* but not all love is just sweet. there is always bitterness in the end*

1K 166 8
                                    

........

Kepala tiga bocah kembar itu mendongak dengan sesekali bibir yang membulat. Rumah tuan kakek Na berbeda sekali dengan apartemen mereka. Terlihat aneh Karna baru pertama kali ketiganya melihat struktur desain seperti rumah tuan kakek Na. Pasukan kecil itu saling bergandeng tangan satu sama lain ketika menginjakkan kaki di pelataran rumah.

"Waaahh beybeda kali yah oppa," kagum Sasha.

"Ung! Ini cungguh belbeda dengan apaymen kita. Ada hutannya!" setuju kirion.

"Itu bambu bukan hutan!" sahut Lev membenahi kata-kata kirion.

"Ya kan bambu itu pohon, cekumpuyan pohon kan hutan!" balas kirion takau kalah.

"Aisshhh... Cudah lah, meyeyahkan bicala denganmu," pasrah Lev.

"Kau caja yang bodoh," ejek kirion.

"Mwoyago?!" sahut Lev tak terima.

Hampir saja tangan kanan Lev yang bebas itu bergerak menuju rambut kirion sebelum jaemin dengan tegas menegur, "hey bocah! Masuk rumah orang tua tidak tahu tata Krama. Perasaan mama tidak pernah mengajarkan begitu, dapat ilmu dari mana kalian hah!"

"Dadda!"

Sasha yang sedari tadi mendengarkan seketika diam tak habis pikir, dengan nyalang melihat kedua kakaknya bergantian karena jawaban keduanya. Sejak kapan dadda nya yang tampan itu menga- oh lupa, yang paling Tidak tahu sopan santun di rumah kan memang daddanya.

Tak jadi protes.

Yuta dan winwin tertawa kecil melihat perdebatan dua bocah lelaki itu. Sasha yang berada di tengah-tengah keduanya ikut menolehkan kepala saat ada yang saling menyahut diantara keduanya.

"Ara.. Ara.. ayo masuk, kakek benar-benar merindukan cucu-cucu kakek!"

"Yeeyy!!"

Jaemin hanya diam memperhatikan sang ayah dan ibunya bermain dengan putra-putrinya di kolam. Sejenak melintas diingatannya hal-hal yang pernah terjadi di kolam itu. Tak ada yang berubah sama sekali, pikirnya saat menelisik seluruh arsitektur rumahnya dulu.

Menyesal dulu saat pertama kali kemari setelah sekian lama, aku malah mencibir rumah masa kecilku.

"Nak, kau tak ingin makan dulu bersama kami?" Jaemin tersadar dari lamunan kala mendengar ajakan dari ibunya.

"Ah, iya. Nanti saja, oka-san. Aku mau menelpon suamiku dulu," izinnya pada winwin.

Pria manis hampir paruh baya itu mengangguk mendengar suara anaknya, ah... Ia merindukan suara Nana kecil. Selalu lembut dan hangat, yang berbeda hanya tonenya saja. Dulu cempreng kini terdengar vokal dan berat.

Tapi kesenangan winwin terputus saat melihat wajah gusar putranya. "Ada apa nak?"

"Jeno tidak bisa dihubungi."

"Lalu?"

"Ini pertama kalinya ia melewatkan panggilanku. Bahkan menolaknya, tapi tak apa. Mungkin sedang sibuk," ucap jaemin ragu.

"Kalau ada apa-apa jangan sungkan mengatakannya pada kami." Jaemin tersenyum mendengar winwin berkata begitu. Dirinya mengangguk dan menghembuskan nafas seolah mencoba melepas beban kekhawatiran.

"Mau bakar ikan?"

Kedua pria manis berbeda generasi itu tertawa mendengar teriakan yuta yang beriringan dengan tawa anak-anak.

"Haiiii oto-san!"
............

"Kau yakin akan menjalan rencana ini?"

"Tentu saja."

[✓] Thantophobia || NominOnde histórias criam vida. Descubra agora