Empatbelas🎉

115 13 0
                                    

Ruangan putih, yang dipenuhi oleh pria berpeci, dan wanita berhijab, sedang melaksanakan rapat bulanan, untuk menyambut tahun baru islam.

Kenzie sebagai ketua pondok, mengharuskan dia, berbicara banyak di depan halayak ramai.

Setelah pengucapan salawat dan salam Kenzie menjelaskan apa saja yang akan ia bicarakan, "langsung saja, dengan adanya rapat ini, saya akan memberi tahu, jika, pondok pesantren Baitul Jannah, akan mengadakan lomba tahunan, untuk menyambut tahun baru islam," tegas Kenzie.

"Apa salah satu dari kalin ada yang mau memberi saran, lomba apa saja yang akan kita lombakan?"

Liza yang sejak tadi memandang Kenzie tanpa berkedip, membuatnya tak fokus dengan Kenzie bicarakan.

Kenzie yang mengerti jika Liza sedang memandangnya dengan terang-terangan langsung memelototinya, membuat Liza gelagapan.

Hanif dan Alby yang berada disamping Kenzie, menahan tawanya, ketika melihat Liza dipelototi oleh Kenzie.

Alby berdehem, menghilangkan tawa, yang ia sembunyikan, "bagaimana jika lomba yang bisanya itu kita ubah semua, seperti, makan kerupuk, lari bendera, dan lain-lain, kita ubah, menjadi yang lebih menguntungkan untuk pondok, dan kreatifitas santri," terang Alby.

"Maksuk ustad Alby?" Bingung Hanif, lomba seperti apa, yang menguntungkan, bermain judi, tentu saja tak mungkin.

"Seperti, bedah kamar, bedah kelas masing-masing, dan bedah tempat yang biasa di bersihkan, seperti, musholla, kamar mandi, tempat berjemur, aula, dan lain-lain, kita juga bisa mengadakan lomba pentas drama, yang akan di buat oleh per hujrah," terang Alby.

Kenzie masih, menimang-nimang tentang ucapan Alby, yang menurutnya adalah ide yang sangat bagus.

"Apa itu tidak memberatkan santri,, dalam biaya ekonomi?" Tanya Hanif, yang memikirkan uang, sebab ia adalah orang tak punya yang selalu meminta gratisan terhadap kedua temannya.

Jika kalian bertanya, dapat dari mana Alby uang, jawabannya, alby memiliki toko roti, kecil, tak jauh dari kawasan pondok, ia membeli toko itu dari uang yang ia dapatkan, setiap mengikuti olimpiade.

"Ia usta) di, jika keluarga mereka berada, jika ada dari kalangan yang tak berada?" Tanya Yusuf.

"Bagaimana, jika, kita tetap mengadakan lomba yang ustad Alby, usulkan, masalah biaya, kita ambil dari kas pondok, kita akan memberikan, uang modal bedah, supaya tak terlalu merepotkan santri," terang Maryam.

Putra tersenyum mendengar penuturan dari Nengnya itu, menurutnya Maryam bisa mengatasi masalah, dengan mudah, mengambil jalan halus, dan tidak tergesa-gesa.

"Saya setuju dengan Neng maryam, jika santri akan, mendapatkan uang bedah sebagai modal, supaya tak memberatkan, para santri yang perekonomian rendah," sambung Putra dan tersenyum kepada neng Maryam yang menyenyuminya.

"Menurut saya itu bagus, dan sangat baik," timpal Liza.

"Saya menyetujuinya, mungkin ada masukan lain, yang ingin memberikan, masukan?" Tanya Kenzie, sambil melihat, ke seluruh astidz-asatidzah yang mengikuti rapat.

"Saya kira tidak ada lagi, yang harus kita rundingkan, mari kita, akhiri, assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh" ucap kenzie, dan bangun dari duduknya.

Semua Ustad, telah keluar, hanya tinggal Ustadzah yang berada di ruang rapat.

"Huft, ustad kenzie berdemage banget kan za?" Tanya Liza, sambil membayangkan wajah Kenzie yang memelototinya.

"Ia, ustad alby, juga, tahi lalat pinggir matanya itu loh!" Sambung Zamira.

Ning Maryam hanya geleng-geleng kepala, meskipun ia juga tak menampik, manisnya Putra yang tersenum menampakkan lesung, dan gingsulnya.

alby & Rasya (End)Where stories live. Discover now