Chapter 8 : Daffa, Ga nyangka.

182 36 0
                                    

Chapter 8 : Daffa, Ga nyangka.

❝ HAPPY READING ❞
🦋

"Kalian ngapain?" tanya Rafa terbata-bata. Bukannya apa, ia hanya tak menyangka.

Daffa terkekeh sinis, lalu menatap Ifah keatas dan bawah. "Wah wahh, ga nyangka, ya."

"G-gue--"

"Diem, gue ga peduli kalian mau ngapain, tapi tolong cari tempat yang lebih sepi karena hal yang kalian lakuin itu sungguh mengganggu mata suci gue," final Daffa sebelum berlalu pergi.

Lelaki tampan itu berjalan menuju lantai tiga, terlihat seperti tak peduli dan melewati Ifah dengan mata tak menyangka.

"Sialan," lirih Ifah.

Gadis itu menatap Rayhan datar, degup jantungnya kini mulai melemah, tak sekencang beberapa menit yang lalu.

Rayhan menyeringai. "Kenapa? Harusnya lo seneng, kan? Karena hampir dicium sama orang yang udah lo suka sekian tahun?"

Wajah Ifah memerah, lalu gadis itu tersenyum manis. "Gue emang pernah suka sama lo, bahkan sangat."

"Tuhkan, gue--"

Ifah menendang tulang kering lelaki di depannya, masih dengan senyum manis di bibir. "Tapi sekarang, tiba-tiba gue sadar kalau ternyata selama ini gue suka sama cowok cabul, mesum, ga berattitude, player, dan bahkan cowo kurang ajar tukang php!"

Rayhan terdiam, lelaki itu menyisir surai hitamnya dengan jari sembari meringis kecil, netranya selalu mengikuti punggung Ifah hingga gadis itu menghilang dibalik dinding.

"Sakit juga," gumamnya.

Lalu, lelaki itu menatap arah kepergian Daffa dan Rafa. "Kalau ga gara-gara tuh dua cecunguk, sekarang pasti gue udah dapetin dia."

"Ah, sial!"

***

Ifah berjalan sembari menghentak kakinya, terlihat sangat kesal.

Apalagi, wajahnya memerah menahan malu karena harus kepergok sedang melakukan tindakan tidak senonoh.

Dan, orang yang memergoki dirinya malah para teman-teman masa kecilnya dulu.

Ahh, akan jadi apa dirinya di pikiran kedua lelaki itu?

Tapi ...

"Lagian, seolah gue beneran ciuman sama si cowok gila itu? Kan enggak! Pokoknya ini salah si Rayhan bego, tolol, ga berotak itu!"

**

Di sisi lain, pagar dinding di lantai tiga.

Daffa mengernyit pelan. Otaknya sedikit terkejut kala melihat adegan dewasa yang tengah dilakukan kedua makhluk yang tidak ia sangka sangka di bawah sana.

"Gila. Ternyata bocah ingusan kaya dia bisa berubah sejauh itu juga, ya?" gumam Rafa tak menyangka.

"Bukan dia yang berubah terlalu jauh, kayanya kita yang emang ga pernah kenal dia." Daffa berbalik, lalu berjalan memunggungi Rafa. "Balik, bokap gue bentar lagi pulang."

"Mungkin." Rafa berjalan mengikuti Daffa, lalu melanjutkan, "ga salah gue, sih. Lagian, siapa suruh lo ninggalin kunci motor di kelas kaya gitu? Ceroboh!"

"Bacot lo mulut bebek," cerca Daffa tak tanggung-tanggung.

**

Daffa memarkir motor matic nya di halaman rumah, lelaki itu mengernyit tatkala matanya melihat tumpukan kardus di depan pintu.

Ia segera mendekat dan salim kepada sang ibu yang tengah berdiri di samping kardus-kardus itu.

"Ini apa, ma?" tanyanya bingung.

Wendi tak menjawab, lalu diam-diam menunjuk suaminya di dalam rumah. "Tanya ayahmu aja coba bang."

Daffa mengernyit heran, seharian ini, rasanya ia terlalu sering mengernyit.

"Yah, ini kenapa?"

Dero menatap putranya sembari menyipitkan mata, lelaki paruh baya itu menatap Daffa dan jam dinding secara bergantian. "Kenapa pulangnya telat?"

"Eh, a-anu Yah. Tadi kunci motor abang ketinggalan di kelas," jawabnya jujur.

"Ceroboh. Kamu beneran anak ayah apa bukan, sih?"

"Ya beneran anak ayah dong!" jawabnya sedikit bernada tinggi, reflek.

Dero segera menatap putranya itu dengan tenang. Langsung saja, Daffa mengalihkan pembicaraan ke topik awal, "ini kenapa, ayah?"

Dero tersenyum kecil, lalu menunjuk kotak besar yang berserakan di sekitar. "Ini?" tanyanya.

"Iy--"

"Kita mau pindah."

Bagai terkena bom, Daffa membeku. Apa-apaan berita mendadak ini?

***

ENJOY!

Yeayy, pindahh!

Satu part lagi, cerita ini end.

Ga, becanda.

Ó.Ò

ADDICTED || DAFFA [Tamat]Where stories live. Discover now