14 - AF

1.8K 115 17
                                    

Malam ini, langit dipenuhi gemintang, menciptakan keindahan di kegelapan malam. Aku memilih untuk menjelajah keluar mencari jajanan, dan tak jauh dari sini, terdapat pasar malam yang menyajikan beragam godaan kuliner.

Sambil merapikan cardigan menyambut hembusan angin malam yang lembut, pelukannya memelukku erat. Hari ini, satu kata yang melintas dalam pikiranku, dingin.

Kali ini, pilihanku jatuh pada bakso bakar dan es jelly. Apakah kalian pernah mencoba es jelly? Es batu dengan larutan gula batu, diberi potongan jelly beraneka bentuk, dan terakhir diberi susu kental manis.

Meskipun terlihat sangat manis, namun, jika kita biarkan esnya larut sedikit, dapat membantu mengurangi rasa manisnya.

Setelah mendapatkan yang aku inginkan, aku melangkah sedikit menjauh. Aku tahu, jika aku berjalan ke kanan sebentar, akan menemukan danau yang memukau. Pasar malam di sekitarnya membuat danau itu terlihat lebih hidup.

Danau yang bersinar oleh lampu-lampu, membuatku kaget melihat banyak orang berkumpul di sana. Tanpa sadar, mataku menangkap sosok seorang pemuda yang aku kenal. Entah sejak kapan aku seperti menemui sosok itu di antara keramaian.

Dari postur tubuh dan bahunya, aku merasa mengenali pemuda itu. Dengan rasa penasaran, aku mendekatinya. Di sampingnya, terdapat minuman kaleng dan beberapa makanan. Aku tersenyum tipis sambil menepuk pundaknya, berharap agar ia membalikan badannya.

"Alvan, benar?" kataku padanya.

Aku melihat ekspresi terkejut di wajahnya, lalu ia mengangguk kecil, menyuruhku duduk di sebelah kirinya.

Ternyata tebakanku benar, remaja itu adalah Alvan. Aku penasaran, apa yang sedang dia lakukan di sini?

"Ngapain?" tanya Alvan.

"Sedang menjelajah mencari camilan, nih buktinya." Sambil menunjukkan sejumlah kresek yang dipastikan berisi jajanan.

Aku membuka wadah bakso bakar dan menawarkannya pada Alvan. Dia menerima dan mulai menikmatinya, sementara aku juga ikut merasakan kenikmatan setiap gigitannya.

"Sama siapa?" tanyanya kembali.

Sambil melihatnya asik menikmati bakso, aku menjawab, "Sendirian, toh dekat sama rumah kok."

Setelah melihatnya selesai menyantap bakso bakar, ia mengambil minuman kaleng dan meneguknya.

"Enggak takut kenapa-kenapa?" tanyanya, mendengar itu aku mengangguk kecil.

"Takut sih, cuma gua ambil jalan yang rame banyak orang. Jadi gua rasa aman," kataku, Alvan hanya diam menatapku.

Tunggu sebentar, terlihatnya kita begitu akrab. Aku tersenyum tipis, merasa senang bisa berbicara santai dengannya. Tak ada nada dingin atau ketus, apakah ini benar-benar Alvan?

Tiba-tiba, ia mengulurkan tangannya, membuatku bertanya-tanya apa maksudnya.

"Ponsel lo, Va, gua pinjam sebentar."

Dengan keadaan agak canggung, aku akhirnya menyerahkan ponselku yang ada di saku celana. Alvan dengan sigap menerima dan mengetik sesuatu, lalu mengembalikannya padaku.

"Next time, kalau mau keluar, kontak gua aja."

Aku terdiam memandang ponselku, di sana tertera nomor ponsel Alvan. Serius? Aku punya nomor pribadi Alvan? Ini bukanlah sekadar mimpi?

"Kenapa diem aja? Mendadak bisu lo?" katanya.

Saat mendengar itu, aku merasa tersinggung. Baru beberapa menit yang lalu kita ngobrol santai, kan? Haish, rasanya ingin mencubit kedua pipinya hingga merah.

ABOUT FEELINGS [END]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin