* there is always a different love. I don't know what the difference is*

946 152 1
                                    

........

   "...... kepura-puraan mu—

   BRAKKKK

   Sasha muncul setelah mendobrak pintu kaca ruangan daddanya diikuti dengan kedua kakak laki-lakinya. Wajah gadis kecil itu terlihat begitu merah karena menahan amarah.

  "ASTAGA! DEMI TUHAN SASHA TIRIRO!"

   "JANGAN MENERIAKIKU!!! yang tidak pulang itu mama dan dad! Yang tidak membacakan dongeng padaku lagi itu mama dan dad! Yang tidak ingat ada rumah itu mama dan dad! Yang tidak ingat punya anak itu mama dan dad! Ugh beruntung tidak ke lemparkan korek ini ke berkas-berkas sialan itu!!" amuk Sasha dengan menunjukkan korek api di genggamannya.

  " sial... Mulutmu! Siapa yang mengajarkan—

   "Yang memancing ajaran itu mama, kami tinggal improvisasi saja sih." sahut kirion asal.

   "Tapi siapa yang mengajarkan kalian untuk tantrum di luar seperti ini?" kesal jaemin.

  "Kekesalan kami. Setidaknya kalau mau menghilang itu bilang-bilang, jadi jangan salahkan kalau kami belajar banyak disaat kalian tidak ada," bela Lev.

  "Lalu? Kalian mengikuti ajaran-ajaran tak benar, begitu?" balas Jeno.

  "Apa dadda dan mama sama sekali tidak mau minta maaf? Itu ajaran yang benar kan?" sahut Sasha tajam.

  Kedua orang tua muda itu kompak memijat dahi kala melihat tingkah anak-anak mereka. Jaemin menghela nafas dan mendekati si kecil bungsunya. Semua pun tahu, Sasha bukan anak yang mudah ditangani. Perempuan kecil itu terlalu beyond far rata-rata anak perempuan kecil lain.

  "Hhhh... Dadda dan mama minta maaf, kalian pasti sangat kesepian karena kami tak pulang-pulang. Mama benar-benar minta maaf atas itu, hanya saja memang keadaan sedang tidak bagus sekarang. Tapi percayalah, mata mama dan dad tidak pernah berhenti memperhatikan kalian."

   Gadis kecil yang masih menyimpan kesal dengan bibir manyun itu akhirnya luluh setelah sang mama meminta maaf. Mata gadis kecil itu buram karena air mata yang menumpuk, "Sasha pikir mama dan dad sedang bermasalah. Sha tidak peduli masalah apa itu, tapi kalau kalian tidak datang ke acara kemaren... Itu keterlaluan," gumamnya.

  Baik Jeno dan jaemin terdiam karena rasa bersalah. Gadis kecil itu berbalik, berlari memeluk Lev dan mulai menumpahkan air mata tak terbendungnya. "Dad dan mama tidak tahu seberapa panas pakaian domba itu, kami menari dengan baik. Semua ayah dan ibu meneriaki anaknya, mungkin hanya kami yang orang tuanya tidak datang." Kirion dengan tenang mengatakan uneg-unegnya.

   Lev menghela nafas ketika dua adiknya tak mau berhenti menangis. "Maafkan kami mengatakan ini kalau memang suasana diantara mama dan dadda tidak baik. Kalian mengajarkan untuk mengeluarkan apapun yang menjadi beban di hati kami, kedua adikku melakukannya dengan baik kurasa. Tapi tetap saja, mereka mungkin salah karena tidak di waktu yang tepat. Aku minta maaf."

  Hiks...

  Tidak. Jaemin tidak sanggup seperti ini. Akhir-akhir ini ia dan Jeno terus beradu mulut karena permasalahan 'selingkuh' Jeno. Tapi, ia pun bersalah karena mencoba membalasnya dengan perselingkuhan. Anak-anaknya menjadi korban sekarang. Menangis dihadapan keduanya hanya karena merasa bersalah telah menyampaikan kekecewaan mereka terhadapnya dan Jeno.

  "Hiks m-maaf, maafkan mama... Mama yang salah. Jangan menangis, kumohon. Ale- anakku..."

  Jeno memeluk jaemin dengan erat saat melihat sang istri berlutut dengan tangisan. Ada terbesit rasa kecewa dan amarah untuk diri sendiri dalam hatinya. "Maafkan aku, ini bukan salahmu ataupun anak kita. Ini semua murni salahku," bisiknya.

   "Aku tahu ini yang akan terjadi, t-tapi rasa sakitnya sangat menyiksaku Alexander..." Jaemin berbisik dalam dekapan sang suami.

  "Al, kumohon... Anak-anakku Ale." Jaemin memohon pada Jeno untuk membujuk tiga kembar itu agar mau memaafkan dirinya.

  Jeno membawa anak-anak mendekat dan akhirnya memeluk semua anggota keluarga kecilnya. "Dad dan mama benar-benar minta maaf pada kalian. Kami dengan rasa bersalah meminta maaf dan mengakui kesalahan kami. Tapi percayalah nak, baik mama dan dadda tidak pernah lupa dengan janji kami. Kami menonton acara kalian, melihat kalian dengan pakaian domba, berlarian dan melompat diatas panggung, bernyanyi dan banyak hal lain. Hanya saja suasana sedang tidak mendukung, kami meminta maaf karena hanya bisa menonton dari video call dengan guru kalian. Dadda benar-benar minta maaf telah menjadi ayah yang buruk untuk kalian."

  "Hiks... Mama juga meminta maaf, mama mohon... Jangan menangis, maaf mama gagal menjadi ibu yang baik," Isak jaemin.

  Sasha yang masih menangis langsung memeluk sang mama dengan erat. Mereka berpelukan erat satu sama lain, menumpahkan tangis karena sedih dan rasa bersalah. Jeno mengecup penuh kasih pucuk kepala istri dan anak-anaknya satu persatu. Mereka tak sadar dengan tuan Na yang sedari tadi menonton drama keluarga mereka.

  "Putraku... Telah sedewasa ini."
****

   Usapan lembut dari sang ayah mampu menenangkan jaemin. "Menjadi orang tua itu... Sulit bukan?"

  Jaemin mengangguk lemas. Yuta kembali menciumi pucuk kepala putranya dengan lembut, " tapi itu resiko. Kita memilih membawa mereka ke dunia, maka jadikan mereka manusia yang benar."

  " Aku... Gagal. Putraku yang manis ini bahkan telah memiliki anak ketika aku bisa menjumpainya. Tiap-tiap hari aku dan oka-san mu selalu membuka album masa kecil. Menghidupi keberadaan mu di rumah kami meski hanya lewat kenangan."

  Jaemin diam mendengarkan, sudah lama sekali ia tak merasakan pelukan sang ayah. Maafkan jaemin yang sempat melupakan rasanya, ia termakan kesalahpahaman.

   "Kau ada masalah dengan Jeno?"

   "....tidak."

   "Baiklah, oto-san tidak Punya wewenang atas hubungan kalian. Kalian sudah besar, jadi selesaikan masalah sedamai mungkin. Hatiku ikut sakit melihat tiga cucuku itu menangis."

  "Apalagi aku oto-san..." lirih jaemin.

  "Kalian harus berhati-hati nak. Naka sialan itu mengincar anak-anak kalian. Aku khawatir pada mereka." Yuta akhirnya menjelaskan alasan mengapa ia datang.

  Jaemin tak sadar mengangguk, "sedang diurus kok."

   "Kau sudah tahu?"

   Deg.

   Jaemin terpaku. Usapan yuta tak berhenti, "siapa kalian ini? Jangan mencoba mengelabui diriku, sebelum kalian hidup... Aku melewati yang cukup menegangkan yang membuatku sadar ada yang berbeda dari kalian."

   "Su—

   "Aku yang akan menjelaskannya," sela Jeno yang baru datang.

  Jaemin menatap suaminya dalam, Jeno menganggukkan kepalanya. Memberikan isyarat semua akan baik-baik saja. Jaemin menghela nafas pasrah. "Kau habis darimana?"

   "Menelepon bawahanku."

   "Mercusuar itu... Jadi?"

   "Kenapa tidak?"

   Jaemin mengangguk paham dan memilih pergi dari sana. Membiarkan suami dan ayahnya bercerita berdua. Ia masih harus mengurusi tiga bocah yang ketiduran di ruangan sang suami.

  "Jadi?"

  Jeno diam sejenak, "bagaimana cara menjelaskannya? Itu panjang sekali," bisik Jeno yang masih terdengar oleh yuta.

  "Well, aku punya seorang istri yang suka story telling. Mendengarmu bercerita bukan masalah besar."

   Jeno mengangguk, mulai menyamankan duduknya disebelah yuta. "Ya baiklah, mulai darimana kita? Mungkin saat aku bertemu dengan jaemin dulu—























TBC.

P.s: beberapa chap lagi mungkin cerita ini selesai(◍•ᴗ•◍)

[✓] Thantophobia || NominWhere stories live. Discover now