02 - AF

3K 171 15
                                    

Kali ini, aku duduk di belakang Arjun di atas sepeda motor, tetapi pikiranku masih terpaku pada tatapan aneh anggota Bradiz. Apakah mereka memang memiliki masalah dengan Arjun? Entahlah, aku merasa pusing hanya memikirkannya.

Sambil memandangi jalanan yang berlalu, aku terus merenung tentang hubungan Arjun dengan mereka. Namun, sikap santai Arjun membuatku semakin ragu, mungkin mereka tidak memiliki masalah yang serius.

“Na, lo mau langsung pulang apa mampir dulu?” tanyanya, membuat aku mengalihkan pandangan dari jalanan.

Aku menatapnya dari kaca spion, yang ternyata dirinya tengah memandangku juga. Aku tersenyum tipis padanya, “Gua mau jajan deh rasanya,” kataku dengan bersandar pada punggungnya.

“Mau jajan apa?” tanyanya.

Sebenarnya aku ingin membeli telur gulung, mengingat tadi di kelas beberapa dari mereka kerap menyebutkan nama makanan itu.

“Jun, kalau beli telur gulung terus seblak enak kali, ya? Terus di rumah nanti minumnya es teh?” usulku, kulihat Arjun terdiam lalu mengangguk.

“Boleh, tapi nanti seblaknya jangan pedas, ya?” pintanya. Aku dengan semangat mengangguk.

“Siap bos!”

Hal itu membuat kita berdua tertawa bersama. Hingga akhirnya kami sampai pada warung seblak yang terlihat ramai, tidak hanya itu saja, tidak jauh dari warung seblak ada kedai kopi langganan anak muda yang menongkrong di sana.

“Lo mau seblak apa Cil?” Aku menatap sinis dirinya, apa-apaan dengan panggilan itu?

“Cil, Cil, mata lo kecil!” Arjun tergelak, aku hanya bisa mendengus dan segera mendekati daftar menu yang tertempel di gerobak itu.

Banyak varian seblak ternyata, aku bingung ingin pesan yang mana, karena terlihat menggoda semua. Setelah aku pikir-pikir, aku memilih seblak tulang dengan extra toping.

“Lo kayak kucing, ya? Milihnya seblak tulang.” Ingin sekali aku menginjak kaki dia, bisa-bisanya membuat aku terkejut.

“Apa sih, berisik banget. Lagian nih ya, seblak tulang tuh enggak kalah enak sama seblak yang lain.”

“Iya, biar lo bisa gerogoti sampai abis, ‘kan? Soalnya lo kucing,” katanya dengan nada mengejek, tidak lupa tatapan wajahnya yang menyebalkan.

“Berisik banget gembel!” Aku memukul dirinya menggunakan daftar menu, dan sukses membuatnya tertawa kecil.

“Nih pesan, gua mau duduk panas.” Aku menyerahkan satu catatan kecil pada Arjun dan pergi meninggalkan dirinya.

Aku duduk di salah satu meja yang tersedia, pandanganku tertuju pada kedai kopi saat melihat segerombolan remaja keluar dari sana. Dari jaket yang mereka kenakan, aku sepertinya kenal. Benar saja, itu adalah Bradiz.

Aku terus mengamati pergerakan mereka, mengangguk-anggukkan kepala ketika tahu mereka ternyata suka menongkrong di kedai itu. Hingga satu suara mengejutkanku untuk kesekian kalinya.

“Lo kenal mereka?” Aku segera mengalihkan pandangan ke arah Arjun, sialnya jarak kita terlalu dekat. Aku dengan refleks mendorong wajahnya menjauh, dia ini suka sekali membuat aku terkejut.

ABOUT FEELINGS [END]Where stories live. Discover now