Sebelas🎉

123 14 3
                                    

Berbaring di bawah kipas angin, menikmati setiap angin yang menerpa kulitnya, seakan separuh beban perasaanya sedikit terangkat, di bawa angin.

Rasya bersyukur dirinya sedang datang bulan, bukan karna meninggalkan sholat, tapi setidaknya ia akan jarang bertemu dengan Gus Muhammad, ia tak mau semua orang tau dengan hubungannya di masa lalu.

"Nial, Rara masih sayang sama nial, tapi maaf Rara, udah terlanjur kecewa," ucapnya.

Teman-temannya yang baru datang, dari masjid langsung menaruh mukena mereka ketempat masing-masing.

Hira yang senyum-senyum sendiri sejak tadi membuat ketiga temannya terheran-heran.

"Hir kamu kenapa senyum-senyum gitu?"

"Gus Muhammad,"

"Kenapa sama Gus Muhammad?" Tanya Lia mulai kepo.

Rasya hanya tersenyum kecut, mendengar Hira menyebut Nialnya, dengan sangat senang seperti ini, ada rasa tak terima di hatinya, mendengar orang lain menceritakannya, namun bisa apa dirinya, dia bukan Nial lagi, dia Gus Muhammad.

"Tadi dia bantuin pak adnan ngangkat barang, sebelum ngangkat, Gus ngelipet bajunya sampek siku, huhh keren banget!"

"Hus zina mata," ucap Lia sambil meraup muka Hira yang senyum-senyum gak jelas.

"Astagfirullah," ucapnya sambil mengelus dada.

"Tapi Gus Muhammad, pakek gelang, yang udah oernah aku liat sebelumnya."

Rasya hanya menyimak cerita Hira, ia tak tau harus bagaimana, menyambung ia tak bisa, terlalu sesak untuk membicarakannya. Mungkin dengan diam ia bisa menetralkan jantungnya.

Maira ikut duduk di samping Rasya, membawa sekantong kripik pisang yang tadi ia beli, di ikuti oleh Lia dan Hira, siapa sih yang tak tertarik dengan pesona kripik pisang.

"Gelang kayak apa, paling di pasar juga banyak," ucap Maira.

Rasya yang bodo amat dengan perasaanya, ingin mengacuhkan semua rasa yang ia rasakan ketika mendengar nama Gus Muhammad di sebut di depannya.

Ia ingin mengambil kripik yang ada di tengah-tengah mereka, tapi tangannya langsung di pegang oleh Hira.

"Nah kayak punya Rasya, persis banget, bandulnya juga sama separuh hati," ucap hira sambil menatap temannya.

"Jangan ngacok kamu," ucap Lia.

"Beneran, aku gak bohong, ia kayak gini, pas di satuin, kayaknya nyatu deh."

Deg

"Nial masih pakek gelang ini! Kenapa Nial ninggalin Rara, tanpa penjelasan, dan kenapa dengan cara pura-pura mati, Nial ninggalin Rara," batinnya.

"Kamu beliin Gus Muhammad ya sya?" Tanya Hira layaknya orang sedang mengintrogasi.

"Gelang kek gini itu banyak, bukan cuman gue sama Gus Muhammad yang pakek," bohong Rasya sambil memasukkan keripik kedalam mulut.

"Tapi itu beneran loh sya, aku teliti banget, yang liat, punya kamu bagian kiri, terus punya Gus Muhammad bagian!" Ucapan Hira mengganntung, ia tak ingat punya Gus Muhammad bagian apa.

"Gak punya Gus Muhammad bagian kiri juga," ucapnya akhirnya.

Rasya bernafas lega, untung saja Hira salah kira.

"Suka banget kayaknya kamu, hir," goda Lia.

"Hehehe aku kagum banget ke Gus Muhammad sebelum dia di sekolahin ke Kairo," ucap Hira sambil tersenyum manis sekali.

alby & Rasya (End)Where stories live. Discover now