*it's a love shot. so sometime feel hurt then sometime feel addict*

991 145 7
                                    



........

Sepanjang perjalanan menuju kediaman keluarga Na, yuta hanya diam. Dalam otaknya terus berputar percakapan ia dan jeno-ah bukan, Alexander lebih tepatnya. Bukan percakapannya tapi apa yang menantunya ceritakan yang membuat otaknya sampai sekarang tak berhenti berpikir.

2008 hingga 2009.

Tahun itu.

"Sengketa antara pihak militer Amerika serikat, Yakuza dan Rusia..."

"Naka... Nakamoto, nakamura, Nakano."

"Deklarasi rahasia... Prajurit elit... Pembebasan bersyarat?"

Yuta mendengus. Kekehan itu sedikit-sedikit berubah jadi gelak tawa. Tapi hambar, kedua pipinya basah karena derasnya air mata yang turun di sela tawa yang mengudara. Supir yang membawanya hanya diam, ia telah melayani keluarga Na lebih lama dari ketika anak-anak mereka lahir ke dunia.

"Aku- anakku melewati masa-masa berat seperti itu? ....BODOH! BODOH KAU YUTA!!! ANAKMU HAMPIR MATI KARENA MENJADI KELINCI PERCOBAAN NEGARA-NEGARA BAJING*N DAN KAU? KAU TIDAK MAMPU APA-APA YUTA! BRENGSEK!!!"

"Brengsek! Brengsek! Brengsek..."

Teriakannya melemah tapi isakannya mengeras. Yuta hanya dua kali terlihat semenyedihkan ini, pertama saat ia sadar putra keduanya tak akan kembali. Dan kedua adalah ketika sadar sepahit apa hidup putra keduanya yang telah kembali.

Tak ada yang sempurna. Ia berusaha menjadi ayah yang baik meski berlatar belakang suram sekalipun, tak ada lelaki yang tahu tanggung jawabnya sebagai ayah yang akan merasa tenang ketika anak mereka terluka. Luka kecil yang menggores lutut putranya mungkin bisa ikut menggores hati dan harga dirinya sebagai ayah yang bertanggung jawab membesarkan anaknya.

Yuta benar-benar merasa gagal sebagai ayah. Jangankan lutut yang tergores, ejekan ringan teman sebaya, atau lebam karena kecerobohan seperti renjun ketika sekolah dasar yang mampu membuatnya tak tidur semalaman. Jaemin pasti melewati luka-luka yang tak bisa dibayangkan.

  "Ingat saat itu kami yang berusia 10 tahun harus bertahan hidup memburu hewan buas yang diperintahkan atasan kami di persebaran hutan Amazon...102 menjadi 78."

  "Bertahan hidup mengejar buronan elit di sekitaran pegunungan es...65 menjadi 31."

  "Bertahan hidup meski harus mengarungi lautan es...20 menjadi 12."

  "Finalnya adalah ketika kami berusia 15 tahun... Hanya tersisa 6 orang yang mampu bertahan hidup. Ada aku dan jaemin. Kupikir itu hari pertama setelah bertahun-tahun aku melupakan Tuhan... Aku berdoa hari itu mengucapkan betapa bersyukurnya diriku, jaemin tetap hidup."

  "Dulu itu... Kami hanya berpikir menjalani hidup berdua dengan kehidupan itu saja. Terbayang akan seberapa aneh rasanya hidup seperti orang biasa... Terlalu nyaman tidur di matras yang keras atau timbunan es, jadi aneh sekali rasanya bisa tidur di kasur yang empuk. Terbiasa mendengar ledakan, peluru yang ditembakkan, atau ledakan ranjau di sekitaran. Rasanya aneh saat suara-suara itu tergantikan oleh bisingnya kendaraan, suara banyaknya manusia dan suara metropolitan lainnya."

   "Maafkan soal jaemin yang menjadi ibu diusia remaja... Aku tak pernah berniat menghancurkan hidupnya atau apapun yang membawa keburukan baginya. Aku hanya benci fakta bahwa mungkin saja dia akan pergi dariku–itu membuatku melakukan apa saja agar ia bersamaku. Aku naif, dan aku tahu. Maka dari itu aku meminta maaf padamu... Ayah."

  Tangisan yuta menjadi lebih pecah. Mendengar cerita Jeno seakan hatinya diiris tipis-tipis. Jiro— jaemin putranya, yang ia sayangi dan kasihi sedari kecil. Hidup tak beruntung di negara orang, melihat tubuh tegap menantu pertamanya itu membuat yuta sadar. Jaemin begitu beruntung mendapatkan Jeno sebagai suami nya. Dari seberapa sigap Jeno menjaga cucu-cucunya, seberapa lembut tatapan di mata tajam itu pada anaknya, seberapa telaten ia bekerja. Yuta sudah menyimpulkan bahwa Jeno benar-benar mengabdikan hidupnya demi keluarga.

[✓] Thantophobia || NominWhere stories live. Discover now