Extra [1] : Cinta Remaja

9K 1K 46
                                    

Hari ini genap dua bulan Chenle menjalani pengobatannya. Sejak ditemani oleh Jisung, Chenle semakin bersemangat dalam menjalani pengobatannya.

"Mulai besok, kau cukup datang seminggu sekali untuk pemeriksaan rutin. Jika sudah lebih baik, maka cukup sebulan sekali." Heechul menjelaskan tentang kondisi Chenle.

Hari ini dia ditemani oleh Renjun dan juga Jeno. Jisung tidak bisa menemaninya karena hari ini ibunya minta ditemani pergi jalan-jalan. Kata Jisung, ibunya sedang mengidam.

"Syukurlah, Baba. Lihatkan, sayang. Jika mau, kau pasti bisa sembuh."

Renjun mengelus rambut halus Chenle. Akhir-akhir ini, Chenle memang telah berubah. Wajahnya lebih cerah dari sebelumnya. Dia juga tidak lagi menutup diri dan mulai memahami keadaannya sendiri. Tidak lagi memendam kesakitan sendiri dan selalu bercerita banyak hal pada Renjun ataupun Jeno.

"Mau makan dulu?" tanya Jeno. Mereka sudah masuk ke dalam mobil sejak beberapa menit yang lalu.

"Boleh. Aku lapar, Baba." Chenle memegang perutnya dan memajukan bibir bawahnya.

"Oke. Kita ke restoran yang ada di dekat sini."

Jeno membawa mobilnya menuju restoran yang tak terlalu jauh dengan rumah sakit. Restoran ini terlihat sederhana, tapi ramai pengunjung.

"Sepertinya makanannya enak. Tempatnya juga cantik dan rapi," kata Renjun.

"Iya, Mama."

Ketiganya masuk ke dalam restoran. Mereka mencari-cari tempat duduk, tetapi restoran tersebut tampak penuh.

"Selamat datang. Silakan ke lantai atas saja karena di bawah sudah penuh." Seorang pelayan wanita datang menghampiri mereka. Menuntun ketiganya menuju lantai atas.

"Silakan." Pelayan wanita itu mempersilakan mereka untuk duduk di salah satu meja di dekat dinding.

"Terima kasih," kata Renjun sambil tersenyum.

Pelayan wanita itu tersenyum dan pamit pergi setelah mencatat pesanan mereka.

"Eh, Renjun?"

Renjun mengintip dari balik tubuh Jeno yang duduk di depannya. Di belakang Jeno, terdapat Haechan bersama Zero dan Jisung.

"Donghyuck? Makan di sini juga?" Renjun berpindah tempat duduk menjadi di samping Haechan.

"Iya."

"Kandunganmu baik-baik saja?" tanya Renjun. Perut Haechan mulai membuncit. Dia mulai memakai baju yang longgar untuk menutupi perutnya.

"Laki-laki atau perempuan, ya?" tanya Renjun. Menerka-nerka jenis kelamin anak yang masih belum terbentuk sempurna.

"Laki-laki," sahut Zero.

"Ya. Laki-laki," tambah Jisung.

Renjun mengernyit. Pasangan ayah dan anak ini tiba-tiba menjadi kompak, padahal sebelumnya mereka sering bertengkar.

"Tidak masalah untukku," balas Haechan.

Mereka melanjutkan pembicaraan hingga makanan yang dipesan tiba. Setelah selesai, kedua keluarga itu pun keluar bersama dari restoran tersebut.

"Kami pulang dulu, sampai jumpa lagi."

Renjun melambaikan tangannya pada Haechan dan juga keluarganya. Saat dia hendak berbalik, Jisung bersuara.

"Paman Renjun, Paman Jeno. Bolehkah aku mengajak jalan Chenle sebelum pulang?"

Zero hampir bertepuk tangan. Anaknya ini sangat berani di hadapan calon mertua.

Renjun dan Jeno sama-sama melihat Chenle. Mereka tahu jika anaknya ini juga ingin pergi bersama Jisung.

