* it's not save outside, I need a tight hug from you*

988 145 0
                                    





................

"Jalan Alexei memang penuh dengan tombak. Adikku yang manis," puji Morgan.

"Berhenti disitu sialan. Kau tidak ada hak memuji-muji istriku." Pria semampai di hadapannya terkekeh mendengar ancaman tersirat dari peringatan tersurat Alexander.

"Yayaya, kau benar akan menghabisi mereka semua? Sudah menyelusuri hingga inti akar?"

"Tentu. Seluruh data, pengamatan dan dari intaian mata-mata yang ku selipkan di klan sampah itu- busuk. Hanya itu."

Pria tinggi itu menghela nafas. "Hahhh, Mon pauvre Alexei~ "

Alexander mendengus jengah. Ia meneguk kasar kopi instannya. "Lalu bagaimana dengan jeon? Apa kucing itu sudah ada tanda-tanda jinak?"

"Bien sûr, apa yang tidak kakak iparmu ini bisa? Ya, kemarin ada sedikit kesulitan- dia tahu akulah pembunuh ayah dan ibunya. Lalu memutuskan kabur karena takut padaku. Kau tahu apa? Dia berlari sendiri, tapi kembali berdua." Morgan tertawa terpingkal dengan dua jari yang mengudara.

"Brengsek."

"Itulah kenapa kita hidup, bukan?"

"Kalau Alexei tahu, ucapkan selamat tinggal pada dunia."

"Untungnya kan tidak, hehe."

Dua pria mapan dengan gurat wajah yang sama tegasnya, sama aura menyeramkannya dan sama perawakan tubuh yang kekar sedang asik menikmati dua cup kopi instan di pinggir sungai deras. Di punggung mereka sama-sama tergantung senapan Laras panjang. Cerita sebelumnya adalah mereka tengah berburu.

"Kapan kira-kira?"

"Hitung mundur 168 jam."

"Génial! C'est le bon moment."

Alexander-jeno mengangguk tak acuh sambil menyeruput air kopi di cup sedangnya. Mereka berdua kini tengah istirahat selepas perburuan, ada dua ekor rusa di mobil yang merupakan hasil buruan. Hutan Transylvania memang sangat mengagumkan.

Kringg... Kringg...

"Ponselmu," tunjuk Morgan.

Alexander spontan menerima panggilan kala melihat nama sang istri. " Ya?"

"DADDA!! KAPAN PULANG? BARU KEMARIN KAMI SINGGUNG, SUDAH BERULAH LAGI! MAMA SAKITTT!!"

Morgan sebisa mungkin menahan tawa geli melihat adik seperjuangannya itu mengernyit kaget dan menjauhkan speaker ponsel dari telinganya. Ia jelas hafal suara melengking dari putri bungsu keluarga Tiriro tersebut. "Ya dad minta maaf, mama sakit apa? Dad bawakan sesuatu nan-

"Hooeekk-uhukk! Levv kemb-ukh kembalikan ponselku!"

"Xei, kau kenapa?! Sayang?"

"Tidak usah sayang-sayang mamaku!- chotto matte mama! Ya! DADDA kalau tak pulang malam ini, aku berjanji akan menghapus namamu di kartu keluarga!"

"Lev!"

"Diamlah maa, aku sedang menasehati suamimu ini!"

"Kemba- ukhh! Hoeekk!"

Alexander menahan pengang telinganya dengan muka masam. Begitu banyak suara yang saling tumpang tindih tak mau kalah di seberang panggilan. Tapi-

"Eh!"

[✓] Thantophobia || NominWhere stories live. Discover now