Toxic [39]

5.2K 570 47
                                    


Rachel sejujurnya tak pernah merasa se-terpuruk ini sebelumnya. Besar tanpa kasih sayang orang tua, tak ada apa-apanya dibanding ini. Sejak kecil berada di panti asuhan, membuatnya terbiasa hidup mandiri. Bukan hanya soal tingkah laku, tetapi juga soal perasaan. Apalagi di panti banyak anak-anak yang umurnya jauh dibawah umur yang ia miliki, membuat ia harus mampu menjaga suasana disekitar terus kondusif, agar terasa nyaman dan menyenangkan bagi adik-adiknya.

Baru kali ini dirinya merasa ingin selalu berada di sisi seseorang, siapapun. Ia merasa bahwa ia tak akan pernah aman jika sendirian.

Bohong jika ia tak merasa takut. Perasaan takut terus menghampirinya sejak malam itu. Ia takut jika Mark akan melalukan hal serupa lagi padanya. Selain sudah tak ingin berhubungan dengan Mark lagi, rasa takut itulah yang menjadi alasan lain mengapa ia menghindari Mark, bukannya mencari dan memaki-maki laki-laki bejat itu.

Jika soal sakit hati atau tidaknya ia, jawabannya sudah jelas bukan? Rachel sangat sakit hati. Atas insiden yang ia alami, atas apa yang Mark perbuat padanya sehingga ia menjadi seperti ini. Namun memang sudah menjadi sifat alaminya, yakni tidak bisa leluasa mengekspresikan suasana hati. Rachel sejak dulu selalu terbiasa memendam apa-apa di hati sendiri.

Lalu dengan adanya Yeji, yang berkata akan selalu berada di sisi nya juga menjaganya, membuat ia merasa sedikit lega. Hanya sedikit, sebab perasaan takut dan khawatir itu lebih dominan dalam menguasai hati. Dan adanya Jeno, membuat ia makin takut. Otaknya terus dikelilingi rasa khawatir berlebih, soal bagaimana jika Mark merasa marah dan cemburu melihat Jeno di sisinya. Mengingat sifat laki-laki itu yang mudah sekali emosi, membuat Rachel tak dapat mengenyahkan rasa khawatir itu.

Seperti siang ini, saat dimana ia hendak masuk ke mobil Jeno. Mereka akan pulang, setelah mengerjakan mata pelajaran kedua yakni Bahasa Inggris. Saat Rachel dan Yeji masih mengerjakan, Jeno ternyata sudah menunggu mereka di teras. Benar-benar merealisasikan ucapannya perihal terus menjaga Rachel.

Pintu mobil sudah ia tarik, tetapi pemandangan di sisi lain parkiran membuat ia menghentikan seluruh kegiatan.

Mark ada di sana, di samping mobilnya sendiri. Mata tajamnya menatap Rachel dengan intens disertai seringai kecil yang membuat Rachel meneguk ludah. Ini menyeramkan, Rachel mengakui. Seringainya sama seperti yang ditunjukkan pada Rachel malam itu.

Kemudian saat melihat Mark melangkah, ia segera masuk. Tanpa menghiraukan tangan juga kaki yang terasa lemas, ia menjatuhkan diri di kursi penumpang belakang. Pintu mobil ia tarik sekuat tenaga hingga menimbulkan bunyi dentuman yang begitu keras. Yeji dan juga Jeno yang sudah lebih dulu masuk sampai dibuat kaget.

"A— ada Mark," Ujarnya disela napas yang memburu.

Rachel bisa mendengar Jeno berdecak. Tangan laki-laki itu hendak membuka sabuk pengaman, tetapi langsung di tahan oleh Yeji. Jeno menoleh pada Yeji dengan wajah memerah yang kentara akan amarah.

"Udah, Jen. Jangan bikin ulah di sekolah apalagi sama Mark. Cepet jalan aja mendingan,"

Helaan napas Jeno keluarkan. Sabuk yang dilepas kini ia kenakan kembali. Tangannya menggenggam stir dengan kuat, "kali ini aja, ya."

Setelahnya, mobil berjalan menjauh dari parkiran sekolah.

Selama perjalanan, Rachel hanya berdiam diri. Mendengarkan obrolan Yeji dan Jeno di depan sana, juga sesekali menimpali jika merasa perlu. Selebihnya, hanya melamun sembari menatap ke luar jendela mobil. Matanya menatapi beberapa mobil dan motor yang menyalip mobil Jeno. Posisi duduknya ia dekatkan ke jendela kanan. Iseng, ia membuka kaca mobil. Dan seketika semilir angin menerpa wajah. Rambut berantakannya beberapa mengambang terbang.

Matanya kemudian terpejam.

"Hah," embusan napas penuh kegusaran akhirnya keluar. Setelah dirasa cukup, mata sayu nya terbuka kembali. Kini kepalanya ia tolehkan ke depan, memperhatikan Yeji yang masih asyik berceloteh entah apa itu kepada Jeno.

Toxic [ Mark Lee ] (✔)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن