34 - AF

1.1K 82 7
                                    

Setelah acara yang cukup menghebohkan tadi, Liam tiba-tiba bersuara dan mengajukan pertanyaan mengenai rencana pengecatan ulang lapangan. Ngomong-ngomong, masalah lapangan yang dijadikan bahan lelucon oleh mereka sedang menjadi trending di web sekolah.

"Masalah lapangan ini, kapan mau diperbaiki?" tanyanya kepada yang lain.

"Nanti aja, kan balik sekolah kita mau makan-makan. Ezra kan mau rayain kemenangannya, iyakan Zra?" kata Abyaz  sambil merangkul Ezra.

"Balik sekolah sebenarnya gak masalah, cuma anak-anak lain pasti udah gak sabar pengen makan masakan Ezra. Ditambah kemarin udah beli semua bahan kan?" tanya Evan.

"Kalian semua mau ngapain?" tanya Gisel.

"Mau ngeracunin anggota Bradiz, kenapa mau juga?" ujar Zaidan dengan nada tegas. Sementara itu, Liam memalingkan pandangan untuk menahan tawanya agar tidak terdengar.

"Gimana, Al, ada solusi?" tanya Ezra.

"Coba aja minta izin di mata pelajaran terakhir. Kalau gak diizinkan, ya udah, pulang sekolah," jawabnya sambil terus memainkan jariku.

Semakin ke sini, aku mulai mengetahui sifat asli dari anggota inti Bradiz. Contohnya Zaidan, suka julid, ucapannya selalu ngegas kalau terusik, dan koleksi hal-hal yang berbau burung flamingo. Meski begitu, Zai adalah orang yang paling pandai meredakan suasana.

Ezra, di sisi lain, dia itu tipe anak yang humoris dan sulit ditebak pikirannya. Terutama jika menyangkut hal serius, dia bukan seperti Ezra yang kita kenal. Sedikit cerewet, tetapi suka mengoleksi peralatan masak. Mirip seperti ibu-ibu.

Abyaz, tidak bisa minum kopi dan tidak suka pedas. Lebih suka minuman yakult dan yang berbau stroberi. Baginya, yakult lebih baik daripada kopi. Sedangkan Evan, pencinta daging, suka warna biru, menonton anime, dan mengoleksi bandana. Menurutnya, daging, terutama ayam, sangat nikmat.

Setelah itu ada Naka, dia adalah penggemar susu kotak. Selain itu, dia juga memiliki keahlian memasak, tidak heran jika selalu membantu Ezra dan Alvan. Dia juga ternyata suka makanan yang berbau tepung. Di sisi lain, ada Liam, yang senang membaca buku, bersepeda, dan mahir dalam public speaking, karena itu, dia sering didaftarkan dalam lomba oleh pihak sekolah. Sebagai siswa pintar, tak heran guru di sini sangat menyayanginya.

Terakhir, Alvan. Sejauh ini, terlihat bahwa dia suka musik, membuat lagu, dan mahir bermain alat musik seperti piano dan gitar. Selain itu, dia pandai memasak, menyukai olahraga basket, dan menjadi bagian inti tim basket sekolah. Hubungan mereka bertujuh memang sangat kuat, tak heran jika banyak orang iri pada pertemanan mereka. Di sini, mereka selalu menghargai perbedaan dan lebih mengutamakan kenyamanan. Tidak heran banyak yang ingin bergabung dengan mereka.

Aku terhenyak dari lamunan ketika mendengar panggilan dari Liam; ternyata, sejak tadi Liam memanggilku. Akan tetapi, aku terlalu asik dengan pikiranku sendiri.

"Auva," panggil Liam.

"Eh, kenapa, Yam?" tanyaku.

"Ngelamunin apa, lo?" Alvan berbicara sambil menatapku, dan dia meletakkan ponselnya di atas meja.

Aku menggeleng, "Enggak, cuma mikir aja gimana cara dapetin Yoongi." Setelah aku mengucapkan hal tersebut, Alvan menatapku secara datar.

"Ribut, ribut, ayo, gua suka keributan," ujar Evan dengan semangat. Dia memang kompor.

Sementara itu, Naka tertawa sambil bertepuk tangan, "Yok, bisa yok ribut."

"Sebagus apa sih Yoongi?" kata Alvan sambil melipat tangannya di depan dada.

Aku menopang dagu menggunakan satu tangan, lalu melirik sekitar sambil mengetuk meja menggunakan jari. Aku tahu Gisel menatap benci padaku, tetapi aku tidak tahu mengapa dia melihat aku seperti itu.

ABOUT FEELINGS [END]Where stories live. Discover now