09 - AF

1.8K 128 15
                                    

Setelah membeli bahan yang diperlukan, akhirnya aku kini tengah berada di atas motor Zaidan. Aku seolah tengah menikmati jalanan, padahal dalam hati terus memikirkan ucapannya sewaktu di sana.

Sampai akhirnya kita berdua sampai pada markas kembali, aku turun dari motor sambil memperhatikan Zaidan yang melepaskan helm, lalu beralih menatapku.

"Buat ucapan yang tadi, enggak usah dipikirin. Lo anggap aja angin lalu," ucapnya. Aku hanya mengangguk, lalu mengikuti langkahnya masuk ke dalam markas.

Baru masuk, ternyata mereka semua tengah bersantai. Alvan pun masih dalam posisi yang sama. Kulihat ia menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan, bahkan kini remaja itu bangkit dan menghampiri aku bersama Zaidan.

Entah apa yang mereka katakan, maksudku Zaidan dan Alvan saling melemparkan tatapan. Setelahnya, Zaidan pergi meninggalkan aku sendirian.

Woi, kenapa aku ditinggal sendirian? Sialan!

"Ayo." Hah? Maksudnya apa?

Dia berdecak sebal lalu berjalan keluar. "Buruan, Auva." Aku berbalik menatapnya, ini maksudnya apa ya?

"Lo suruh temenin Alvan, Va," ucap Liam yang berdiri di sampingku.

Aku menatap Liam bingung. "Sana, keburu ngamuk." Baiklah, aku mengangguk, lalu mengikuti Alvan yang ternyata sudah duduk di atas motornya.

"Naik!" Aku patuh, meskipun tak tahu ke mana tujuannya. Yang pasti, aku hanya mengikuti perintahnya.

Selama perjalanan, hening tanpa percakapan. Aku merasa bingung, apakah seharusnya aku bertanya?

"Eum ... ini mau ke mana, Al?"

Kulihat, ia melirik dari spion. "Pasar," ujarnya sederhana. Aku mengangguk paham.

Saat kami melaju, pikiranku melayang, "Mau belanja apa dia?" Langsung kuingat kebutuhan sehari-hari atau ada sesuatu yang dia ingin cari?

Tak lama kemudian, kami tiba di pasar. Sore hari, dan ternyata masih buka ya? Aku turun dan mengikuti langkah Alvan yang memasuki pasar dengan langkah pelan, seperti memeluk suasana.

"Lo mau beli sesuatu?" tanyaku. Dia menggelengkan kepala, agak aneh. Terus, dia ke pasar mau cari apa?

Aku mengikuti langkahnya hingga sampai di stand makanan beku. Ada otak-otak, nugget, sosis, dan sejenisnya. Alvan ternyata memesan beberapa, sudah dibungkus dalam plastik besar. Sepertinya langganan?

"Itu di dalam lengkap, bumbunya juga ada. Oh iya, ada kembalian ini, Al." Alvan menggelengkan kepalanya.

"Ambil aja, Bang, kaya enggak tahu kita aja."

Heh? Dia bisa sebaik itu?

"Kalau gitu, makasih ya? Eh, iya, ini cewek lo?" Bukan anggukan ataupun gelengan kepala yang kulihat, Alvan hanya diam, sementara penjual itu mengangguk.

"Oh gitu, ya udah gua doain baik-baik aja buat lo."

Weh, sepertinya mereka habis melakukan telepati. Apa aku harus belajar juga?

"Kalau gitu, kita duluan, Bang. Kagak enak gua bawa anak orang lama-lama." Setelahnya, mereka berpisah, dan aku hanya bisa tersenyum ke arah penjual itu.

Penjual makanan beku terlihat masih muda, pantas jika Alvan memanggilnya abang. Akhirnya, aku berjalan berdampingan dengan Alvan yang membawa satu kresek hitam.

"Kalian suka makanan kaya gitu?" Alvan mengangguk.

"Buat stok juga di markas," kali ini aku yang mengangguk.

Tanpa berlama-lama, kini aku dan Alvan meninggalkan pasar tersebut. Setelah beberapa menit, akhirnya kita kembali ke markas.

"Woi, lo kenapa culik Auva?!"

ABOUT FEELINGS [END]Where stories live. Discover now