Toxic [31]

5.6K 633 36
                                    

Soal hubungannya dengan Mark, Rachel sudah mengambil keputusan yang terbaik. Setelah semalaman menimbang-nimbang keputusan, memikirkan bagaimana ia menjalankan keputusannya itu, dan meyakinkan diri, Rachel memilih untuk putus atau lebih tepatnya memutuskan Mark.

Pikirnya, ia akan menghampiri laki-laki brengsek itu saat mata ujian ke-dua nanti selesai. Ia juga akan memberi Lia sedikit pelajaran agar cewek itu tidak semena-mena terhadap orang lain. Memangnya Lia kira perbuatan seperti ini adalah perbuatan baik, begitu?

Rachel sudah cukup bersabar akan Mark dan Lia. Ia lelah, sungguh dan tidak berbohong ia pun merasa jengah. Lia itu tidak ada bosan-bosannya, tidak ada capek-capek nya mengganggu hubungannya dengan Mark. Karena Rachel tak pernah menegur Lia secara langsung, bukan berarti ia masih bisa terus berdekatan dengan Mark. Rachel hanya tak sampai hati, mengingat bagaimana respon Mark saat ia menasehati nya.

Setelah lulus nanti, rencana nya Rachel akan berkuliah dengan memilih kampus di luar kota. Agar segala bayang-bayang mengenai Mark tak menghantui nya. Agar ia bisa lebih tenang menjalani hidup tanpa repot-repot menghindar dari Mark. Karena ia yakin jika pemuda itu pasti akan menetap di kota ini sebab Ayahnya tak memperbolehkan Mark pergi jauh. Masalah perusahaan, Mark pernah bercerita dulu.

"Hari ini, lo sejarah ya?"

"Hm." Sahut Rachel malas, membuat si penanya tadi mengernyit tak suka akan caranya menyahut.

Pagi ini Rachel sudah nongkrong di kantin di temani segelas susu panas yang ia pesan. Bunda dan Ayah ternyata tidak pulang, bahkan tidak mengabari Rachel. Tapi ia tak ambil pusing, ia sudah terbiasa mandiri seperti ini.

"Kenapa ngeliatin gue kaya gitu sih?" tegurnya, pada Yuta yang menatapnya dengan mata memicing.

"Lo yang kenapa? Tumbenan banget sengit ke gue, biasanya juga—"

"Apa?"

Yuta terdiam saat Rachel memotong ucapannya.

Rachel yang menyadari tingkahnya barusan— memotong ucapan Yuta dengan nada ketus, langsung gelagapan. Ia menggaruk pipi nya dengan kaku, "sorry, errr gue lagi badmood aja Yut."

"Hm, nggak papa." Jawab Yuta.

Kini Yuta menatap Rachel yang terlihat lesu. Cekungan di bawa matanya itu terlihat menghitam. Bibirnya kering, pucat. Matanya juga bahkan menyorot dengan sayu. Jika diibaratkan, Rachel ini bagaikan tanaman yang tak pernah di siram selama berhari-hari alias layu sekali.

Akhir-akhir ini, Yuta memang jarang bertemu dengan Rachel. Hanya kemarin saat gadis ini mengajaknya menonton turnamen. Seringnya, mereka hanya berkabar melalui ponsel.

"Gue duluan," Rachel berujar secara tiba-tiba. Bahkan tak mau susah-susah menunggu jawaban dari Yuta, ia sudah berjalan meninggalkan Yuta yang menatap kepergiannya dengan sendu.

Langkah kaki Rachel melambat saat matanya menangkap presensi Mark di depan sana. Meski jarak mereka terpaut hampir belasan meter, tetapi Rachel dapat merasakan jika Mark balas menatapnya.

Tatapan Mark seperti menyiratkan sesuatu...

Rachel membeku di tempat saat dilihatnya Mark mulai melangkah. Jarak diantara keduanya mulai terkikis, Mark mulai terasa dekat. Dan bagaikan adegan di drama romansa, Rachel merasakan angin berhembus, menerbangkan beberapa helai rambutnya. Tubuhnya bergetar kala tangan Mark terangkat, mengarahkannya ke atas kepala, hendak merapikan anak rambut yang menutupi wajah.

Namun, secara mendadak sebuah tangan menahan bahunya, tangannya di tarik mundur sehingga tubuhnya menjauh dari Mark. Dan ketika menoleh, Jeno yang tengah memicing dengan wajah mengeras lah yang menyapa pandangan.

Toxic [ Mark Lee ] (✔)Where stories live. Discover now