Toxic [42]

4.5K 486 34
                                    

Entah hanya perasaan Rachel saja, atau memang Yuta yang benaran menjauh. Sejak sore dimana Yuta menyatakan perasaannya itu, Rachel merasa jika Yuta sangatlah berbeda. Yang semula selalu menegur dan menyapanya saat bertemu, bertukar pesan di ponsel, dan bahkan bercanda-canda, sekarang terasa berbeda.

Yuta terlihat berubah.

Hari-hari sebelumnya ketika mereka bertemu, Yuta selalu menghindar. Berdalih hendak segera piket, hendak segera membeli sarapan, dan masih banyak alasan-alasan lain yang Rachel rasa tidak masuk akal.

Hingga sabtu pagi ini pun sama. Rachel sudah melihat presensi Yuta beberapa langkah di depannya. Tengah mengobrol dengan beberapa teman satu kelasnya. Rachel berniat hendak menyapa, tetapi Yuta sudah lebih dulu menoleh. Pemuda itu nampak terkejut, sebelum akhirnya berlari menjauh. Seperti... benar-benar hendak menjauhi Rachel.

Hal ini sedikit banyaknya membuat Rachel merasa tak enak hati.

Sore itu setelah Yuta mengucap demikian, Rachel terdiam. Dalam otaknya sudah merangkai kata-kata untuk merespon, sebenarnya. Tetapi, Yuta malah berpamitan untuk pulang dengan air muka yang tak bisa Rachel tebak tengah merasakan apa. Sehingga kini, rasa tak enak benar-benar memenuhi hatinya.

Apa Yuta marah sebab responnya yang begitu lambat?

Atau, jangan-jangan Yuta sudah tidak mau lagi berdekatan dengannya sebab susah tahu soal hal itu?

"Nggak, gue yakin Yuta belum tau."

Rachel memijat keningnya perlahan. Sesaat pusing mendera nya dengan tiba-tiba. Ia menghela napas kemudian. Pikirannya benar-benar mulai ngawur. Setelahnya, ia membawa tubuhnya untuk berjalan keluar. Hendak melihat suasana yang sangat ramai di luar kelas.

Omong-omong, sekolah memberi mereka— kelas 12 maksudnya— waktu luang hingga sabtu ini. Kelas 12 dapat berkegiatan dengan bebas, seperti bermain bola, voli, basket, atau kegiatan apapun itu, tetapi harus tetap dalam kawasan sekolah. Atau secara singkatnya, bisa kalian sebut sebagai class-meeting.

"Yeji kemana sih," Rachel menggumam sembari menolehkan kepalanya ke segala arah. Sobatnya itu tak terlihat sejak pagi, mereka bahkan hanya bertemu saat baru masuk ke kelas. Setelah itu, Yeji pergi menghilang entah kemana.

Rachel lalu menatap sekumpulan siswi tengah bergerombol di sisi kiri. Mereka semua teman sekelasnya memang, tapi rasanya tetap saja canggung. Rachel sendiri memang tak terlalu dekat dengan anak-anak di kelas. Ia mengulum bibir, berniat menanyakan keberadaan Yeji pada salah satu dari mereka. Ada Kang Mina, salah satu siswi yang lumayan sering betegur sapa dengannya.

"Mina," Panggilnya. Semua siswi yang bergerombol itu menoleh, kemudian berpaling lagi. Hanya Mina saja yang tersenyum dan tetap menoleh kearahnya. Soal itu, Rachel tak terlalu mempermasalahkan kok. Maksudnya, ia tak merasa sakit hati, sebab teman-teman satu kelasnya memang seperti itu sejak dulu.

"Kenapa, Chel?"

"Em, lo liat Yeji nggak?"

Mina ber-oh panjang, "Yeji sih gue liat tadi ada di kantin, Chel. Sama Jeno kalo nggak salah."

Rachel mengangguk-angguk dengan paham. Ia lalu mengucapkan terimakasih sebelum akhirnya berjalan menuju kantin. Ia perlu membicarakan sesuatu dengan Yeji. Pendapat dari gadis itu kadang sangat mujarab, alias berguna sekali bagi Rachel.

Kakinya melangkah lebar-lebar, terburu-buru hendak menemui Yeji.

Sampai akhirnya tubuhnya terasa kaku, langkah kaki terasa begitu berat. Ia meneguk ludahnya bulat-bulat.

"Sialan," gumamnya, ketika di depan sana mendapati Mark. Pemuda itu memunggungi nya memang, tapi Rachel tetap merasa was-was, takut jika Mark mengetahui dan akan mengejarnya.

Toxic [ Mark Lee ] (✔)Kde žijí příběhy. Začni objevovat