Toxic [04]

12.8K 1.3K 25
                                    

Rachel segera memasang sabuk pengaman begitu Mark menekan pedal gas, membuat mobil melaju dengan kencang. Huh, hampir saja jidat lebar Rachel terkantuk dasbor mobil.

Mark terlihat menyeramkan sekarang. Alis camarnya menukik, rahangnya terlihat mengeras, bahkan otot di lehernya juga terlihat menonjol. Tanda bahwa pemuda itu kini tengah menahan amarah.

Nah, amarah karena apa?

Belum lagi, cara mengemudi Mark yang ugal-ugalan. Menyalip sana-sini, mengabaikan jalanan berkabut juga licin karena hujan. Mark sepenuhnya abai.

Jalanan yang mereka lewati, bukanlah jalan menuju rumah Rachel. Dan Rachel sadar akan hal itu. Ia hanya mampu menghela napas pelan, berharap Mark tidak melakukan hal nekat terhadapnya.

Sekitar tiga menit melaju, Mark menekan rem. Menghentikan mobil di tepi jalan, tepat di depan toko kelontong yang kini telah tutup.

Tangan Mark mengepal erat di atas stir.

Rachel diam-diam meneguk ludahnya kasar. Dalam hati merapalkan doa, serta mempertahankan raut muka yang datar dan tenang. Ia tak mau terlihat lemah di depan Mark.

"Maksud lo apa berduaan sama Yuta?" Mark bersuara, tetapi masih menatap datar ke arah depan.

Rachel menghela napas. Oke, sesi introgasi akan segera di mulai.

"Berduaan? Di koridor tadi maksud lo?"

Mark tak menjawab.

"Kaya yang lo liat, sekarang keadaan lagi hujan. Gue sama Yuta sama-sama baru balik dari rapat klub. Berdua di koridor, baru balik rapat, dan keadaan hujan, apa lagi kalo bukan neduh?" Rachel menjawab dengan suara lembutnya. Berusaha tidak meninggikan intonasi, demi meredam amarah dari Mark di samping nya.

Dada Mark masih naik turun. Tangannya pun masih mengepal kuat di stir mobil. Hanya saja, kini rahang dan bahu pemuda itu sudah tampak melemas. Dan perlahan, kepalan tangan di stir itu pun ikut melemas.

Rachel melirik tangan Mark, lalu dengan cepat meraih tangan tersebut. Menggenggan tangan penuh urat itu erat, menempelkan ke dadanya.

"Gue nggak akan berpaling dari lo. Gue milik lo, dan selamanya bakal tetep jadi milik lo," Rachel kembali bersuara.

Mark melirik Rachel sekilas, menatap gadis itu yang kini masih menggenggam tangannya. Jujur saja, hati Mark kembali merasa tenang saat mendengar penuturan Rachel.

Ya, Rachel miliknya, selalu miliknya, dan selamanya akan menjadi miliknya.

Mark melepas sabuk pengaman nya. Balik menggenggam tangan Rachel. Ia lalu memeluk Rachel. Menumpukan kepala pada bahu gadis itu. Awalnya, Rachel sempat terkejut. Karena bagaimana pun, posisi mereka ini posisi yang sangat rawan. Rachel masih memakai sabuk pengaman, dan Mark yang berada di atasnya. Mark itu laki-laki normal, dan yah Rachel hanya berjaga-jaga.

Rachel menghela napas, kemudian memilih untuk mengelus punggung Mark yang basah.

Berlalu beberapa menit. Mark mulai bernapas normal, tidak tersengal penuh emosi seperti tadi. Sedangkan Rachel masih mengelus punggung lebar miliknya. Mark sangat menyukai bagaimana cara Rachel menenangkan nya.

Lalu tiba-tiba dering ponsel berbunyi nyaring. Itu dering ponsel Rachel yang ada di saku rok. Hal itu membuat Mark segera melepas pelukan dan menatap Rachel sangsi.

"Ah, bentar gue angkat," Rachel cepat-cepat merogoh saku rok demi mengambil benda pipih itu. Sedikit kesusahan karena Mark dengan sialan nya masih menunduk tepat di depan Rachel. Ia belum berpindah posisi.

Nama Yuta tertera di layar. Rachel menghela napas, bersyukur karena Yuta benar-benar melakukan apa yang ia tulis. Berbeda dengan Mark, ia berdecih lalu kembali ke tempat duduknya di kursi kemudi.

"Loud-speaker," titah Mark yang tentu saja langsung Rachel angguki.

"Halo,"

"Halo, Chel. Lo nggak papa 'kan?"

Rachel menelan ludah lalu melirik kearah Mark yang kembali menjalankan mobil. Ia harap, Mark tidak mencurigai nya.

"Iya, gue baik. Kenapa?"

"Nggak, ini gue mau nanya. Shuhua anak kelas 12 IPA-1 'kan?"

"Iya, kenapa?"

"Terus kenapa lo nulis kelas 11 IPA-1, anjir haha. Lupa ya lo?"

Rachel menyemburkan tawa palsunya, "hah iya? Haha sorry, Yut. Gue ingetnya dia masih kelas 11,"

Tawa Rachel berlanjut beberapa detik, sambil sesekali melirik Mark. Huh, pemuda itu fokus pada jalanan. Syukurlah.

"Bego, haha— aduh, anjir!" Yuta tiba-tiba berseru.

"Kenapa?"

"Kena air, sialan banget dah. Siapa sih yang barusan lewat,"

"Masih di sekolah lo?"

"Ya masih lah. Belum reda ini,"

"Oh, lo ha—"

"Masih kurang lama?"

Rachel menoleh cepat. Mendapati Mark yang menatapnya tajam. Pemuda itu sudah menghentikan mobil lagi. Namun sekarang bukan di pinggir jalan, melainkan di sebuah parkiran luas.

Mendekatkan ponsel ke mulut, Rachel berujar cepat, "udah dulu, bye."

"Kesini?" lanjutnya, sembari memasukkan ponsel ke saku.

Mark tak menjawab, malah langsung membuka pintu di sampingnya. "Gue butuh lo."

Rachel menghela napas.

Ya, ia tak akan pernah bisa lepas dari Mark. Karena Mark... masih membutuhkan nya.

Toxic [ Mark Lee ] (✔)Where stories live. Discover now