46 - AF

975 69 5
                                    

Pada kali ini, kami semua tengah menanti kedatangan Arjun yang sedang sibuk memesan tiket bersama Naka. Ya, lokasinya adalah di depan wahana rumah hantu yang mempesona ini.

Kami tiba di tempat ini pada sore hari, dipilih waktu tersebut karena Naka berpendapat lebih seru memasuki wahana ini setelah pulang sekolah. Oleh karena itu, di sinilah kami berkumpul, tetapi Zaidan terlihat tidak senang sejak kami sampai.

Meski Zaidan sudah beberapa kali menolak untuk memasuki wahana tersebut. Namun, atas permintaan tulus dari Naka, serta sedikit ancaman dan bujuk rayu dari yang lain, akhirnya Zaidan mau bergabung untuk merasakan petualangan di dalam wahana tersebut.

"Dengar, setelah ini giliran kita masuk, sekarang tiketnya," ujar Naka sambil mengeluarkan tiketnya dengan semangat.

Arjun tiba bersama Naka yang tersenyum lebar, sambil dengan antusias membagikan tiket satu per satu. Aku memperhatikan ekspresi murung Zaidan, berkebalikan dengan semangat Abyaz dan Naka. Alvan, yang hanya diam, menarik pandanganku.

"Jangan terlalu jauh dari gua, ya," kata Alvan sambil merangkul bahuku, dan senyum mengembang di wajahku mendengar ucapannya.

"Ayo, ini sekali doang, setelah itu kita bisa ke pantai, Zai," goda Evan, menyadari mood Zaidan yang kurang baik.

"Yaudahlah, pasrah aja deh," ujar Zaidan dengan nada pelan, menerima situasi dengan bijak.

Akhirnya, kami mengarahkan langkah ke pintu utama, di mana antrean orang begitu panjang. Dengan personel kami yang lebih banyak, kami diberikan izin untuk masuk lebih dulu. Dalam barisan paling depan, tampak Naka, Abyaz, dan Evan. Sementara di belakang mereka berdiri Zaidan, Liam, dan Ezra. Sisanya, termasuk aku, Alvan, dan Arjun, menyusul di belakang.

Ketika pertama kali melangkahkan kaki ke dalam, suasana disambut dengan suara yang menggelora dari atmosfer horor, ditambah dengan pencahayaan yang redup dan dingin. Semua ini semakin menegaskan kesan horor yang terasa begitu kuat. Mataku menyelusuri setiap sudut, di mana para pekerja berupaya menyerupai hantu sebaik mungkin.

Semakin mendalam masuk, kami tiba-tiba dikejutkan oleh penampakan misterius yang muncul dari balik tembok, menyulut teriakan dari kami semua, terutama Zaidan yang begitu terkejut.

"Woi anjing, lo ngagetin setan!" seru Zaidan dengan nada terkejut.

"Kan kerjaan gua emang gitu Bang," jawab orang di balik penampakan itu dengan nada santai.

"Jantung gua rasanya turun ke lambung," keluh Abyaz, diikuti tawa yang melepas ketegangan.

Mendengar reaksi tersebut, kami tertawa, kemudian melanjutkan perjalanan. Ternyata, tempat ini lebih luas dan panjang dari yang kami bayangkan. Zaidan dan yang lain terus bersuara, terutama Ezra.

"Gua sumpahin lo mati, Cong! Awas lo gua pukul pake panci nanti," teriak Ezra sambil memelototi penampakan misterius.

"Maaak, gua pengen keluar!" seru yang lain dengan nada terkejut.

Aku tertawa, meski sejujurnya merasakan ketakutan saat memasuki lorong yang dipenuhi pintu-pintu misterius. Tak sadar, tanganku secara refleks meraih erat tangan Alvan.

"Kenapa takut?" tanyanya, dan aku hanya bisa mengangguk kecil.

"Ada gua, tenang aja."

"Argh, woi, lepas!" seru Arjun, mengagetkan kami semua.

Saat kami membelakangi Arjun, mata kami terbuka lebar melihatnya dipeluk oleh salah satu hantu jadi-jadian. Naka, dengan cepat dan riang, menghampiri sambil bersiap untuk berfoto.

"Foto dulu dong, setuju kan, Mbak?" ucap Naka, sambil menatap hantu berwujud kunti yang hanya mengangguk.

Abyaz yang santai mengambil foto Arjun yang pasrah dipeluk oleh kuntilanak, sementara Naka tersenyum berdiri disamping mereka. Suasana yang tadinya menegangkan berubah menjadi tawa karena insiden tak terduga tersebut.

ABOUT FEELINGS [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora