00 - AF

10.1K 278 23
                                    

“Alvan, sini kamu!”

Lamunanku terhenti ketika suara tegas Pak Broto memecah keheningan pagi ini. Guru matematika itu tengah memarahi seorang murid. Sayangnya, sang murid hanya berdiri diam sambil memegang erat bola basketnya.

Pandanganku tertuju pada seorang remaja yang berdiri di tengah lapangan. Meskipun tidak terlalu tinggi, ia memiliki kulit yang sangat cerah. Melihat dia, aku yang seorang perempuan merasa sedikit kurang percaya diri dengan kulitku. Matanya yang sipit dan bening menangkap perhatianku. Pipinya yang sedikit berisi menambah pesonanya, begitu pula dengan senyum manisnya yang mengungkapkan gummy smile yang memikat. Remaja itu terlihat tampan dan menggemaskan dalam satu paket yang memukau.

“Kamu! Bapak memanggilmu berkali-kali, mengapa kamu diam saja? Apakah kamu tidak punya telinga?” Pak Broto memarahi dengan nada marah.

Namun, reaksi remaja itu membuat siapa pun ingin memukul wajah datarnya. Responnya begitu singkat. Untunglah dia adalah murid kesayangan, jika tidak, dia mungkin sudah berhadapan dengan amarah pak Broto yang terkenal galak.

“Punya,” jawab pemuda itu singkat.

Hal itu membuat pak Broto harus menahan amarahnya. Aku hanya bisa menggeleng pelan dari depan kelas, sambil melihat pemuda itu mendekati sang guru dengan membawa bola basket yang tadi dipegangnya.

Setelah itu, aku tidak tahu apa lagi yang mereka bicarakan. Pak Broto dengan santai merangkul anak muridnya dan berjalan menuju ruang guru. Sekali lagi, setelah kepergian mereka, aku terdiam. Aku melirik jam tangan yang aku kenakan, dan menyadari masih ada beberapa menit sebelum bel masuk.

Mungkin saat ini kita bisa berkenalan lebih baik. Namaku adalah Auva Ileana. Aku adalah anak dari pasangan suami istri, Satrio Wibowo dan Rasti Fauziah. Selain itu, aku juga memiliki seorang adik laki-laki yang bernama Argantara Prawira, dia baru berusia 8 bulan.

Dari koridor sebelah kanan, tampak seseorang yang sangat aku kenal. Ya, itu adalah salah satu anggota dari geng motor yang cukup dikenal dan dihormati di kotaku, Bradiz Geng. Geng motor ini terdiri dari tujuh anggota inti, dan masing-masing memiliki tugas dan peran mereka dalam kelompok ini. Informasi ini sering aku dengar dari teman-teman sekelas.

Tiba-tiba, aku merasa ada seseorang yang duduk di sebelahku. Ketika aku melirik ke samping, ternyata Ranaka, anggota ketujuh dari Bradiz, sudah duduk di sebelahku. Ia duduk dengan santai, sambil meminum susu kotak seperti yang selalu ia lakukan. Ini adalah salah satu ciri khas dari Ranaka, anggota inti yang ketujuh di Bradiz.

Ketika aku menoleh ke arahnya, aku menyadari bahwa ia sedang menatapku sambil tersenyum. Sebentar, apakah senyum itu ditujukan kepadaku atau ke arah lain? Aku cepat-cepat memutuskan untuk tidak terlalu lama menatapnya dan mengalihkan pandangan.

Kembali, aku fokus pada pemandangan lapangan sekolah, melihat banyak siswa yang sibuk berlalu-lalang. Untuk informasi tambahan, kelas kami berada di lantai satu, dan sekolah ini memiliki dua gedung, masing-masing dengan dua lantai.

Telingaku sedikit menguping percakapan Naka yang tengah mengangkat panggilan dari seseorang, meskipun aku tahu itu tidak sopan. Akan tetapi ketika mendengar Naka menyebut nama salah satu temannya, aku mulai tertarik untuk mendengarkan lebih lanjut.

“Gue udah di depan kelas, lo lama.”

“Alvan? Gua nggak tau dia ke mana.”

Rupanya mereka sedang mencari Alvan, remaja yang tadi dipanggil oleh pak Broto. Meskipun aku tahu di mana Alvan berada, aku memilih untuk tidak memberi tahu mereka. Ketika Naka akhirnya menatapku dan bertanya tentang Alvan, aku merasa sedikit takut.

“Hei, lo tau Alvan di mana?”

“Oh itu, kayaknya di ruang guru, dibawa sama pak Broto,” jawabku dengan wajah yang tampak serius.

ABOUT FEELINGS [END]Where stories live. Discover now