"Boleh. Jaga Chenle baik-baik, ya."

Jisung mengangguk, kemudian dia membungkuk untuk memberikan salam hormat.

"Pacaran saja kerjaanmu," celetuk Zero.

"Ya. Sama seperti orang tua di depanku ini."

Jisung menjulurkan lidahnya ke arah Zero. Mengejek ayahnya sendiri, tapi segera dia hentikan karena Haechan menatapnya dengan tajam.

"Jisung."

"Iya. Maaf. Sudah, kami pergi dulu."

Setelah berpamitan, keduanya berjalan kaki hingga ke halte bus yang tak jauh dari restoran. Menaiki bus untuk menikmati sore hari yang indah.

"Kita mau kemana?"

"Ke tempat dimana kita pertama kali bertemu."

Bus berhenti di halte. Keduanya turun dan berjalan sedikit lebih jauh untuk mencapai tempat tujuan.

"Kau lelah?" tanya Jisung saat mereka tiba di sebuah danau yang tumbuh pohon besar di dekatnya.

"Tidak."

"Aku tidak menyangka kita bisa seperti ini. Bisa-bisanya kau menyukaiku setelah aku hampir melukaimu di sini."

"Kau tidak sengaja."

Jisung tertawa. "Ya, tapi tetap saja memalukan."

Chenle tersenyum kecil. Keduanya menikmati angin yang berhembus. Tak ada orang di sekitar mereka. Hanya ada mereka dan kenangan yang mereka miliki.

"Chenle, kuharap kau tidak melakukan hal seperti itu lagi. Apalagi di tempat yang memiliki kenangan di dalamnya."

Jisung berkata. Dia kembali mengingat kejadian dimana Chenle mencoba bunuh diri dengan menenggelamkan diri di danau ini.

"Maaf, Jisung."

"Asal tidak kau lakukan lagi."

Mereka saling memandang satu sama lain. Melemparkan senyuman ketulusan. Saling menggenggam tangan, menyalurkan kehangatan.

"Ayo, duduk. Aku lelah berdiri."

Jisung menarik Chenle untuk duduk. Mereka berdua duduk di atas rumput di pinggir danau. Melihat air yang begitu tenang di depan mereka.

"Aku rindu sesuatu." Jisung tiba-tiba berbicara di dalam kesunyian.

"Apa?" Chenle menoleh ke samping untuk melihat Jisung.

"Ini."

Kecupan ringan dilakukan oleh Jisung. Wajah mereka berada di jarak yang sangat dekat. Saling merasakan napas satu sama lain.

"Sudah berapa lama aku tidak menyentuh bibir ini." Jisung berkata dengan sensual. Dia tidak mempelajari hal ini dari buku porno ataupun film dewasa. Dia berubah menjadi pacar yang mesum dan nakal karena ulah ayahnya yang selalu menggoda ibunya di rumah. Tidak peduli apakah ada dia atau tidak.

"Jisung. Sejak kapan kau begitu berani?" tanya Chenle malu-malu, tapi dia tidak menjauhkan wajahnya.

"Sejak bersamamu."

Ciuman lembut kembali terjadi. Lumatan-lumatan kecil, dilakukan oleh dua bibir yang saling bergerak. Memberi kehangatan dan sensasi nikmat untuk orang di depannya. Semangat anak muda yang menggebu-gebu, hampir membuat keduanya lupa diri.

Ciuman yang tak terlihat seperti ciuman remaja itu harus berhenti. Karena jika dilanjutkan, maka akan semakin liar.

"Ayo, kembali. Nanti kita ketinggalan bus." Ajak Jisung.

Chenle berusaha menenangkan jantungnya. Setiap kali Jisung menyentuhnya, dadanya akan berdebar lebih kencang dari biasanya.

"Ayo."










BAB EXTRA [1] : CINTA REMAJA

END

The Twins' Obsession | MARKHYUCK (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang