucap apapun. Pikirnya, Rachel mungkin saja merasa risih atas sikapnya. Bisa saja Rachel tak suka jika ia menyukainya kan? Maka dari itu ia berpamitan, pulang dan merenungi perbuatannya.

Yuta tak berniat untuk menjauh, sungguh! Ia hanya merasa... ah, kalian pasti tahu bukan? Saat dimana kalian secara tiba-tiba diserang rasa khawatir berlebih dan membuat kalian merasa rendah diri. Itulah yang dirasakan oleh Yuta kemarin.

Helaan napas terdengar setelah itu, sumbernya jelas saja Rachel. Perempuan itu kini menumpukan tubuhnya pada kedua tangan yang berada di sisi tubuh. Wajahnya menatap lurus ke depan, atensi nya terpaku pada jalan raya yang mulai ramai. "Gue kira lo bakal ngejauhin gue."

"Nggak, Chel. Gue nggak mungkin bisa ngejauhin lo." Sahutnya, kemudian melanjutkan. "Lagipula, nggak alasan buat gue ninggalin lo kan?"

Hati Rachel mencelos saat mendengar ucapan Yuta. Tak ada alasan untuk meninggalkan ia, katanya. Lalu, bagaimana jika ia hamil dan Yuta tahu jika Mark-lah sumbernya? Bagaimana jika Yuta sampai tahu, jika selama ini ia tengah menyembunyikan sebuah rahasia besar yang tentunya akan menjadi bumerang untuk Yuta?

Pikiran itu kembali menghantui Rachel. Namun, dengan cepat di tangkis oleh ucapan Yeji siang tadi. Ia tak boleh terlalu overthinking.

Rachel mengukir senyum, hanya cukup berharap saja ia tak hamil.

"Thanks, Yut." Ucapnya, kini ia bawa seluruh atensinya untuk terkunci pada sosok Yuta. Pemuda yang tanpa sadar memang selalu mengisi sebagian kecil ruang di hatinya.

Yuta menaikkan kedua alisnya dengan bingung, "Buat?"

Ulasan senyum manis terpatri, Rachel tak bisa menahan dirinya untuk tak melakukan itu. "Makasih, karena udah suka sama manusia kaya gue."

Toxic [ Mark Lee ] (✔)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant