* It's hard to tell the difference between crazy and people who are in love *

915 137 4
                                    


...................

    "Hahahaha, akhirnya dia merasakan apa yang aku rasakan!"

   "Itu sepadan dengan kematian saki-ku!"

    "Agen sampah itu harus dimana kakinya berpijak, kita bukan lawannya."

    "Aku akan membuat pesta untuk merayakan ini."

   " Dimana Sasaki?"

   " Apa yang ia lakukan pada mereka?"

   "Tak peduli. Yang penting mereka hancur!"

   Jeno duduk diam di kursi kebanggaannya. Tapi kali ini bukan raut pongah yang ia tunjukkan. Aura yang keluar kental akan sarat dendam. Tatapan matanya menyorotkan arti serius, memperhatikan kata demi kata yang keluar dari banyak pengeras suara yang mengelilingi ruangannya.

   Hanya celana rumah sakit, Jeno tak memakai atasan. Ia ingin melihat lukanya sendiri, yang masih memerah dibalik balutan perban. Garis-garis otot yang lengkap, beberapa bekas jahitan atau bekas sayatan menjadi tambahan tersendiri yang mengisi tampilan perut 8 pack- nya. Jeno ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri luka yang tertoreh, agar menjadi bahan bakar tambahan untuk api dendamnya agar lebih berkobar.

   Ruangan itu gelap. Hanya ada lampu remang-remang di atas kepala Jeno. Pria jenderal itu masih diam menikmati bagaimana suara-suara yang keluar dari pengeras suara bisa menggambarkan dengan jelas rasa bahagia. "Bahagia sekali yah mereka?"

   Cklek

    Krieett....

  Ekor mata Jeno mendapati sosok mungil yang terhalang cahaya di belakang berdiri di depan pintu yang terbuka setengahnya. Senyum simpul terulas di wajah tegas Jeno. Pria itu menekan tombol off pada remot kecil yang ia pegang. Seketika suara-suara itu hilang, dan Jeno memilih berdiri dari kursi untuk berjalan mendekati sosok mungil itu.

    "Sudah selesai sup nya kirion?"

    Setelah tepat berdiri di depan sosok itu. Terlihat dengan jelas wajah tampan anak itu. Dengan beberapa bekas luka lebam dan lecet di wajahnya tak sanggup meruntuhkan ketampanan sang anak.

    "Eung! Makan."

    Rahang Jeno mengeras, giginya bergemeletuk menahan rasa amarah. Plester luka yang menempel di ujung bibir, bawah mata, alis, dan pelipis membuat Jeno ikut sakit. Mata putranya terlihat kosong, Jeno sendiri tak punya keberanian untuk lama-lama menatapnya.

   "Kemari." Jeno membungkuk untuk membawa kirion ke pelukannya. Ia menggendong anak keduanya itu menuju lantai atas. Pasti melelahkan untuk anaknya yang masih memakai tongkat untuk turun-naik tangga.

   "Mama membuat apa?"

   "Makanan kesukaan kami."

   "Enak kalau begitu," ujar Jeno seraya mengecup pelan pipi gembul kirion.

   Meja makan penuh oleh hasil masakan jaemin. Dua kursi juga sudah terisi oleh kembar yang lain, tapi keduanya masih diam saja. Yang terlihat kelimpungan kesana-kemari hanya jaemin. Si manis yang tengah hamil muda itu sedang menata mangkuk sup ayam.

   "Kalian ingin mama suap?"

   "Eung," angguk Sasha. Jaemin tersenyum, setidaknya Sasha sudah mulai mau berinteraksi dengannya dan juga Jeno.

   "Lev?"

   Tapi anak itu hanya diam, menanti piringnya diisi oleh sang mama. Anak itu masih tidak mau mengeluarkan suaranya. Tiap malam jaemin akan berlama-lama di kamar si sulung sebab anak itu sering mengigau hingga menjerit.

[✓] Thantophobia || NominWhere stories live. Discover now