03 - AF

2.6K 151 22
                                    

Hari ini, aku terbangun agak terlambat dan terpaksa melewatkan sarapan. Segera setelah itu, aku merengek pada bunda untuk menyiapkan bekal. Dengan cepat, aku keluar rumah untuk mengejar angkutan umum. Keputusan ini diambil karena motor milikku sedang diperbaiki di bengkel akibat kecelakaan Arjun yang menabrak pagar rumah pak Mamat.

Tanpa sadar, aku berjalan sambil sesekali melirik jalanan, berharap melihat angkot. Namun, tidak ada satu pun kendaraan beroda empat yang melintas. Gelisah, aku terus memantau jam tanganku. Menyesal muncul karena semalam begadang menonton drama Korea. Jika tahu seperti ini, sebaiknya aku tidur lebih awal. Ini menjadi pelajaran berharga untuk masa depan.

Lama-lama, kelelahan menyelimuti diriku karena terus berjalan setengah berlari. Pikiranku begitu panik, hingga akhirnya melihat dua pengendara motor di hadapanku. Itu Abyaz dan Evan, tak ada keraguan lagi karena motornya jelas mereka.

Meskipun Arjun menyarankan agar aku berusaha menjauh dari mereka, situasi saat ini memaksa aku untuk berurusan dengan mereka.

Aku merentangkan tangan, menghadang kedua motor itu. Abyaz memberhentikan motornya lebih dulu, menatapku dengan tajam. Aku tidak peduli dengan tatapannya, fokus menatap Evan.

“Lo mau mati, hah?!” katanya dengan nada tegas. Aku menggeleng pelan.

“Maaf, gua boleh nebeng enggak?” tanyaku dengan wajah melas, berharap mereka luluh. Meskipun di dalam hati, aku mengumpati Abyaz.

“Minggir!” Abyaz terlihat emosi, demi menjalankan peran, aku tetap menatap mereka dengan ekspresi melas.

“Gua mohon, tolong ya? Enggak ada angkot dari tadi.”

“Udah, Yaz, suruh naik aja kita juga telat nanti,” sahut Evan yang memperhatikan sejak tadi.

“Kalau lo enggak mau bonceng, mending sama gua aja,” sambung Evan.

Abyaz terlihat berdecak sebal, tetapi ia mengangguk. “Buruan naik, atau gua tinggalin lo!” katanya dengan ogah-ogahan.

Aku tersenyum semringah, lalu duduk di jok belakang motornya. Bersama-sama kami berangkat, dan di tengah jalan, dia mempercepat laju motornya, membuat aku mencengkeram erat bahunya.

Abyaz, sialan, dia mengerjai aku. Aku tahu dia tersenyum dari balik helmnya karena melihatku dengan puas. Namun, apakah dia pikir aku takut? Tidak. Hanya saja, aku harus bisa mengambil perhatian mereka. Untuk itu, aku memejamkan mata dan meremas bahunya.

Akhirnya, aku merasakan kecepatan yang memelan. Pelan-pelan aku membuka mata, dan ternyata kita sudah berada di parkiran. Jika bukan karena misiku menarik perhatian kalian, aku tak akan segan-segan memukul badannya.

Mengembuskan napas pelan, aku menundukkan kepala. Oke, Ana, kamu harus bisa semangat. Lagian, kenapa Abyaz harus bersikap seperti tadi? Sangat menyebalkan.

“Turun!”

Aku turun dengan pelan dari motornya, sementara banyak siswi memperhatikan kami. Biarlah, aku kini berusaha membenarkan tatanan rambutku yang hancur karena dibawa ngebut oleh Abyaz.

“Woi Alien! Maen ngebut aja. Ngomong-ngomong, lo enggak apa-apa?” tanya Evan yang tiba-tiba berdiri di sampingku.

“Enggak apa-apa gimana?” pikirku, sementara rambutku sudah seperti terkena badai.

ABOUT FEELINGS [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