* close your eyes, there is me and our hands as the light*

1.1K 174 0
                                    


........

   Sudah memasuki menit ke 45 dan Jeno tetap terpaku pada email yang tertera di komputernya. Undangan untuk datan di pembukaan perdana cbang perusahaan keluarga Jung untuk yang kesekian kalinya. Atas nama Mark J.

  Bisa-bisanya?

  Seingatnya ia pernah bekerjasama tapi tidak sampai menjadi kolega. Ada apa sebenarnya dengan keluarga itu? Jeno tak habis pikir.

  "Hhhh... Sulit dimenger—aaa! Sayang? Kau disini?" Baru sadar dari keterpakuan, Jeno dikejutkan dengan jaemin yang duduk di kursi dihadapannya.

   "Datang saja. Kenapa terlihat pusing begitu?" ujar jaemin santai.

  "Nanti saja membahas itu. Kau! Sejak kapan berada di situ?"

  "15 menit yang lalu mungkin? Aku tak ingat."

  "Aku hanya diam seperti orang–" " iya aku tahu, orang–bodoh kan? Memang kok." Jaemin mengangguk paham.

  "Ck, jadi maksud kedatanganmu tuan?"

  "Rindu dengan junior mu mungkin?" jawab Jaemin asal.

  "Kenapa tidak bilang? Sex di kantor juga tidak buruk. Kapan? Seka–"

   "Masalah selangkangan saja kau cepat! Aku kesini ingin membahas masalah itu denganmu." Jaemin menghentikan tangan Jeno yang hendak membuka sabuk dengan duduk di pangkuan Jeno.

  "Sayang..."

  "Apa? Kau sudah horny lagi? Dasar!" Jaemin menampar pelan wajah suaminya itu.

  "Aku mau. Tapi kau juga harus menenangkan 'nya' sayang." Jaemin memasng ekspresi tak habis pikir kearah Jeno. Sedang pria yang sialnya adalah suaminya itu malah tersenyum nakal.

  "Aku heran kenapa kau suka sekali membicarakan rencana dengan blow job. Tidak bisakah kita melakukannya dengan nor– aghhh... Alexander!" desah jaemin tak tertahan saat tangan berurat suaminya itu meremas bokongnya keras.

  " Yes babe?"

  " Baiklah! Ukhh!"

  Jaemin turun dan telaten membuka resleting yang berhadapan langsung dengan mukanya. " Ukh! Sial," umpatnya tak sengaja saat milik sang suami menampar wajahnya.

  "Chaa~ bekerjalah..."

  Jaemin dengan senang hati melakukan tugasnya. "Rencana pertama adalah memasuki ranah mereka. Nakamoto yuta, kupikir masih bisa lewatnya," ucap jaemin kepayahan.

  "Lalu? Hhhh..." Nafas Jeno terdengar berat. Jaemin dibawah kegirangan melihatnya. "Ingat tidak dengan salah satu partner kerjasama mu bulan Agustus lalu? Dia salah satu kolega Nakamoto–ukh."

  "Hhhh benarkahh?" Objek yang menarik perhatiannya kini hanya wajah memerah jaemin.

  "Ya, bagaimana dengannya?"

  Jeno tak fokus menjawab. Ia hanya menikmati kinerja sang istri yang menggairahkan. Persetan dengan kondisi kantornya yang sebenarnya sangat sibuk. Ia butuh cinta istrinya.

  "Heukk-akh!"

  "Lebih dalam, sayang. you should put it a little lower." Dengan sedikit kasar mendorong kepala jaemin untuk lebih dalam, deep throat.

  "Znayesh', ya prishel k okonchatel'nomu planu, dorogaya."
(Trans : kau tahu, aku sudah sampai di rencana final sayang.)

  Jaemin menghentikan lidahnya, menatap nyalang pada Jeno yang kini terpingkal dengan wajah brengseknya. "Kurang ajar, kau–hukk!" Jeno kembali mendorong kepala jaemin.

  "Perencanaannya sudah selesai sayang. Pekerjaanmu yang belum, selesaikan atau tidak ada kata berjalan di kamus mu selama seminggu nanti."

  "Try me," tantang jaemin.

  "Baiklah–"

  Tok tok tok

  " Lee sajangnim, ada tuan Na yang menunggu anda di ruang perjamuan. Saya ingin mengkonfirmasi kedatangan anda."

  "Ck, sial. Suruh tunggu 15 menit lagi, aku akan datang setelahnya."

  "Kau. tetap. disini." Jeno menekan kembali kepala jaemin. Istrinya itu sudah tertebak akan pergi menemui mertuanya. Tapi Jeno kecil belum mau tenang.

  Dua sejoli itu bermain cepat. Jeno menyemburkan benihnya ke wajah jaemin yang membuat si manis itu kesal karna harus mengganti pakaiannya yang terciprat. Tapi suasana di lift sekarang sedikit 'panas', bawaan dari ruangan Jeno.

  "Jangan kira kau bisa bebas setelah ini, sayang. Ayo bahas rencana kita sekali lagi, dengan pembahasan yang lebih dalam."

  "Ya. Akhir-akhir ini kau mudah sekali terangsang, apa suamiku ini begitu ingin punya bayi?" Jaemin mendekatkan wajahnya ke leher Jeno.

  "Kau akan tahu kalau disini ada peserta yang berhasil. Aku masih manjadi panitia, bukan?" balas Jeno.

  "Uhummm..., Suamiku terlihat jantan sekali. Apa kau mendapat suatu keberuntungan atau hadiah?" Jeno memeluk erat pinggang jaemin. Keduanya berbicara dengan jarak seminim mungkin, sampai beberapa kali cuping hidung keduanya berselisih.

  "Keberuntungan? Kalau kubilang iya, bagaima–

  "Ayolah anak muda, bercinta ada waktunya." Pasangan menikah itu menjadi salah tingkah saat melihat yuta berdiri berpangku tangan di luar lift yang terbuka. Tidak keduanya sih, hanya jaemin saja.

  "Selamat siang, ayah." Jeno keluar menyapa sang mertua.

  "siang juga nak, apa putra manis ayah tidak ingin bergabung?" Jaemin dengan kikuk mendekati keduanya.

  "Oh iya, apa ada urusan mendesak sampai ayah kemari?" tanya jaemin.

  "Aku hanya merindukan kalian. Apa kalian terganggu?"

  "Tentu saja tidak. Apa ayah mau makan siang bersama? Aku mau menjemput pasukan kecilku dulu."

  "Bisa ayah ikut? Aku merindukan bocah-bocah itu."

  "Silahkan saja, aku harus mengejar deadline pekerjaanku." Jeno mengantarkan istri dan mertuanya ke parkiran sebelum kembali keatas.

  "Aku pergi dulu. don't miss your lunch, I love you." Jaemin sempatkan memberi ciuman di bibir sang suami seperti biasa mereka lakukan.

  Sedang tuan Na melambaikan tangannya. Jeno terus memperhatikan mobil yang dikendarai tuan Na sampai mobil itu menghilang.

  "sledi za dvizheniyami etogo ublyudka," ujarnya di telepon.
(Trans : perhatikan terus pergerakan si bangsat itu.)
.......

  " Bagaimana kabar oka-san?"

  "Oka-san mu tidak baik-baik saja. Ia selalu jatuh sakit kalau rindu padamu. Kapan aku bisa membawamu padanya? Aku tak sanggup melihat ia menangis."

  " Secepatnya. Tapi bukan sekarang– oh iya kabar Rai ni-san?"

  "Ia seorang idola sekarang. Kau tahu hidupnya tak seramai di televisi," jawab tuan Na jujur.

  "Aku harap kita bisa berkumpul. Bagaimana dengan piknik?" Saran jaemin antusias.

  "Akan. Aku berjanji kita akan berpiknik." Jaemin sedikit terlonjak saking bahagianya. Itu mengundang air mata rindu untuk keluar dari mata pria hampir paruh baya tersebut.

  Demi apapun, tawa jiro adalah segalanya bagi yuta. Ia tak ingin kehilangan tawa itu untuk kedua kalinya. Rasanya sangat emosional sekali melihat putranya itu kini terlihat mulai terbuka.

  Bayangan jaemin kecil—jiro yang tertawa bahagia saat kejar-kejaran dengan dan rai–renjun terbesit di pikirannya,

   "OTO-SAN AWAS!!!"

BRUKKK

DUAARRR














TBC.

[✓] Thantophobia || NominDove le storie prendono vita. Scoprilo ora