Tigapuluhempat🎉

105 11 3
                                    

↩️↩️↩️↩️

"Jalur pintas, emang ada?" Tanya Rasya.

"Ada ikut saya ke KUA."

"Itu sih mau lo kampret."

"Azara mulutnya di jaga."

"Eh maap-maap."

Rasya terbangun dari tidurnya, dengan nafas yang memburu, ia memegang dadanya yang berdegup tidak karuan.

"Kenapa gue bisa mimpiin bang Alby, ngajak ke KUA lagi tuh orang."

Rasya bangun dari kasurnya, dan duduk di meja belajarnya, dan mengambil alat lukis pemberian Papinya dulu.

Rasya menggambar sesuatu yang tengah ada di pikirannya. Tangannya yang lihai ia gorakkan di atas kertas, dengan pensil sebagai pewarnanya.

Tanpa Rasya sadari ia sedang menggambar tenggelamnya matahari. Rasya tersenyum ketika gambarannya selesai.

"Masih bagus ternyata gambaran gue."

"Gimana kalo besok gue kasih ke Bang Alby, tapi atas dasar apa? Entahlah gue cuman mau kasih aja ke dia."

Rasya melihat kearah foto yang terletak di meja belajarnya, mengambilnya dan menciumnya, dengan air mata yang mengalir.

"Assalamualaikum Mami, Papi, apa kabar? Kalian pasti udah seneng bangetkan? Rasya udah ikhlas kok atas kepergian kalian, Rasya janji, Rasya bakalan jadi anak yang kuat."

Rasya mencium kembali foto Mami Papinya, dan pergi menuju kasurnya untuk melanjutkan tidurnya, karna jam masih menunjukkan pukul satu malam.

~~~

Alby tersenyum kepada kedua orang tuanya, ia sangat bersyukur, karna Allah telah mempertemukannya dengan orang tuanya.

"Pagi Bunda, Ayah," sapa Alby sambil menuju kearah meja makan.

"Pagi sayang," jawab keduanya dengan senyuman yang sangat candu menurut Alby.

"Kapan balik pondok al?." Tanya Dewa.

"Seminggu lagi yah."

"Kamu kan udah lama mondok al, dan kamu tau, semakin hari umur Ayah dan Bunda bertambah, dan kamu penerus kami satu-satunya."

Alby mengernyit, kenapa Ayahnya berbicara layaknya akan meninggal besok. Alby memegang tangan Ayah dan Bundanya, dan tersenyum hangat kearah keduanya.

"Ayah, Bunda, jangan bicara seperti itu," ucap Alby dengan lembut.

"Kamu berhenti mondok ya al, Ayah mau ngabisin waktu tua ayah bareng kamu, dan Bunda, kita kan udah lama gak bareng nak," pinta Dewa.

Alby mengangguk, Ayahnya benar, ia dan keluarganya baru bertemu, rasa rindu belum terobati, rindu yang 20 tahun terpedam.

"Makasih ya nak." Ucap Dewa.

"Kamu belum ada pasangan?" Tanya Nana.

"Ma-maksud Bunda?" Gugup Alby.

"Kamu ngerti lah sayang," canda Nana.

"Ki-kita makan bun, yah, nanti masakannya dingin."

Nana tersenyum sambil geleng-geleng kepala, melihat tingkah Alby yang menurut nana sangat menggemaskan.

Sebelum mereka selesai makan, seorang wanita cantik, dengan baju dan celana longgarnya, memasuki kediaman keluarga Alby.

"Assalamualaikum," salam wanita cantik itu.

"Waalaikumsalam, wah non Rasya," jawab Bi Iem 'ART'

Alby yang mendengar jika Bi Iem mengatakan nama Rasya, langsung menengok ke arah pintu masuk, dan benar seorang Azara tengah menatapnya, dengan senyuman tipisnya.

"Rasya, sini sayang sarapan bareng Bunda," ajak Nana.

"Iya bunda," jawab Rasya dan duduk di sebelah Alby.

"Rasya mau ikan apa sayang? Ayam? Telur? Apa ikan goreng?" Tanya Nana antusias.

"Rasya udah makan tadi di resto."

"Yah, gak makan masakan bunda dong," Nana pura-pura kecewa, dengan mencibikkan bibirnya.

"E- iya Rasya mau makan, tapi dikit."

Nana langsung gembira dan memberikan nasi dan lauk kearah Rasya dengan semangat.

~~~

"Bang?" Panggil Rasya.

"Hmm," jawab Alby tapi tetep fokus pada ikan kesayangan Nana.

"Gue mau ngasih sesuatu buat lo."

Alby melihat kearah Rasya, sambil mengangkat satu alisnya.

"Ikut gue," Rasya menarik baju Alby supaya Alby mengikutinya.

"Mau kemana sih za?" Berontak Alby.

"Nanti lo tau," Rasya menyuruh Alby untuk masuk kedalam mobil, diikuti Rasya.

"Mau kemana?" Tanya Alby.

Rasya tak menjawab, dan menancap pedal gas, dengan kecepatan sedang.

~~~

"Gue gak tau, gue kenapa, tapi gue gambar ini semalem, dan entah kenapa gue pengen ngasih ini ke lo," ungkap Rasya ketika ada di sebuah pantai.

Rasya memberikan sebuah lukisan yang telah ia gambar semalam.

"Bagus," ucap Alby sambil fokus kearah lukisan Rasya.

"Makasih."

"Kenapa di kasih ke saya?"

"Gak tau mau aja gitu."

"Lo tau, lukisan itu tempatnya dimana?"

"Tidak."

"Di sini, dimana gue mimpiin seseorang tadi malem."

"Siapa?"

"Lo gak perlu tau. Yuk pulang."

"Ayok."



alby & Rasya (End)Where stories live. Discover now