*sometimes, a glass need to broke to be an art *

989 143 10
                                    




....................

    "Mark!"

    Jaemin terpana dengan kefrontalan pria itu berbicara. Tapi tidak sedikitpun rasa terkejut singgah di hatinya kala mendengar ucapan tak terduga dari pria asing bernama Mark itu.

   Yang kata nya adalah kakak dari suaminya.

  "Kakak? Dad punya kakak ma?" Jaemin menunduk melirik pada kirion. Lalu mengangkat wajahnya dengan ekspresi tak tersentuh, "bisa jelaskan maksudmu? Aku rasa kita tak punya pengalaman pertemuan apa-apa sampai kau bisa seenaknya merusak moodku, tuan." Jaemin menyeruput teh nya sambil menatap dingin Mark.

   Acara minum teh itu jadi muram. Jaemin tetap tenang menikmati teh nya. Ia bisa melihat raut tak enak dari keluarga Jung. Berbeda-beda, tatapan segan dari dua anak kembar mereka dan tatapan tak percaya dari tuan dan nyonya Jung. Hanya Mark Jung yang menatapnya berani.

   "Dari sikapmu aku yakin kau tahu mengenai ini. Aku hanya ingin menemui adikku," ujar Mark.

   "Tak semua hal harus kau bawa serius. Kau belum menjelaskan sesuai yang ku pinta omong-omong."

   " Dia Jeno. Jung Jeno. Adikku, pernah tinggal dengan wanita bernama yejung namun kabur di London. Aku tahu masa lalumu juga, jadi sepertinya tidak perlu banyak penjelasan kalau kau sendiri pun tahu. Dimana adikku?"

   Jaemin diam menatap Mark dengan tatapan menilai. "Tidak sopan," gumamnya sebelum meminum teh untuk yang terakhir kali. "Kau pikir hanya satu dua yang mengalami begitu? Alih-alih menjelaskan nostalgia ala mu yang tak jelas benar tidaknya, kenapa tak memberikan sesuatu yang mutlak bisa membelamu?"

    "Kau tak sedangkal itu kan?"

   Haechan kesusahan menelan ludah. Sedari kuliah dulu, dia tahu kalau jaemin memang pribadi yang tak suka di'sentuh'. Tapi melihat sesinis apa yang jaemin bisa membuat haechan tetap takut padanya. Tapi sepertinya itu tak berarti bagi calon suaminya itu.

    Srak

     Mark sedikit melempar dokumen ke dekat jaemin. " 97 persen, dia anak Jung Jaehyun dan Jung taeyong. Masih mau mengelak?"

   Jaemin menatap remeh documen yang masih tertutup itu. "Bicaramu seperti aku yang salah saja yah?" kekehan jaemin membuat Mark sedikit tak nyaman.

   "Pun kalau iya dia salah satu dari kalian. Itu bukan urusanku. Itu urusan hati dan bagaimana suamiku nanti menyikapi kalian...."

    "Tapi kalau boleh menilai, impresi yang kau tujukan padaku nilainya minus haha," sindir jaemin.

   "Kurasa aku hanya bisa 'berjalan' sampai sini. Masalah keluarga kalian adalah dengan Jeno. Meski fakta aku istrinya, bukan berarti aku tahu dan paham bagaimana cara hati suamiku bekerja. Jadi... Keluarga Jung yang terhormat, bisa kita nikmati saja teh nya dengan hikmat?" Jaemin menoleh dan menatap intens selaras dengan kedua mata bulat taeyong yang menatapnya sedari tadi.

   "A-ah, tidak apa tidak apa. Kami yang salah menekanmu seperti ini, nak. Aku minta maaf mewakili Mark," sahut Taeyong grogi.

   Aura jaemin mendominasi mereka. Menekan segala bentuk bentrokan yang hendak mereka lakukan. Beomgyu bertanya-tanya, aura jaemin saja sudah semenakutkan ini lalu bagaimana dengan aura kakak keduanya itu?

   "Tak apa. Apapun yang terjadi itu urusan nanti. Kita hanya harus berusaha semampu kita," bisik sungchan sambil menggenggam lembut jari-jari adiknya.

   Untuk setelahnya acara teh kembali berlangsung dengan damai. Meski ekspresi jaemin saat ini begitu kelabu dan sedikit amarah. Jauh dilubuk hatinya ada rasa sakit saat mendengar Mark berbicara. Jeno menemukan keluarganya, ia khawatir suaminya itu telah menenggelamkan fakta mengenai keluarganya dalam-dalam. Ada perasaan khawatir juga kalut yang menjalar ke titik terdalam hatinya.

[✓] Thantophobia || NominWhere stories live. Discover now