21 - AF

1.6K 106 10
                                    

Saat ini, kami telah duduk lesehan di atas karpet yang telah disiapkan sebelumnya. Aku duduk bersama inti Bradiz, Kak Dira, dan Clarista tanpa ragu. Kami menikmati hidangan bakaran yang beragam, mulai dari daging hingga seafood. Suasana penuh tawa dan canda mengiringi kami, sesekali terdengar ejekan ringan di antara satu sama lain.

"Wow, baru kali ini gua ngelihat kalian happy sekali," ucap Kak Dira kepada mereka.

"Jelas, kita sekarang punya anggota baru, ngajakin lo juga Kak, tapi sayangnya lo nolak," ucap Abyaz.

"Gua sibuk sama kuliah, enggak punya waktu untuk bersantai kayak kalian."

Ada pertimbangan yang valid dari Kak Dira, dan hal itu membuatku memikirkan masa depanku. Setelah kita semua selesai makan, Kak Dira menawarkan untuk berfoto bersama. Aku mengambil foto dengan inti Bradiz, kemudian dilanjutkan dengan foto bersama yang lain.

Selanjutnya, kami berbincang-bincang tentang hal-hal acak, dan aku menyadari bahwa hampir jam 9 malam. Aku tak terasa sudah berada di sini cukup lama.

Saat aku sedang berkumpul dengan Kak Dira dan Clarista, Alvan datang dan mengingatkan bahwa sudah waktunya pulang. Akhirnya, saya mengucapkan pamitan pada mereka.

"Auva, terima kasih telah bergabung," ucap Kak Dira padaku.

Aku hanya mengangguk, kemudian mengikuti langkah Alvan yang sedang mengeluarkan motor. Jujur saja, ucapan Kak Dira sebelumnya masih terngiang di pikiranku.

Tanpa sadar, aku sudah mengenakan helm, sejak tadi aku tengah melayangkan pikiranku. Alvan membantu memasang helm dan memberikan jaket miliknya.

"Bengong banget, nanti kesambet mampus."

"Ih, nggak lah."

Sambil berkacak pinggang, ia menatapku dengan mata yang sedikit terpejam. Ekspresinya begitu lucu, dan aku berusaha menahan senyum.

"Mikirin apa sih? Utang?" tanyanya.

"Lagi mikirin gimana caranya Yoongi ngelamar gua." Sontak, perkataan itu membuatnya menatapku datar.

"Kalau kayak gitu, ampe lebaran monyet lo bakal jadi perawan tua," katanya.

Aku tertawa mendengar ucapan darinya, lalu dia tersenyum sambil menarik tanganku agar naik ke motornya.

"Udah ada gua, enggak perlu halu-halu buat dapetin Yoongi," katanya sambil menyalakan mesin motornya.

Aku memeluk erat tubuhnya, "Selagi Yoongi masih bisa dihaluin, kenapa enggak? Siapa tahu beneran jodoh," ucapku padanya.

"Gua turunin di sini, mau?"

Aku tertawa mendengarnya, Alvan tersenyum di balik helmnya. Lalu, aku melihat sekitarnya, jalanan dipenuhi pedagang kaki lima yang ramai dikunjungi pembeli.

Lagi dan lagi, aku terus memikirkan ucapan Kak Dira tentang keberuntungan. Anehnya, perasaan aneh muncul saat Bradiz mengajakku bergabung. Mengapa mereka mengajakku untuk bergabung? Sementara mereka sangat anti dengan perempuan kecuali keluarga.

"Alvan," panggilku padanya.

Dia hanya berdeham, dan rasa ragu membuncah saat aku hendak bertanya. Takut jawabannya nanti menjadi boomerang bagiku.

"Enggak jadi deh," ucapku, dia hanya menatap diam dari spion.

Sampailah kami di depan rumahku. Aku turun dari motornya dan melepaskan helm. Alvan membuka helmnya, lalu mengambil helm yang tadi aku pakai.

"Tadi mau ngomong apa?" tanyanya.

"Enggak jadi, Al. Mendadak lupa," jawabku.

Dia memicingkan mata, "Bohong, ada yang dipikirin?"

ABOUT FEELINGS [END]Where stories live. Discover now