36 - AF

1.1K 77 8
                                    

Kalian semua, ingin tahu keadaan markas Bradiz tidak? Akan aku jelaskan apa yang telah terjadi di sini.

Teras markas dipenuhi dengan pecahan kaca yang berserakan, bangku yang seharusnya berada di sana sudah tidak pada tempatnya lagi. Keseluruhan terlihat benar-benar kacau. Saat memasuki ruang tengah, tempat biasa untuk berkumpul dan bersantai, seperti kapal pecah. Sepertinya sudah dilewati oleh perampok, lemari kaca yang mereka miliki turut menjadi korban. Beberapa mainan yang biasanya disimpan di sana juga hancur.

Setelah melihat kekacauan yang terjadi, kami semua memutuskan untuk berkumpul di halaman belakang, mencoba mencari tahu apa yang telah terjadi. Tatapan Alvan bahkan lebih dingin dari biasanya. Aku sebenernya ingin menjauh, takut melihat Alvan yang benar-benar terlihat menahan emosinya.

"Gua mau tanya, siapa yang pertama kali ngeliat markas ancur kayak gini?" tanya Liam kepada seluruh anggota yang sudah berkumpul.

Jefri dan Tio yang mengacungkan tangannya, membuat atensi kita semua menatap mereka berdua.

"Ceritain!" perintah Liam.

Keduanya mengangguk, aku hanya diam mendengarkan dengan seksama penjelasan mereka.

"Dari awal, kita sepakat buat mengunci markas tiap pagi, iyakan?" tanyanya, membuat Liam mengangguk. "Nah karena hari ini yang piket tim gua, akhirnya tuh kunci di gua sama Tio. Gua niatnya bolos akhirnya ke sini sama Tio, eh malah liat markas udah kacau begini."

Aku menatawa wajah Jefri yang tengah serius menjelaskan situasi, tetapi aku sedikit merasa kejanggalan setiap ia berbicara.

"Setelah gua sama Tio cek ke dalam, semuanya aman. Barang-barang nggak ada yang hilang, cuma dokumen pada acak-acakan. Pas cek lantai atas, kamar Alvan doang yang nggak dibuka mungkin karena di kunci.

"Terus gimana?" tanya Zaidan.

"Jefri teriak dari lantai atas, gua datengin tuh anak terus katanya dia nemu ini." Tio mendekati kami lalu menyerahkan sepucuk surat kepada Liam. Kami semua melihat surat itu, meski tidak bisa sepenuhnya tahu isi di dalamnya.

"Gua sama Jefri sempet baca, di bawah pohon kanan ada lambang burung gagak. Ya, siapa lagi kalau bukan Katian sama gengnya," jelas Tio panjang lebar. Aku sedikit bingung melihat Jefri yang hanya diam.

Liam mengangguk-anggukkan kepalanya saat mendengar penjelasan dari Tio, bahkan membaca surat itu dengan tenang. Kulihat surat itu disodorkan ke Alvan, disambut langsung dengan emosi.

Aku bisa memperhatikan dengan jelas raut wajahnya yang mulai berubah, bahkan suratnya sudah ia kepalkan lalu membuangnya secara asal.

"Nyari mati!" umpatnya.

Aku mengambil gumpalan kertas itu, lalu mulai membaca isi di dalamnya.

Hai kawan, ah ralat, mantan kawan.

Gimana sama kejutan kali ini? Cukup menguras emosi 'kan? Oh iya, jelas haha. Eits, tapi ini baru pengawalan, ya anggap aja pengenalan gua ke lo.

Ngomong-ngomong, anggota baru kalian cantik juga. Kapan-kapan gua bakal ketemu dia sih, kenalan dan pas ngerebutnya dari lo, Alvan. Tenang, gua enggak akan buat mati. Ya, palingan trauma seumur hidup aja haha. Disaat itu gua bakal liat lo hancur dan bantai geng lo itu. Enggak peduli mereka salah atau enggak, demi dendam gua.

Oh iya, satu lagi, gua masih punya kejutan buat kalian. Tunggu aja waktunya dan kalian akan menderita.

Aku terkejut membaca isi pesan itu, saking terkejutnya aku tak menyadari bahwa surat itu sudah berpindah tangan. Aku melirik pada Alvan yang kini menatap tajam seluruh anggota Bradiz.

ABOUT FEELINGS [END]Where stories live. Discover now